Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Biaya Politik Para Elit dan Beban Rakyat

27 Oktober 2019   14:11 Diperbarui: 22 Desember 2023   10:19 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: gibneydance.org

Mengapa demikian? Karena masyarakat sipil adalah satu kelompok atau ruang publik yang secara naluriah ingin terbebas dari keterlibatan atau intervensi pemerintah, di mana pun di seluruh dunia ini. Kecuali bagi rakyat yang tidak tahu seperti apa levelnya dalam sebuah negara demokrasi. Dua arus utama ideologi dunia yakni Kapitalisme Adam Smith dan Sosialis-Komunisme Karl Marx berujung pada tujuan akhir untuk menghapus peran negara.

Sampai negara mampu membuktikan hasilnya, kepentingan rakyat akan selalu bertolak belakang dengan kepentingan negara. Dalam zero sum game, bila negara butuh Rp 1 triliun ia sudah pasti mengambilnya dari rakyat, apakah dalam bentuk pajak, utang atau melepas aset negara, yang ditanggung oleh rakyat beserta keturunannya kelak.

Tidak peduli kita pernah memuja calon presiden A atau B, setiap kita menghisap sebatang rokok, atau memarkir kenderaan, menang undian atau gajian, hampir keseluruhan uang yang kita keluarkan, di dalamnya sudah ada komponen biaya yang akan disetor ke kas negara. Dan yang selalu menakutkan adalah nilai dan ragamnya yang terus merangkak naik. Barangkali di masa depan, hanya nafas manusia saja yang tidak dipajaki.

Persoalannya apakah uang itu kembali dalam bentuk fasilitas dan pelayanan publik? Persoalannya negara sudah mengambilnya di muka, tanpa ada jaminan akan kembali seperti apa, atau dipakai dengan cara apa. Apakah dunia usaha ikut membayar pajak? Hampir tidak, karena semua jenis pajak sudah dan akan mereka limpahkan ke end user (baca: jelata)

Kecuali negara mampu transparan seperti perusahaan go public, kita hanya percaya jarak jauh bila negara bilang mereka sedang defisit sana sini. Dalam perusahaan go public, neraca keuangan selalu terpampang, dan setiap pemegang saham meskipun hanya menanam 1 lot seharga Rp 500.000 mereka berhak hadir dalam RUPS untuk tahu bagaimana nasib uang mereka.

Rakyat adalah pemegang saham sah republik ini baik membayar pajak ataupun tidak, dan mereka berhak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Bagaimana nasib pajak dan kehilangan subsidi yang sudah mereka tanggung? Bila negara tidak mampu transparan, maka rakyat rentan untuk terus pada posisi zero dan elite negara selalu saja sum. Apa yang dapat dilakukan oleh uang sebesar Rp 25,59 triliun? Tanya pada Napoleon! ~MNT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun