Azizah (3)

Ternyata masih ada jarak antara pisau dengan leher Toro. Sehingga Toro tak mengalami apa apa kecuali seringainya yang semakin mengerikan. 

Apa? 

Ah, pertanyaan itu datang lagi.  Aku coba untuk menghindar tapi tak mungkin. Mendadak pertanyaan itu sidah duduk di singgasananya. 

Lalu meloncat ke lidahku, apa? 

Untung aku tahan hanya sebatas bisik. Hanya saja, Toro seperti nya mendengar bisikan itu.  Toro agak kaget. Tapi dia tak tahu darimana arah suara bisikan itu. 

Toro berdiri. Pisau masih digenggam nya erat.  Kemudian berjalan ke arah pintu kamarku.  Jantung ku nyaris copot memperhatikan tingkahnya. 

Ah, kenapa aku lupa menguncinya?  Padahal setiap malam, bahkan siang pun aku selalu mengunci pintu itu.  Aku melangkah surut. Sambil memikirkan kira kira pembelaan diri yang bagaimana yang bisa menyelamatkan diriku. 

Sepertinya Toro tidak langsung membuka pintu.  Tangan yang dari tadi sudah memegang gagang pintu, dilepas kembali.  Mungkin masih ragu. 

Berbalik ke arah meja. Baru tiga langkah, berbalik lagi ke arah pintu kamarku. 

Kalinya berancang seakan hendak melakukan dobrakan, tapi setelah cukup lama, Toro malah kembali berbalik dan duduk di kursi. 

Toro mengambil nafas dalam dalam. Kemudian meletakkan pisau di atas meja. Dipandangi cukup lama.