Mohon tunggu...
Moch. Marsa Taufiqurrohman
Moch. Marsa Taufiqurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum (yang nggak nulis tentang hukum)

Seorang anak yang lahir sebagai kado terindah untuk ulangtahun ke-23 Ibundanya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mencari Landasan Hukum yang Tepat Penundaan Pilkada Akibat Pandemi

6 Mei 2020   06:27 Diperbarui: 6 Mei 2020   06:33 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun KPU telah memutuskan untuk menunda pelaksanaan beberapa tahapan pilkada. Aktivitas tahapan yang sudah diputuskan untuk ditunda antara lain pelantikan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), dan tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih.

Sehingga implikasi teknis dari penundaan akan berdampak pada kontinuitas tahapan pilkada lainnya. Serta bisa menggeser hari pemungutan suara, karena itu aktivitas inti Pilkada.

Kondisi tersebut juga beririsan dengan sebaran daerah yang akan melaksanakan Pilkada 2020. Dari 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada tersebut tersebar di 32 provinsi di Indonesia. 

Hanya DKI Jakarta dan Aceh yang tidak terdapat pelaksanaan Pilkada 2020. Di satu sisi, tahapan Pilkada 2020 sudah berjalan cukup signifikan antara lain penyelenggara pemilu ad hoc di level kecamatan dan sebagian kelurahan sudah terbentuk. Selain itu, bakal pasangan calon perseorangan sudah mendaftar dan sudah pula diteliti berkas admininstrasinya oleh KPU di daerah.

Sehingga dapat disimpulkan untuk menunda pemungutan suara yang semula telah ditetapkan pada tanggal 23 September 2020, tentu KPU harus mempunyai landasan hukum yang kuat. Hal ini penting dimiliki, mengingat UU 10/2016 telah menyebut dengan jelas pemungutan suara dilaksanakan bulan September tahun 2020. 

Maka sangat jelas jika diperlukan  hukum untuk segera merevisi undang-undang Pilkada. Namun, melihat situasi yang sangat mendesak, nampaknya tidak mungkin bagi pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi undang-undang karena itu membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut menegaskan bahwa dibutuhkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 memuat ketentuan, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. 

Penetapan Perppu yang dilakukan oleh Presiden juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan  yang berbunyi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Perppu yang Bagaimana?

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU/VIII/2009, kegentingan memaksa harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kebutuhan mendesak persoalan hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. 

Pilkada secara spesifik telah diatur dalam undang-undang untuk diselenggarakan pada September 2020. Namun, hal itu hampir tidak bisa dilaksanakan karena faktor pandemi Covid-19.

Kedua, adanya kekosongan hukum, atau ada undang-undang, akan tetapi tidak mencukupi. Dalam Undang-Undang Pilkada tidak menyediakan alternatif proses penyelenggaraan Pilkada apabila terjadi bencana dengan waktu yang tidak pasti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun