Rasa sedih ini sudah cukup lama mengusik hati. Terutama, Â ketika melihat polah para pemimpin yang tidak lagi bernurani.Â
Rakyat ini, rakyatmu. Â Jerit dalam hatiku. Â Kenapa begitu tega kau memperlakukannya seperti itu?
Rakyatmu lagi susah. Â Mencari kerja pontang panting setengah mati. Padahal, Â kerja adalah harga diri. Â
Tapi kamu pertontonkan kegembiraanmu dengan joget joget di forum resmi. Â Forum yang seharusnya dipergunakan untuk membela rakyat dari kegalauan masa depannya.Â
Kamu bilang uang ratusan juta layak kamu terima. Â Padahal rakyatmu sedang lapar dan belum bisa menemukan harapan.Â
Kamu pajaki apa saja yang rakyat punya. Â Seperti berulangnya kisah Saijah dan Adinda. Â Apa kalian lupa cerita yang ditulis oleh orang Belanda itu? Padahal mulutmu selalu ingin dikenang sebagai pejuang?
Ketika rakyat marah, Â kamu baru tahu, Â kata katamu telah membuat habis semua kesabaran yang tinggal sisa. Kamu meminta maaf seakan baru saja lebaran tiba. Â Untuk mengulang kembali saat rakyat sudah lupa.
Api itu sudah berkobar. Â Api itu sudah meluluhlantakkan kesombongan dan kecongkakan yang kau pelihara di ruang ruang yang berpendingin udara.Â
Air mata ini tak mungkin kuhapus begitu saja. Negeriku sedang duka. Negeriku sedang lara.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI