Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bisnis Pak RT

14 Oktober 2021   16:00 Diperbarui: 14 Oktober 2021   16:05 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemeran Pak RT (Kompascom)

Kalau di kampung menjadi RT itu benar-benar panggilan hati dan jiwa.  Tak dapet apa apa kecuali dapet repot doang. Jadi lurah malah enak dapat sawah bengkok. RT mah pengorbanan luar dalam. 

Tak salah jika menjadi RT sering dikatakan sebagai calon penghuni surga. Karena ketulusan yang tiada tandingannya. 

Tapi berbeda ketika mulai hidup di kota besar seperti Jakarta. Menjadi RT menjadi rebutan. Padahal, waktu itu belum dapat tunjangan. Sekarang RT di Jakarta sudah dapat tunjangan, mungkin semakin jadi rebutan. 

Sebagai pendatang baru di Jakarta, tentu saja saya penasaran saat ada rebutan menjadi ketua RT. Selidik punya selidik, ternyata mereka yang rebutan menjadi ketua RT adalah para pengangguran. 

Terus buat apa para pengangguran itu rebutan menjadi ketua RT? 

Penyelidikan berlanjut. Setelah pemilihan selesai, dan sudah ada yang terpilih, saya sebagai pendatang baru tentu lapor lagi. Karena KTP saya masih KTP kampung. Sehingga melapor adalah tindakan paling sesuai dengan aturan. 

Ketika melapor itulah, saya diberi kertas berupa keterangan tinggal. Wah, bagus juga RT baru ini. Setelah bincang bincang bentar akhirnya pamitan. 

"Silakan isi kotak sumbangan, " kata Pak RT. 

Oh, sekarang saya mulai tahu. Ada uang setiap ada keperluan. Gak apalah. Mungkin untuk keperluan RT juga. 

Pak RT baru itu sekarang rajin ke kelurahan. Dalam artian, setiap RT merupakan kepanjangan tangan dari Pak lurah untuk satu RT yang dipimpinnya. 

"Bapak mau bikin KTP Jakarta? " tanya Pak RT ketika berjumpa di jalan saat saya baru pulang kerja. 

"Iya, Pak RT. Caranya bagaimana? " tanyaku bergembira karena memang sudah niat bikin KTP Jakarta. 

"Melalui saya saja. Tinggal foto kopi KTP lama saja, " jawab Pak RT. 

"Baiklah. Biayanya berapa? "

Dan Pak RT menyebutkan angka itu. Tak enak untuk ditulis di sini. Yang jelas lumayan besar untuk ukuran gajiku. 

"Biasanya lebih dari itu. Ini karena saya kenal bapak saja, " katanya. 

Tak bisa apa apa. Akhirnya ngalah juga. Bahkan ketika biaya itu membengkak karena urusan kartu keluarga juga. 

Itulah bisnis Pak RT. 

Kabarnya lumayan juga penghasilan nya. Semoga sekarang sudah tidak seperti itu lagi karena ketua RT di Jakarta kabarnya sudah diberi tunjangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun