Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

"Resilience" Ketangguhan dalam Hidup, Apa Kata Neuroscience?

15 September 2019   09:40 Diperbarui: 4 Mei 2020   11:42 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: https://idathome.ca

Setiap orang pasti menghadapi tantangan atau hambatan dalam hidupnya, seperti: kehilangan orang yang dicintai, tekanan pekerjaan, kegagalan (akademik, karir atau bisnis), menghadapi toxic people di sekitar, krisis keuangan, krisis rumah tangga atau relationship, bencana atau tragedi, mengalami diskriminasi, gangguan kesehatan, mendapat tekanan dari orang atau kelompok lain, dll.

Tantangan hidup ini bisa datang kapan saja, di saat kita masih kecil atau di saat kita sedang produktif atau di puncak karir misalnya. Juga di saat kita sedang membangun rencana hidup kita. Tantangan ini bisa datang bergantian atau datang sekaligus dalam satu waktu.

Mereka yang memiliki resilience (ketahanan atau ketangguhan hidup) akan lebih cepat pulih atau bangkit kembali, bahkan hanya terpengaruh sedikit. Namun mereka yang tak memiliki resilience akan terpengaruh atau terpuruk amat dalam dan untuk waktu yang lama. Mereka yang memiliki resilience yang akan bertahan atau bahkan tampil lebih baik dari yang lainnya.

Mereka yang tak memiliki Resilience akan sulit untuk bangkit kembali, sulit untuk menata kembali hidupnya, atau sulit untuk kembali menjalankan rencana-rencana hidup yang sudah disusun sebelumnya. Mereka tenggelam dalam depresi yang lama yang menghancurkan kesehatan serta relationships dengan pasangan hidup, anggota keluarga, teman dan lainnya. Bahkan depresi akhirnya mengubah perilaku dan karakternya menjadi buruk.

Kutipan dari World Health Organization website:

*    Depresi menyebabkan kerugian sebesar 1 triliun dolar per tahun secara global, karena depresi mengurangi produktivitas dan gangguan kesehatan.
*    Dari seluruh anggaran kesehatan, kebanyakan pemerintah di berbagai negara hanya mengalokasikan 3% saja untuk kesehatan mental masyarakatnya.
*    300 juta orang di seluruh dunia menderita depresi. Depresi merusak kesehatan, produktivitas, dan relationships.
*    Setiap 1 dolar yang dikeluarkan pemerintah sebuah negeri untuk menangani depresi di masyarakat akan menghasilkan 4 dolar, karena kesehatan dan kemampuan bekerja masyarakat yang membaik. Pemerintah pun menghemat uang dalam penyelenggaraan layanan kesehatan dan kesejahteraan.
*    Meski depresi bisa diobati dengan relatif mudah, namun di banyak negara, hanya 10% penderita depresi yang ditangani dengan baik. Penyebabnya antara lain, pengetahuan kesehatan yang rendah, dan stigma sosial pada penderita mental disorder ini.
*    Penderita depresi bisa saja tetap bekerja atau belajar di sekolah, dan bahkan melakukan aktivitas sosial lainnya, namun dengan kualitas yang terbatas.
*    Depresi meningkatkan risiko terkena diabetes dan sakit jantung. Namun diabetes dan sakit jantung juga meningkatkan risiko terkena depresi.

resilience-5d81ca750d82304a4334f8f3.jpg
resilience-5d81ca750d82304a4334f8f3.jpg
KONDISI OTAK YANG POSITIF ADALAH RESILIENCE YANG BISA KITA MILIKI

Sonja Lyubomirsky seorang neuroscientist menyampaikan: secara umum kita memiliki positivity (kondisi positif di otak) sebesar 50%. Sisanya (50% lagi) bergantung pada upaya kita untuk memiliki positivity sebesar 40% dan 10% lagi turun-naik bergantung pada peristiwa baik dan buruk di sekitar kita. Upaya kita untuk bisa memiliki positivity hingga 40% itu ada yang dimiliki secara alamiah. Namun ada juga yang dimiliki melalui proses belajar.

Kondisi otak yang positif adalah resilience yang bisa kita miliki. Menurut penelitian neuroscience: saat kondisi otak dalam keadaan positif, maka kita tak mudah stress atau depresi. Itu juga artinya: kita mudah untuk memecahkan masalah karena kecerdasan menjadi lebih baik, lebih kreatif, lebih inovatif. 

Tubuh pun tetap sehat, dan bahkan kita cenderung pada kebajikan. Jika kita mampu mempertahankan kondisi otak selalu dalam kondisi positif, maka kita disebut memiliki resilience.

Ada banyak pelajaran untuk memperoleh resilience yang bisa kita temukan melalui Googling. Dari sekian banyak pelajaran itu, kita akan melihat neuroscience memberikan pelajaran yang sederhana. Meski demikian itu bukan berarti mudah, jika tanpa mempraktekkannya secara sungguh-sungguh.


Apa yang diajarkan oleh neuroscience untuk memperoleh resilience?

Ada banyak neuroscientists di seluruh dunia yang telah melakukan penelitian tentang bagaimana untuk memiliki positivity atau resilience ini. Mereka mengajukan berbagai konsep. Di antara mereka ada Martin Seligman, Shawn Achor, Barbara Fredrickson, Sonja Lyubomirsky, dan lain-lain. Namun untuk tips praktis bagi semua orang untuk mempraktekkan apa yang telah ditemukan melalui penelitian para neuroscientists, di bawah ini adalah daftarnya menurut skala prioritas.

  1. Meditasi
  2. Bersyukur
  3. Melakukan kebajikan
  4. Relationships
  5. Berolahraga

Di bawah ini adalah penjelasan singkat dari masing-masing tips neuroscience untuk memperoleh resilience atau positivity. Sekilas nampak mudah, namun jika dipraktekkan butuh penjelasan yang panjang dan latihan yang juga panjang. Misalnya soal meditasi, akan banyak pertanyaan di seputar meditasi saat dipraktekkan. Begitu juga soal bersyukur yang dipraktekkan dalam bentuk “menulis jurnal” yang isinya adalah hal-hal positif yang terjadi pada diri kita atau di sekitar kita. Hal-hal positif ini terus dicari dan ditulis dalam jurnal yang kita sediakan. Ternyata menemukan atau menyadari adanya hal-hal positif itu berat atau tidak gampang.

MEDITASI

Lebih dari 2 dekade para neuroscientists di berbagai tempat di dunia melakukan penelitian pada meditasi. Ada beberapa kegiatan ibadah agama yang disebut mirip dengan meditasi, misalnya berdoa. Mereka kemudian menemukan cara bagaimana melakukan meditasi yang sederhana bisa mengubah kondisi otak menjadi positif, apalagi jika dipraktekkan untuk waktu yang lama. 

Para neuroscientists juga telah mendefinisikan tentang bagaimana cara melakukan meditasi. Mereka memberi sebutan untuk cara meditasi yang baik dengan sebutan "mindfulness meditation". Caranya hanya dengan memperhatikan atau fokus pada tarikan nafas masuk dan hembusan nafas keluar. 

Beberapa kali tarikan dan hembusan nafas saja sudah memberikan kondisi baik di otak, apalagi jika dilakukan bermenit-menit dan sering sepanjang hidup, bahkan sejak kecil (lihat tulisan saya yang lain).

BERSYUKUR

Bersyukur adalah tradisi yang bisa ditemukan di agama apa pun atau dalam kultur mana pun di dunia. Popularitas praktek bersyukur ternyata berkaitan dengan munculnya efek positif di otak. 

Mereka yang mudah bersyukur biasanya adalah mereka yang memiliki spiritualitas. Sedangkan spiritualitas ini ternyata memiliki efek positif pula di otak sebagaimana disebutkan dari hasil penelitian neuroscience.

Bersyukur dalam neuroscience tidak sama dengan bersyukur dalam tradisi agama. Bersyukur dalam neuroscience tak mudah, karena praktek ini adalah proses terus-menerus dalam menemukan hal-hal positif yang terjadi pada kita atau di sekitar kita sepanjang 24 jam terakhir. 

Hal-hal positif ini ditulis di atas kertas atau diketik dalam 1 atau 2 paragraf. Bersyukur menurut neuroscience ini disebut juga sebagai "menulis jurnal". Bersyukur ini ditulis sekali atau lebih setiap hari dan hal apa yang ditulis berganti terus (lihat juga tulisan saya yang lain mengenai ini).

MELAKUKAN KEBAJIKAN

Sebenarnya jika meditasi dan bersyukur sudah dilakukan, maka otak sudah cukup memiliki kondisi positif. Otak yang dalam kondisi positif ini lebih cenderung pada kebajikan. Namun neuroscience menganjurkan agar kita tak lupa untuk berusaha melakukan kebajikan setiap hari karena praktek melakukan kebajikan menghasilkan positivity di otak. Kebajikan bisa dilakukan dalam bentuk apa pun secara individual atau berkelompok (kegiatan sosial).

RELATIONSHIPS

Ada sebuah penelitian yang berusia puluhan tahun dan masih berlangsung hingga saat ini. Penelitian ini bahkan melibatkan 3 generasi yang dimulai sekitar tahun 1930-an tentang apa yang membuat orang menjadi sehat dan panjang umur. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata penyebab orang menjadi sehat dan berumur panjang bukan karena makanan sehat atau olahraga yang teratur.

Juga bukan kekayaan atau keturunan, tetapi adalah memiliki relationships yang mendalam dan baik, terutama dengan pasangan hidup dan anggota keluarga yang lain, seperti anak atau orangtua. Mereka yang memiliki relationships yang mendalam dan baik ini, biasanya juga memiliki relationships yang bagus pula dengan orang-orang lain.

Jadi, kita harus terus mencari cara untuk membangun atau memelihara relationships kita semampunya. Ada banyak artikel atau buku yang ditulis mengenai ini. Mulai mencarinya dengan cara melakukan Googling.

BEROLAHRAGA

Lalu mengapa kita membutuhkan olahraga, padahal penelitian menunjukkan kita tak membutuhkan olahraga untuk tetap sehat dan berumur panjang? 

Olahraga bisa berfungsi untuk membangun relationships dengan pasangan yang kita cintai atau anggota keluarga, atau juga dengan orang-orang lain. Jika kita sudah memiliki relationships yang bagus, tentu jika ditambah dengan olahraga, maka akan sempurna positivity atau resilience yang kita miliki. Mengapa? Karena olahraga memicu keluarnya hormon endorphin yang menghasilkan positivity di otak kita.

Tubuh yang aktif atau sering bergerak, membuat otak berfungsi lebih maksimal. Menurut studi neuroscience, tubuh yang aktif bergerak melalui olahraga dapat menangkal penuaan dini otak hingga 10 tahun. Tubuh yang aktif bergerak memperbaiki daya ingat dan kecerdasan. Jadi olahraga bukan hanya menyehatkan tubuh, tapi juga menyehatkan otak atau pikiran.

Semoga berguna.

M. Jojo Rahardjo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun