Mohon tunggu...
M Japar
M Japar Mohon Tunggu... Dosen Universitas Negeri Jakarta

Senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus George Floyd, dan Makna Kemanusiaan

4 Juni 2020   18:13 Diperbarui: 4 Juni 2020   18:10 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unjuk rasa atas kematian George Folyd. Sumber : Liputan6.com

Di tengah wabah Covid 19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, kita menyaksikan lewat media tentang peristiwa terbunuhnya seorang pria kulit hitam bernama George Floyd.

Peristiwa itu terjadi di Amerika Serikat, negara kampiun demokrasi dan hak asasi manusia. Kematian George Floyd memicu unjuk rasa dari banyak negara bagian di Amerika Serikat, bahkan hingga ke Belanda, Inggris, Australia dan Jerman.

Kita dapat menyaksikan banyak kota-kota di Eropa seperti Berlin dan London yang masyarakatnya turun ke jalan untuk berdemonstrasi menuntut keadilan.

Demonstrasi ini telah menyentuh rasa kemanusiaan karena dilakukan secara bersama-sama mulai dari warga kulit hitam, putih dan juga yang berkulit kuning (Asia). Gerakan sosial ini seakan ingin mengatakan bahwa warna kulit bukanlah untuk didiskriminasi, mereka berjuang untuk kesetaraan dan keadilan.

Kasus ini menusuk jantung kemanusiaan dengan pertanyaan "Apa makna manusia bagi manusia lain?" , " Bolehkah penguasa memperlakukan manusia secara tidak adil hanya karena perbedaaan warna kulit ?", "Sudah sejauhmana manusia di bumi berjuang untuk kemanusiaan?"

Manusia lahir tanpa bisa meminta warna kulit baik itu hitam, putih maupun kuning. Meskipun begitu, manusia dilahirkan dengan hak yang sama. Itu sudah menjadi given atau pemberian Tuhan.

Sebagai wujud penghormatan terhadap hak asasi yang dimiliki setiap orang, siapapun tidak boleh membenci orang lain karena sesuatu yang tak pernah bisa ia minta.

Seseorang tidak boleh membenci seseorang karena warna kulit, etnis, agama, jenis rambut atau ras yang dimilikinya. Bukankah Tuhan menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan menghormati satu sama lain?

Bila manusia memandang setara manusia lain, maka akan terbangun rasa simpati dan empati. Tidak ada yang memandang rendah manusia lain, mereka akan saling menghormati dan saling membantu. Itulah makna kemanusiaan yang sejati.

Makna kemanusiaan, merujuk kepada sifat-sifat manusia yang sebaiknya dilakukan sebagai seorang manusia. Itulah mengapa muncul ungkapan "memanusiakan manusia", karena tidak semua manusia berperilaku baik sebagai manusia.

Persoalan timbul karena banyaknya manusia yang berbuat tidak adil. Di rumah, masih ada seorang ayah mendiskriminasi anak-anaknya. Di masyarakat, masih ada pemimpin yang tidak bisa bersikap adil kepada warganya.

Diperparah dengan penguasa yang tidak mampu memperlakukan warga negaranya secara adil. Penguasa tidak bertindak sebagai pamong tapi lebih sebagai pangreh.

Tidak melayani tetapi dilayani. Perilaku-perilaku seperti ini yang mengkristal dan berujung pada lahirnya kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat tetapi berpihak pada kepentingan kekuasaan.

Sejarah telah banyak mencatat perjuangan manusia dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Di dalam konstitusi yang dimiliki setiap negara, telah dimuat pengaturan dan perlindungan terhadap hak asasi warga negaranya.

Setidaknya terdapat tiga teori tentang konsep negara hukum yang menjunjung persamaan di depan hukum terhadap setiap warga negaranya. Konsep tersebut yakni equality before the law (persamaan di depan hukum) yang bermula dari pemikiran A.V. Dicey di Inggris, kemudian subject to the law (semua kekuasaan tunduk pada hukum) yang merupakan dasar de rechstaat di Jerman, dan konsep the supremacy of law (supremasi hukum) yang merupakan pengakuan normatif dan empirik terhadap supremasi hukum yang mempunyai kedudukan tertinggi, konsep ini berasal dari Amerika Serikat.

Konstitusi diharapkan dapat menjadi pelindung bagi hak asasi manusia yang dimiliki warga negara agar penguasa tidak berbuat sewenang-wenang karena kekuasaan yang dimiliki. Hal ini dikarenakan ketika orang-orang diberikan power, mereka merasa mendapatkan impresi untuk mengendalikan orang lain yang tidak berdaya. Untuk itulah konstitusi hadir memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Namun, pelanggaran terhadap hak asasi manusia masih saja terjadi. Kematian George Floyd menunjukkan bahwa masih adanya penguasa yang bertindak sewenang-wenang dengan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Mengapa masih terjadi penindasan terhadap warga negara (manusia)? Mungkin kita harus bertanya pada diri kita, apakah kita sudah memandang orang lain dengan sederajat? Apakah kita sudah bisa membangun rasa simpati dan empati kepada orang lain sebagai sesama makhluk Tuhan?

Jawaban terhadap pertanyaan itu harus kita renungkan dan dijawab secara bijak. Jangan pula kita hanya bisa bertanya kepada rumput yang bergoyang seperti kata Ebiet G. Ade.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun