3. Rakyat yang Tak Didengar
Gelombang protes yang berulang kali terjadi menunjukkan bahwa rakyat merasa tidak didengar. Demonstrasi sering diperlakukan hanya sebagai keributan, bukan sebagai sinyal peringatan serius.
4. Lemahnya Aparat dalam Melindungi Kepentingan Publik
Peristiwa di Tanjung Priok juga menunjukkan lemahnya aparat dalam melindungi kepentingan publik. Alih-alih mencegah kerusuhan, aparat terlihat gagal menahan massa. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas keamanan dalam demokrasi.
Potret Demokrasi Global: Indonesia Tak Sendiri
Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Sri Lanka, protes rakyat pada 2022 menggulingkan Presiden Gotabaya Rajapaksa setelah rumah dan kantornya digeruduk massa. Di Chile, demonstrasi besar tahun 2019 berakhir dengan amuk massa yang merusak fasilitas publik.
Artinya, ketika demokrasi gagal menghadirkan keadilan sosial, rakyat di banyak negara cenderung mengambil alih panggung politik melalui jalan kekerasan. Indonesia kini menghadapi tantangan serupa: bagaimana menjaga demokrasi tetap hidup tanpa terjebak dalam spiral kekerasan.
Suara dari Jalanan: Aspirasi yang Tak Boleh Diabaikan
Di balik amuk massa, ada suara yang harus diperhatikan: rakyat menuntut transparansi, keadilan, dan kesederhanaan dari wakil mereka. Mereka lelah melihat kemewahan di tengah penderitaan, lelah mendengar janji kosong tanpa realisasi.
Peristiwa rumah Ahmad Sahroni adalah alarm keras: bahwa demokrasi tidak bisa terus dijalankan dengan pola lama. Rakyat menginginkan perubahan nyata, bukan sekadar rotasi jabatan atau pernyataan normatif.
Kesimpulan: Demokrasi dalam Bahaya