Mohon tunggu...
Moch Eksan
Moch Eksan Mohon Tunggu... -

Moch Eksan, lahir di Jember, 5 Maret 1975. Adalah putra ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Almarhum Maksum-Endang Yekti Utami. Tahun 1999, memperisteri Aida Lutfiah dan dikaruniai dua putra, Dzaki Rabbani Ramadhan (2004) dan Rizqina Syawala Fitri (2008).\r\n\r\nPendidikan dasar, menengah dan tinggi, semua ditempuh di kota kelahirannya sekaligus nyantri di pondok pesantren Nurul Islam Sempolan Jember dan pondok pesantren Miftahul Ulum Suren Jember. MI Nurul Islam Sempolan Jember (1987), MTs Miftahul Ulum Suren Jember (1990), MA Miftahul Ulum suren Jember (1993), dan STAIN Jember (1998). Sempat tiga semester, kuliah di Ilmu-ilmu Sosial Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya (2001-2002).\r\n\r\nAktif di organisasi semenjak masih sekolah sampai sekarang. Pernah menjadi ketua IPNU Ranting Sempolan (1992-1993), Ketua IPNU Anak Cabang Silo (1993-1994), Sekretaris Umum IPNU Cabang Jember (1994-1997), Ketua Bidang Kekaryaan HMI Cabang Jember Komisariat Sunan Ampel (1997-1998), Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Jember (1999-2000), Litbang LDNU Cabang Jember (2000-sekarang), Ketua Takmir Masjid Jihadil Muttaqien Karang Mluwo Mangli Jember (2007-sekarang), Presidium Majlis Daerah KAHMI Jember (2011-2016), Ketua DPD Partai Nasdem Jember (2011-2016).\r\n\r\nSejak semester lima, ia sudah bekerja sebagai pemandu "Titian Senja" Akbar Top FM (1996-1997). Menjadi Guru PPKn SMK Wali Songo Rambipuji Jember (1998-2000), Guru Bahasa Arab, Ilmu Tafsir, Tata Negara dan Sosiologi MAN I Jember (1999-2001), Guru PPKn MA Miftahul Ulum Suren Jember (1999-2001), dan Dosen Luar Biasa Bahasa Arab dan Ilmu Sharaf STAIN Jember (1999-2001). Dosen Ilmu Sosial dan Budaya Dasar FKIP UIJ (2007-2008), KPU Kabupaten Jember (2003-2009), menjadi pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Nurul Islam 2 Mangli Jembar (2003-sekarang) dan Pesantren Alam Pedepokan Aziziyah Sadeng Lewissadeng Bogor (2010-sekarang). Pernah dua bulan, mengasuh Pondok Pesantren Kiai Ageng Besari Kertosari Ponorogo (Maret-Mei 2003).\r\n\r\nPrestasi yang pernah diraih: Juara II Dakwah Pemuda IPNU-IPPNU Cabang Jember (1994), Juara II Diskusi P4 Antar Perguruan Tinggi se-Kabupaten Jember (1995), Juara II Diskusi P4 Antar Perguruan Tinggi se-Kabupaten Jember (1996), Juara I Lomba Penyuluhan Keluarga Sejahtera BKKBN Kabupaten Jember (1996), dan wisudawan Prestasi I STAIN Jember Tahun Akademik 1998/1999.\r\n\r\nAktif dalam forum diskusi, baik sebagai narasumber, moderator maupun sebagai peserta, serta menjadi penceramah dan khotib Masjid Jamik al-Falah Mangli Jember, Masjid Nurul Iman Mangli Jember, Masjid Nurul Yaqin Mangli Jember, Masjid Jihadil Muttaqin Mangli Jember, dan Masjid Sunan Ampel STAIN Jember.\r\n\r\nSelain itu juga aktif menulis di berbagai media massa. Artikel dan resensinya pernah dimuat di Kompas, Jawa Pos, Surya, Sinar Harapan, Pelita, Suara Karya, Duta Masyarakat, www.kompasiana.com, www.mediaindonesia.com, Radar Surabaya dan Radar Jember. Pernah tercatat sebaga penulis tetap Radar Jember setiap hari Kamis (2001-2002), redaktur khusus Tabloid Swara (2002-2004), staf ahli Majalah Khittah (2006-sekarang), penulis tetap Bulletin al-Baitul Amien sebulan sekali (2007-sekarang), dan redaktur www.1titk.com (2010-sekarang).\r\n\r\nKarya tulis yang pernah diterbitkan Kiai Kelana Biografi Kiai Muchith Muzadi (LKiS Jogyakarta, 2000), salah satu penulis dalam Ulil Abshar Abdalla, Islam Liberal dan Fundamental, Sebuah pertarungan Wacana (elQAS Jogyakarta, 2003), dan salah satu penulis dalam KH Muhyiddin Abdsshomad dkk, Gus Yus dari Pesantren ke Senayan (Kerjasama PP Darus Sholah dan LTN NU Cabang Jember, 2005), Kaleidoskop Pemilu 2004 Kabupaten Jember, Jejak Langkah Demokrasi Kota Suwar Suwir (KPU Kabupaten Jember, 2006), Kaleidoskop Pemilu 2005, Dinamika Pilihan Langsung Kota Tembakau (KPU Kabupaten Jember, 2006), Fiqih Pemilu, Menyemai Nilai-nilai Agama dan Demokrasi di Indonesia (Pesantren Mahasiswa Nuris 2 kerjasama dengan JPPR Jember, 2008). Pernah menjadi editor buku KH A Muchith Muzadi, Apa dan Bagaimana NU? (NU Cabang Jember, 2003), dan penyelia buku KH Muhyiddin Abdusshomad, Penuntun Qalbu, Kiat Meraih Kecerdasan Spiritual (PP Nuris Jember dan Khalista Surabaya, 2005), kru editor KH A Muchith Muzadi dkk, Keluarga Sakinah Sebagai Media Penunjang Kesuksesan Pendidikan (LDNU Cabang Jember bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember, 2007). Dari Bom Bali Sampai Kuningan, Mencari akar Terorisme Di Tanah Air (LPM Filantrophy Studies bekerjasama dengan Pena Salsabila,2009), Dan Pergumulan NU, Islam & Keindonesiaan Menuju Islam Nasionalis (LPM Filantrophy Studies bekerjasama dengan Pena Salsabila, 2010).\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perihal Paloh dan Nasdem (Perdebatan Akademisi Vs Politisi)

14 Januari 2013   03:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:19 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jk praktik ato tindakan Partai Nasdem mnunjukkan tanda2 kuat sesuai (ato mngarah sesuai) dg konsep visi-misinya yg "jempol" itu, rakyat akan brbondong2 mndukung krn NASDEM dpercaya dapat (NA)ikkan (S)tatus dan (DE)rajat (M)asyarakat dlm kemakmuran dan keadilan. Tp klo sebaliknya, tindakan ato praktiknya berlawanan dg konsep visi-misinya itu, rakyat cepat ato lambat akan mnjauh krn rakyat bs saja mmpersepsi NASDEM sbg partai yg hny bikin "pa(NAS) (DE)mam (M)asyarakat" saja.

Yach... Semuanya kembali ke pihak Partai Nasdem sndiri, kawan, mau bagaimana...?

9 Januari pukul 8:41 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Sebuah testimoni, saat saya menyerahkan santunan kematian bagi anggota Nasdem di Tamansari Wuluhan, apa komentar jamaah tahlil. Nasdem ternyata memang "adem". Secara kultur, ini bentuk dukungan partai bagi keberlangsungan dan kelanjutan tradisi keagamaan yang berurat akar di masyarakat. Disamping, Partai ini juga ingin meringankan beban ahli waris dalam menjamu jamaah yang hadir dengan ikhlas mendoakan anggota keluarga yang meninggal. Testimoni ini bukti kecil dari keseriusan Partai ini dalam membangun komunikasi politik dengan rakyat. Dimana fungsi Partai sangatlah strategis dalam rangka menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Agar public policy dan aspirasi publik nyambung dan saling mencerminkan, komunikasi satu2nya jalur. Suatu persetubuhan inspiratif dan aspiratif antara elite dan massa konstituennya. Partai ini berkomitmen mendaulatkan kembali rakyat sebagai penguasa sejati negeri ini. Untuk mendorong visi besar tersebut, menyadari betul harus ditopang dengan pendanaan yang jelas, kuat dan halal. Tak ada partai yang diberi operasional dari DPP masing2. Bisa cek ke pimpinan partai yang lain. DPP mendroping operasional rata2 50 juta per bulan per propinsi, dan 10 juta per bulan bagi kabupaten/kota, dan sebentar lagi juga DPC. Selain bersumber dari DPP, berbagai kegiatan dibiayai dari swadaya politik pengurus, kader dan simpatisan yang merindukan perubahan mendasar di negeri ini. Pasca pengumuman 10 partai peserta pemilu 2014, termasuk Partai Nasdem satu2nya partai baru yang lolos, gelombangan dukungan masyarakat terghadap Partai ini kian terasa. Bahkan boleh jadi bulan2 ke depan menjadi aras perubahan negeri ini. Dukungan rakyat terdokumentasi dengan jelas, by nama by addres melalui database keanggotaan kita. Ini jelas sebuah sinyal, "semesta" memang mendukung gerakan perubahan di negeri ini. Doamu kawan, menyertai perjuangan kami...

9 Januari pukul 10:34 melalui seluler · Suka · 1

·

Rahadi Al Paluri dari perdebatan ini cukup jelas "siapa mendukung siapa dan siapa menggunakan paradigma apa dalam melihat kenyataan". klo Pak Imam B. Jauhari.. mengatakan bahwa bangsa kita ini tidak ada "apa-apa",mungkin cara pandangnya memang demikian. dan itu boleh-boleh saja dan tentunya dengan implikasi paradigma yang ".....he he...gimana ya?". tetapi apakah Partai Paloh akan mengatasi masalah bangsa ini, itu juga belum tentu juga... misalkan, Paloh mau melakukan pendidikan kebudayaan untuk merubah mentalitas bangsa ini... tetapi di kampung saya tidak pernah ada Nasdem mengajak diskusi kebangsaan... malah kalo mereka kumpul-kumpul trus ada kelompok aneh datang...malah dicurigai. gimana mau melakukan diskusi kebudayaan?..... hemzz.....

9 Januari pukul 11:22 · Suka · 1

·

Imam B. Jauhari sy sepakat dgn cak anam, artinya trend preferensi masy. Skrg sdh bukan lg program partai yg scr normatif sama bagusx.. Tp era kedepan adlh track record, kejujuran, & populis tdkx elit politik/partai. & masy bs mmbedakn mana populis & jujur yg natural dgn yg dbuat buat. Meng-exagerate kondsi kbangsan & mngeksploitasi seolah2 galau darurat dlm brbgai hal tmpakx kurang susuai dgn mslh kbngsaan yg btul2 real. Yg mas Eksan contohkn ttg kdaulatan pangan, korupsi, mental dll dlm kasus nasdem perlu dkritisi lebih lanjut. 1. Kdaulatan pangan, tdk smudah yg ducapkan. Krn dlm era global dmana trdpt tekanan pnduduk thdp lahan yg dmikian bsar khusus d indonesia, maka kbijakan yg diambil adlh ketahanan pangan (food stability) bukan kdaulatan pangan (food sovereignty). Hal ini akn mnjmin ktrsdiaan pangan nasional & mlindungi miskin kota (urban poor) yg sngt rntan. Efek ngatifx petani tdk berdaulat, krn trgntng penuh thdp prusahaan multinsional spt Monsanto, Pioneer dll.. 2. Pmbrntsan Korupsi bs dprcaya klo sdh ada track record jujur sblmx.. Tdk bs pake janji ”akan jujur” sprt mahfud, jokowi, pks. Bgmn track recrd tokoh 2 nasdem? Rata2 smua tokohx adalah pentolan partai golkar, demokrat, &PDIP, yg rata2 adalh barisan sakit hati smua. 3. Megubah mental dlm profanitas politik dmokrasi ala indonsia utk jngka pndek & mnengah rasax kok mimpi siang bolong. High cost politics yg dlm hitungn pak JK smpe 250 Triliun lbh tiap kali pemilu/kada, tlh mmbntuk mental zero sum game. Mental ini mnggurita dlm setiap lpisan masy, shg berakibat pd trbntukx praktek kotor tdk sj dlm ranah poltik tp jg dlm ranah yg sosial yg lain. Jd restorasi nasdem dlm hal ini hrs dmulai scr internal dan truji, sbgmana komen cak anam. Ala kulli hal bgmnpun jg qt hrs appresiasi thdp nasdem dgn ijtihad politiknya. Walaupun aktor2 elitx tetap tdk bs lepas dr wajah2 politisi yg sdh malang melintang dlm dunia politik indonesia baik sejak orde baru maupun orde reformasi. Wallahu a'lam. Sukses kang moh.Eksan..!
Powered by Telkomsel BlackBerry®

9 Januari pukul 12:10 melalui · Suka · 1

·

Masykur Wahid Bicara PARTAI kok bicara DUIT ya? Meski, itu salah satu indikator. Adakah PARTAI tanpa DUIT??? Klo boleh, kategorisasi, DUIT itu urusannya PEMERINTAH dan PENGUSAHA. Klo udah bicara DUIT, pergi aja ke LAUT...kik..kik..kik.. Apa Nabi Saw berpartai?

9 Januari pukul 14:16 · Suka · 1

·

Moch Eksan Paloh memang "ikon" Nasdem. Tetapi gerakan perubahan Indonesia tak semata bergantung kepada beliau seorang, ada jutaan kader inti platinum, kader inti, anggota dan simpatisan yang bercita2 sama merestorasi Indonesia. Memang benar Mas Rahadi, Paloh belum tentu melaksanakan janji2nya, akan tetapi juga belum tentu tak melaksanakan juga. Tapi kalau Mas Bonjol, Bu Sofhatin, Mas Anam, Mas Rahadi, sudah pasti sepastinya tak akan berkampuan untuk merestorasi Indonesia, bahkan cita2 pun tak punya untuk berjihad di jalur politik. Cita2 yang ada, bagaimana bisa guru besar, gaji naik, jadi dekan atau rektor aja. Udah puas. Hahaha. Tapi, Paloh adalah jenis manusia langkah yang ingin mendarmabhaktikan diri dan hartanya untuk melakukan perubahan mendasar di negeri ini. Beliau sudah terbukti dan teruji dedikasi dan loyalitasnya pada negeri ini. Kita terus terang tak sebanding dengan beliau. Seujung kuku sekalipun. Tokoh sekaliber beliau amat sangat mudah jadi menteri. Tak beliau memilih untuk memberikan kepada kader yang lain. Beliau lebih enjoy sebagai king maker daripada king itu sendiri. Orang semacam ini tak banyak di negeri ini. Kita para kadernya ingin mencontoh dalam perjuangan dan pengabdiannya terhadap bangsa dan negara. Bila ada kader yang menutup diri untuk berdialog, apalagi alergi terhadap golongan lain, jelas ini bukan kader menjiwai Paloh yang inklusif dan nasionalistik. Soal dialog kebudayaan, Eksan insya Allah siap 24 jam melayani anak bangsa dari berbagai agama, suku, budaya dan bahasa dalam mendiskusikan persoalan kebangsaan plus jalan keluarnya. Waktuku selalu tersedia untukmu kawan!!!

9 Januari pukul 16:55 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Saya boleh bertanya kepada Mas Bonjol, pernah kagak membaca semua visi misi partai yang ada, khususnya 10 partai politik peserta pemilu 2014? Jawabannya bisa dipasti, tak bakal pernah, apalagi melakukan studi ideologis komperatif. Semua partai yang ada dinilai bagus. Visi misi mana dari Golkar, yang bagus, begitu pula dengan PDIP, Demokrat, Nasdem, Gerindra, PKB, PPP, PKS, PAN, Hanura. Pasti tak bakalan bisa jawab, kecuali yang terungkap di media. Padahal, dalam tradisi penelitian sumber primer jauh lebih valid dan akurat daripada sumber sekunder. Bukan begitu kawan? Saat, STAIN buat "laboratorium" ideologi partai. Termasuk agama juga. Hahaha

9 Januari pukul 17:04 melalui seluler · Suka

·

Imam B. Jauhari Hahahaha.. Sy salut bang Moch Eksan ni.. Kerja politiknya betul2 gk setengah2. Sampe2 ”wrong or right is my paloh”. Kyknya klo nanti paloh jd presiden, pantasnya mas eksan ini jd menkominfox.. Mantap kawan?
Powered by Telkomsel BlackBerry®

9 Januari pukul 17:36 melalui · Suka

·

M Saiful Anam Wah wah wah... Mas Eksan... Cita2 kami berempat (Mas Bonjol, Bu Sofhatin, Mas Anam (saya sendiri), dan Mas Rahadi), di mata sampean kok kayak gitu... (Apa saya nggak salah baca bhw ini benar-benar dari Mas Eksan?)

9 Januari pukul 19:12 melalui seluler · Suka

·

M Saiful Anam Mas Eksan, bagaimana klo misalnya para guru mulai sekolah tingkat TK/SD sampai SMTA dan para dosen PT di seluruh Indonesia berhenti mngabdikan jiwa-raganya di dunia pendidikan, apakah Pak Paloh menurut sampean sanggup mlakukan apa yg sampean sebut sbg "perobahan mendasar di negeri ini"?

9 Januari pukul 19:26 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Mas Bonjol tahu kagak terhadap program GP3K? Program pertanian pemerintah yang menginginkan agar Indonesia pada tahun 2014 mendatang surplus 10 juta ton beras. Tujuannya untuk apa? Jelas, pemerintah ingin swasembada beras seperti pada jaman Orde Baru. Swasembada beras ini bertujuan untuk ketahanan pangan sekaligus juga kedaulatan pangan. Pada 2012 ini, kebutuhan beras nasional 34 juta ton. Sementara hasil produksi beras, 38 juta ton. Artinya, kita surplus 4 juta ton. Tapi mengapa pemerintah masih harus impor beras? Tak tanggung2, pemerintan mengimpor beras 4,5 juta ton tahun 2012 kemarin. Apa kebijakan yang salah seperti ini harus dibiarkan, dan dianggap biasa2 saja. Padahal, jelas2 merugikan petani. Disinilah urgensi restorasi Indonesia yang digagas oleh Paloh. Bukankah sudah jelas kawan?

Kemarin jam 2:29 melalui seluler · Telah disunting · Suka

·

Moch Eksan Jangan terjebak pada filsafat nihilisme. Seakan2 tak ada stock orang jujur di negeri. Seakan2 tak ada orang yang bisa berantas korupsi. Padahal, banyak tokoh yang memberi harapan bagi perbaikan bangsa kedepan. Paloh salah satu yang memberi harapan tersebut. Track record jelas, beliau tak pernah terlibat skandal korupsi, disebut2 atau dikait2an pun juga nggak. Tak ada salah dengan tokoh2 Nasdem yang berasal dari Partai Golkar atau yang lain. Yang jelas salah orang yang menilai tokoh2 Nasdem adalah barisan sakit hati. Padahal, yang protolan partai lain bisa disebut dengan jari, Paloh memang eks Ketua Dewan Pembina Golkar, Ferry Mursyidan Baldan juga eks Golkar, Jeffry J Geovani juga sama. Zulvan Lindan eks anggota DPR PDIP. Sementara, tokoh2 yang lain adalah "anak-anak muda" yang merindukan perubahan negeri ini. Teliti dulu kawan sebelum komentar biar kuat...

9 Januari pukul 21:42 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Mas Masykur, saya sekadar jawab komentar Mas Anam yang mempertanyakan sumber pendanaan Partai Nasdem. Apa yang salah? Yang salah yang ikut2 komentar dong. Hahaha

9 Januari pukul 21:50 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan ”wrong or right is my paloh”, saya tanya, apa yang salah dari Paloh? Saya bela Paloh berdasarkan pada data dan fakta, bukan yang lain. Karenanya, bila Nasdem menang, apalagi Paloh jadi presiden, saya pilih jadi menteri agama daripada menkoinfo. Biar jadi atasannya Prof Babun. Hahaha

9 Januari pukul 21:57 melalui seluler · Suka · 1

·

Moch Eksan Mas Anam, terus terang saya sangat menghargai profesi guru atau dosen. Tapi ketika teman berpersepsi buruk, apalagi penuh sahwasangka ke para politisi, saya hanya mendudukkan pokok soalnya kan? Biar sama2 menghargai. Kritis boleh, tapi mendasar, jangan asal. Saya ingat pepatah madura, "lakonnah lakonin, kenengenah kennengin, opanah openin" (pekerjaannya kerjakan, kedudukannya duduki, dan hasilnya pelihara). Bukan begitu kawan?

Kemarin jam 2:34 melalui seluler · Telah disunting · Suka

·

Moch Eksan Apa yang diandaikan oleh Mas Anam mustahil terjadi. Jangan di seluruh Indonesia, di STAIN tak bakalan ada yang berhenti jadi dosen semua. Kalau benar ada yang mau, yang mau mengganti lebih banyak Mas Anam. Paloh jelas tahu persis soal psikologi guru dan dosen soal masa depan pekerjaannya.

9 Januari pukul 22:07 melalui seluler · Suka

·

M Saiful Anam Sy tdk berpretensi buruk, mas Eksan. Justru sy ingin mngembangkan penjelasan awal sampean ttg Restorasi dan pak Palohnya. Scr konsep. Amatan saya: masy mmbutuhkan tindakan nyata. (jk ini benar, bukankan ini justru masukan berharga utk NasDem?) Dlm hal korupsi, masy butuh tindakan nyata-nya yg krn NasDem bukan partai penguasa bisa ditunjukkan dg bgmn pngelolaan keuangan partai. (Bukankah demikian ini biasa2 saja, tdk aneh, logis?) Jawaban awal yg sampeyan tunjukkan sy kira, dg uang DPP itu, sy kira bagus dlm arti jawaban sampean seolah mngatakan bgn: "dlm praktik, dlm hal visi anti-anti korupsi, yg kami lakukan ini lho `Mas Anam`...". Sampai di sini semua baik2 aja. Tdk ada sy kira pretensi buruk, sakwasangka dr saya. Hny pretensi kritis. Itupun kritis kecil-kecilan saja. Jawaban awal sampean juga baik. Bahkan sy ingin ngembangkan jawaban awal itu sebenarnya. Tapi...

Mas Eksan, saya yg dr dunia akademis aja ktk bertanya sedikit ttg pelaksanaan konsep visi-misi NasDem sudah dicurigai berprasangka-buruk, bgmn dg rakyat biasa?


Tentang guru/dosen: klo semua guru ato dosen khususnya bercita2 "memperbaiki bangsa" dg terjun ke politik seperti pak Paloh, ato, setidaknya berhenti saja bekerja sbg guru/dosen, bagaimana dg dunia pendidikan, siapa yg mngurus? (Ini intinya, sy brharap tdk disalah-pahami ttg ada ato tdk ada yg mau berhenti jd guru ato dosen).

10 Januari pukul 4:21 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Mas Anam, saya tak membaca komentar Mas yang berpretensi buruk. Tak ada. Cuma teman2 lain sarat dengan persepsi buruk tentang Paloh. Yang dibilang mendramatisir keadaan, untuk mengaitkan perhatian publik, pendidikan yang tak baik bagi demokrasi dan kejujuran, barisan sakit, dan semacamnya. Padahal, orasi politik Paloh seperti itu, ya memang style beliau yang berapi2. Tak cuman sekarang, beliau seperti itu, mulai masih di Golkar juga begitu. Coba dengar pidato2 beliau sebelum dan sesudah di Golkar. Sama. Sama berapi2. Clear kan? Saya pribadi sangat senang bila banyak masyarakat banyak bertanya soal visi misi Partai Nasdem. Senang banget. Perdebatan kita ini juga contoh nyata, nasdem menjadi "buah bibir" masyarakat luas. Termasuk para akademisi di STAIN ini. Nasdem sangat terbuka terhadap terhadap saran dan kritik. Tentu yang konstruktif, demi kejayaan Nasdem di masa depan. Nasdem menang, Indonesia jaya. Hahaha

10 Januari pukul 7:51 melalui seluler · Suka

·

Sofhatin Humaidah jadi nya kayak curi start kampanye nih? piizz mas Moch Eksan. Tapi jujur aku dari dulu lebih berharap mas Eksan jadi dosen ketimbang politisi, tapi lagi, mungkin bila di dunia politik bisa memberi manfaat lebih besar, ya udah aku ikhlas se ikhlas ikhlas nya melepas harapan

10 Januari pukul 8:01 · Suka

·

Moch Eksan Tak ada hari tanpa kampanye memang Ibu Sofhatin. Hahaha. Mohon maaf, cangkolang. Teman2 banyak yang tak mau saya jadi dosen STAIN Ibu. Khawatir seperti Paloh melakukan subversi intelektual. Hahaha. Mas Bonjol, Mas Anam jauh lebih layak jadi akademisi. Saya jadi politisi aja, sekali basah mandi sekalian. Dan, ternyata baru tahu hikmahnya tak jadi dosen. Hahaha. Kalau yang jadi dosen banyak, yang jadi ketua partai kan cuman 10 Jember. Saptono, Kusen, Ulum, Yantit, Masyhuri, Harjito, Evi, Lili, dan Eksan. Jadi eksklusif kan? Hahaha. Apa pun profesinya, yang penting karyanya demi kepentingan bangsa dan negara. Sukses selalu buat kita semua. Amien.

10 Januari pukul 8:32 melalui seluler · Suka

·

Masykur Wahid Selain DUIT..bicara PARTAI, kok bicara MENANG!..Sungguh..bukan INDONESIA banget..

10 Januari pukul 9:00 · Suka

·

Moch Eksan Mas Masykur, yang Indonesia banget itu yang bagaimana?

10 Januari pukul 9:06 melalui seluler · Suka

·

Masykur Wahid INDONESIA itu bukan arena untuk MENANG atau KALAH, Mas. Paham?

10 Januari pukul 9:08 · Suka

·

Moch Eksan Terus Pemilu di Indonesia itu untuk apa Mas Masykur?

10 Januari pukul 9:14 melalui seluler · Suka

·

Masykur Wahid Kasih tahu ga ya????

10 Januari pukul 9:17 · Suka

·

Moch Eksan Hahaha

10 Januari pukul 9:22 melalui seluler · Suka

·

Masykur Wahid Mas, PEMILU itu PEMILIHAN UMUM..Pemilihan itu berorintasi pada POSITIONING. Publik atau rakyat akan memosisikan diri di mana, dari mana, oleh siapa dan untuk apa. Jika..PARTAI untuk MENANG oleh DUIT dari NASDEM..Yo..BUBAR wae!!!! Ha..ha..ha..

10 Januari pukul 9:26 · Suka

·

Masykur Wahid Menjelang PEMILU, aku benar-benar kangen GUS DUR. Galau deh...Galau..galau..galau..karenamu, Gus. Semangat!!!

10 Januari pukul 9:31 · Suka

·

Moch Eksan Pemahaman Mas Masykur kurang tepat soal Pemilu. Coba Mas Masykur sekali2 baca Undang2 Pemilu. Jelas kok, sangat jelas. Pemilu DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/kota tujuannya jelas untuk memilih anggota dewan. Agar terpilih menjadi anggota dewan yang harus menang dan mengalahkan calon2 lain baik di eksternal partai maupun internal partai. Pemilu akan membabtiskan partai mana yang jadi pemenang, dan siapa yang terpilih menjadi anggota dewan. Bukan ini sudah sangat terang benerang, wilayah Indonesia yang terbagi ke dalam 89 daerah pemilihan adalah arena kompetisi politik yang melahirkan pemenang dan yang kalah. Nalar simantiknya mohon ditata dan runut kembali, biar tak mengalami kekacauan berfikir. Bercanda teman? Hahaha

10 Januari pukul 9:50 melalui seluler · Suka

·

Masykur Wahid HA..HA..HA..HA..

10 Januari pukul 9:59 · Suka

·

Moch Eksan Untuk menjadi partai peserta pemilu aja, sulitnya bukan main Mas Masykur. Partai2 berbasis NU, misal PKNU, PKBIB, aja tak lolos, lho ini suruh dibubar sama Mas Masykur. Enak tenan. Nasdem bertekad tak sekadar ikut pemilu tapi bagaimana memenangkan Pemilu 2014. Hasil survey LSI yang terakhir, kita posisi keempat, di atas Gerindra, PAN, PKS, PPP, PKB, Hanura, dengan tingkat elektabilitas 5,9 persen. Data keanggotaan kita saat ini, udah lebih dari 5 juta anggota yang bersebar di seluruh Indonesia. Dan, insya Allah pada 31 Mei 2013 mendatang, sudah ada 25 juta anggota Nasdem di seluruh Nusantara. Bukan ini modal sosial dan politik untuk membumikan cita2 kita dalam merestorasi Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik. Bagi Nasdem, uang bukanlah segala2nya untuk memangkan Pemilu 2014, tetapi segala2nya membutuhkan untuk memenangkannya. Bukan sudah jelas Mas Masykur? Hahaha

10 Januari pukul 10:11 melalui seluler · Suka

·

Masykur Wahid KITA...????? Loe..kali!!!

10 Januari pukul 10:15 · Suka

·

Masykur Wahid Belajar BAHASA dulu..lalu, KAMPANYE, Mas. Canda. Ha..ha..ha..

10 Januari pukul 10:16 · Suka

·

Moch Eksan Terus terang, saya ini termasuk pengagum berat Gus Dur. Kekaguman saya tak sekadar diekspresikan dalam kata, tetapi juga dalam tulisan. Ini salah satu buktinya. Kale teman2 berminat baca link: http://m.kompasiana.com/post/sosbud/2012/12/25/gus-dur-banser-dan-pengamanan-natal/. Sukses selalu buat kita semua. Amien.

Kompasiana

www.kompasiana.com

Kompasiana adalah sebuah Media Warga (Citizen Media)

10 Januari pukul 10:17 melalui seluler · Suka · Hapus Pratinjau

·

Moch Eksan Hahaha

10 Januari pukul 10:27 melalui seluler · Suka

·

Imam B. Jauhari walaupun bagaiamana kata kang moch Eksan, setidaknya sampai saat ini (bukan a priori yaa) tapi saya khususnya dan kayaknya mayoritas diam mungkin seperti yang ditunjukkan lembaga-lembaga survei itu, tetap saja "tidak percaya" pada pada platform dan perjuangan partai-partai yang ada ini khususnya di Indonesia. semua pasti mengatasnamakan rakyat, tapi rakyat yang mana? apakah rakyat yang seperti karpet merah itu? pas mau pemilu disanjung-sanjung, habis pemilu diinjak-injak.. waaaa. dimanapun partai dibentuk dalam rangka mengakumulasi kekuasaaan.. oleh karena itu pasti bicara menang-kalah.ketika menang maka parta x misalnya pasti akan menjalankan postulat berikutnya yaitu the winner takes all, karena itulah dasar demokrasi kepartaian. ketika ia menguasai semuanya sebagai pemenang maka ia akan memberlakukan naluri homo ekoconomicusnya. tidak ada orang yang begitu banyak mengeluarkan 'investasi politik' yang sedemikian besar tanpa profit outlook yang juga besar. semua partai/politisi pasti akan mengembalikan nilai investasi politik yang dikeluarkan tersebut tidak hanya sampai pada titik break even point, bahklan ia akan menjadikan politik sebagai alat produksi untuk mengakumulasi kekayaan kehormatan dan kekuasaan. ini sah2 sah saja. selama menaati "aturan main politik". tapi alih-alih menaati aturan main politik, yang terjadi semua partai baik di pusat maupun di daerah dengan semua politisinya menjadi katalisator "perampok uang rakyat yang terorganisir".. saya cuma berharap dengan daya kritisitas saya yang sempit ini, setidaknya bisa mengingatkan dan mengapresiasi kelahiran partai nasdem ini supaya tidak terjerumus dalam gerbong "perampok uang rakyat yang terorganisir di atas" ini juga cuma tasrif-an saya yang hanya mengamati fenomena selama ini yang berkembang. jadi saya kira wajar-wajar saja, saya juga tidak menghina atau menghujat siapapun.. walaupun harus kita kecualikan beberapa partai yang track recordnya agak bagus dengan sistem pengkaderan yang militan. wallahu a'lam..

10 Januari pukul 11:08 · Suka

·

Masykur Wahid DEMOKRASI itu tidak kenal MENANG atau KALAH, tapi MAYORITAS atau MINORITAS. Camkam wahai..pekerja PARTAI!!! Camkam juga, ini INDONESIA bukan arena KOMPETISI, tapi TANAH IBU PERTIWI untuk hidup nan damai menuju kehidupan akhirat surgawi. Ingat PANCASILA!

10 Januari pukul 11:43 · Suka

·

M Saiful Anam Sbg dosen, sy tdk merasa (scr filosofis & etik) lebih mulia dr pd para guru2 di seklh2 tk paut/tk/sd s.d smta, para supir angkot, petani/buruh tani, pedagang, dll., trmasuk para politisi. Kita sama2 mngabdikan diri pd profesi pilihan masing2 utk kemajuan hidup bersama sbg bangsa, di samping kemajuan hidup pribadi/keluarga.

Di kalangan para dosen STAIN Jember, sering terjadi perbincangan atopun diskusi ttg keprihatinan kami thd kondisi bangsa sbgmn Pak Paloh merasakannya dan mentransformasikannya dlm kerangka kerja2 politik praktis. Kami tdk bs persis sprt itu. Kami berusaha mntransformasikannya sesuai bidang profesi kami. Cita2 kami tdk sekedar uang (gaji), kekuasan (jabatan di kelembagaan kami), tp jg perbaikan kondisi bangsa, sbgmn pak Paloh dan segenap jajaran partai NasDem-nya. Begitulah, kita sama2. (Dlm konteks ini, klo mau ekstrim: bukan hny bhw akan banyak calon pnggantinya seandainya kami berhenti jadi dosen, tapi juga bhw akan banyak pnggantinya pula seandainya Pak Paloh dan jajaran partai NasDem berhenti atau mundur dari dunia politik di negeri kita!).

Setiap kader partai, sy rasa, bisa memilih apakah mau mmpersiapkan diri sbg penguasa atokah sbg pemimpin. Jk sbg pemimpin, tentu dia akan belajar mmposisikan diri sbg "buruh" ato "pelayan" rakyat. Krn dlm filosofi demokrasi, rakyak-lah pemilik kekuasan, pemimpin hny org yg sedang "dpercaya" mnjalankan kekuasaan milik rakyat itu. Tp klo mmilih sbg penguasa, tntu berbeda. Sangat!

10 Januari pukul 12:28 melalui seluler · Suka

·

Muhammad Khodafi Berilah kesempatan pada mereka yg ingin "memaknai" dan "membangun" demokrasi di negeri yang "relatif" muda demokrasinya ini.

10 Januari pukul 12:32 · Suka

·

Imam B. Jauhari Akhirnyaaa.. Thok to thok thok thok...kang masykur wahid mngeluarkan kalimat pamungkasya.. ”CAMKAN ITU WAHAI PEKERJA PARTAI.” hahaha.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

10 Januari pukul 12:34 melalui · Suka

·

Moch Eksan Mas Bonjol, Indonesia sebagai negara yang menggunakan sistem multipartai, mustahil the winner takes all, sebab dalam proses pengajuan presiden atau kepala daerah, harus berkoalisi dengan partai lain, untuk memenuhi dukungan minimal. Juga koalisi dilakukan dalam rangka aliansi strategis untuk memperbesar potensi kemenangan. Selain, pasca terpilih mempermudah dalam melakukan komunikasi politik, terutama pembahasan dan pengambilan keputusan APBN, APBD, UU, Perda dan kebijakan publik yang lain. Mas Bonjol tak begitu faham soal sistem kepartaian secara menyeluruh. The winner takes all hanya berlaku di negara yang menggunakan one party system dan/atau two party system. Bukan multy party system seperti Indonesia. Contoh kongkrit, Demokrat memang pemenang pemilu 2009, tapi demokrat dalam mengusung calon presiden berkoalisi dengan yang lain, dengan PKS, PAN, PKB dan partai non parlemen lain. Dalam penyusunan kabinet juga melibatkan pimpinan koalisi partai, termasuk dalam pengambilan keputusan soal APBN, UU, dan kebijakan strategis negara lain. Mas Bonjol perlu kuliah 1 sementer lagi, minimal mengikuti matrikulasi soal sistem politik Indonesia, baru faham persis soal sistem kepartaian dan dampaknya secara sistemik.

Sabtu pukul 0:21 melalui seluler · Telah disunting · Suka

·

Moch Eksan Kurang fair Mas Bonjol, menyebut: "semua partai baik di pusat maupun di daerah dengan semua politisinya menjadi katalisator "perampok uang rakyat yang terorganisir". Ini benar2 tuduhan yang sangat serius. Bahwasannya ada partai yang terlibat kasus, memang benar. Bahwasannya ada anggota yang terlibat kasus korupsi, memang benar. Tapi, dibanding yang tak terlibat, kan lebih banyak. Nasdem berkomitmen untuk mencalonkan kader partai yang tak cacat hukum dan moral. Itu modal moral bagi Nasdem dalam merestotasi Indonesia. Doamu kawan!!!

10 Januari pukul 14:51 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Mas Masykur, pernah belajar ilmu perbandingan politik kagak? Saya jamin pasti kagak. Kok bisa di dalam demokrasi tak mengenal menang dan kalah. Wong hampir setiap pemilu, pasti ada deklarasi siap menang dan siap kalah. Dalam term politik, istilah mayoritas itu berkait dengan dasar pemenangan, bila 50 persen plus 1. Bila kurang dari dari 50 persen plus 1, akan tetapi dasar pemenangan suara terbanyak, itu namanya pluralitas. Istilah mayoritas berkait dengan sistem presidensial dan one atau two party system. Sementara, istilah pluralitas terkait dengan sistem parlementer dan multy party system. Faham kawan? Hahaha.

Sabtu pukul 0:23 melalui seluler · Telah disunting · Suka

·

Moch Eksan Mas Anam, setiap pemimpin formal pasti memiliki kekuasan beserta kewenangannya, sebagaimana diatur oleh peraturan perundang2an. Salah besar membedakan antara pemimpin dan penguasa, padahal sejatinya, satu. Pemimpin ya penguasa, dan penguasa juga pemimpin. Dalam diri menyatu watak sebagai pelayan sekaligus pengendali. Presiden ya kepala negara sekaligus pemimpin pemerintahan, itu ibarat kata. Jadi, jangan memaksakan diri dalam memotret kepemimpinan dalam perspektif dekotomik. Bukan begitu kawan? Hahaha.

Sabtu pukul 0:25 melalui seluler · Telah disunting · Suka

·

Moch Eksan Makasih Mas Khadafi. Sukses selalu buat kita semua. Amien.

10 Januari pukul 15:34 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Saya bangga menjadi politisi, tapi saya juga bangga pernah jadi dosen. Walaupun dosen luar biasa di STAIN Jember dan FKIP UIJ. Hahaha

10 Januari pukul 15:46 melalui seluler · Suka

·

M Saiful Anam Benar, mas Eksan, namanya pemimpin formal bgt. Dan klo ada orang mngatakan pemimpin adalam "pelayan" rakyat, apakah sampean pahami itu artinya bhw ia (sbg pemimpin) bisa disuruh apapun sesuka rakyat sbgmn aslinya pelayan (tanpa tanda kutip) yg tak punya kekuasaan dan wewenang? Mengapakah pernyataan yg demikian elementar tampak begitu sulit sampaean pahami Mas Eksa?

10 Januari pukul 16:15 melalui seluler · Suka

·

Moch Eksan Mas Anam, pemimpin formal itu tak selamanya pelayan Mas. Melekat di dirinya itu tugas, tanggungjawab dan wewenang yang diatur secara rinci dalam peraturan perundang2an. Coba Mas Anam baca UU No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Di dalamnya sudah jelas pasal-pasal yang mengatur hal2 tersebut. Apa perlu saya sebut pasalnya Mas Anam?.

10 Januari pukul 16:31 melalui seluler · Suka

·

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun