Mohon tunggu...
Edi Winarno AS
Edi Winarno AS Mohon Tunggu... Lainnya - Terus Belajar

Menyukai Dunia Tulis-Menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengatasi Empat Kendala Utama Dalam Rangka Optimalisasi Pembelajaran E-learning di Sekolah Dasar

11 Oktober 2017   22:16 Diperbarui: 13 Oktober 2017   08:07 9873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar terkait (dreamstime.com)

  •                                                                                                                                                                 

Pesatnya kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sekarang ini menuntut adanya transformasi pendidikan hingga jenjang pendidikan dasar (Sekolah Dasar). Salah satunya yaitu penerapan pembelajaran e-learning sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.

Sekolah Dasar bermutu adalah sekolah yang mampu memfungsikan seluruh komponen-komponen sekolah secara efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan proses pembelajaran yang kondusif sehingga tujuan pendidikan tercapai. Mengacu pada tiga misi Sekolah Dasar menurut Direktorat Pendidikan Dasar tahun 1997 (sekarang Dikdasmen), Bafadal (2006: 20) menyebutkan bahwa Sekolah Dasar yang bermutu baik adalah Sekolah Dasar yang mampu berfungsi sebagai wadah proses edukasi, wadah proses sosialisasi dan wadah proses transformasi.

E-learning dapat dikatakan sebagai usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar yang ada di sekolah ke dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet (Purbo & Hartanto, 2002). Sedangkan manfaat e-learning menurut Smaratungga (2009)   terdiri atas 4 (empat) hal, antara lain: meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (Enhance Interactivity), memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (Time And Place Flexibility), menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (Potential to Reach a Global Audience), dan mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (Easy Updating Of Content As Well As Archivable Capabilities).

Pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar tentu bukan bertujuan untuk menghapus secara total pola pembelajaran konvensional, tetapi untuk memperkuat model belajar melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Di sini memang akan terjadi pergeseran peran guru yang semula sebagai sumber utama informasi dan ilmu pengetahuan kemudian akan berpusat pada siswa.

Untuk itu, guru dalam proses pembelajaran yang mengintegrasikan TIK diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman belajar serta dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id/KelasMayaDua, 2017).

Pembelajaran e-learning merupakan sebuah konsekuensi logis dalam pola pembelajaran di Sekolah Dasar seiring kemajuan TIK di era  Generasi Z, yaitu orang-orang yang lahir di generasi internet atau generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet.

McCrindle Research Centre di Australia menyebutkan bahwa Generasi Z adalah sebagai orang-orang yang lahir pada rentang tahun 1995 sampai 2009. Jadi anak-anak Sekolah Dasar sekarang ini merupakan Generasi Z yang perlu mendapatkan pembelajaran e-learning untuk membentuk siswa yang berkecakapan Abad 21, yaitu 4C (communicative, critical thinking, collaborative and creative).

Mengatasi Empat Kendala Utama

Sayangnya penerapan pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar dinilai masih jauh dari optimal. Menurut hemat penulis ada empat kendala utama yang harus dibenahi dalam rangka optimalisasi pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar, pertama meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia/SDM Sekolah Dasar (Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan).

Kepala Sekolah Dasar dituntut memiliki kompetensi manajerial dalam hal mendayagunakan sumber daya sekolah untuk mengelola dan mengatur penggunaan fasilitas pendidikan secara efektif guna mendukung pelaksanaan pembelajaran, serta menempatkan personel yaitu guru dan karyawan dengan berlandaskan prinsip the right man on the right place,dalam hal ini terkait penerapan pembelajaran e-learning.

Dalam penerapan pembelajaran e-learning, guru dituntut memiliki kompetensi dasar antara lain: kemampuan membuat desain instruksional (instructional design) pembelajaran sesuai kaidah paedagogis,  penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka memperoleh materi ajar yang up to date dan berkualitas, dan penguasaan materi pembelajaran  (subject metter) sesuai keahliannya (Sutrisno, 2007:3).

Selain itu, guru juga dituntut mampu membuat konten bahan ajar yang menarik dan edukatif. Keunggulan multimedia pembelajaran (berupa teks, grafik, animasi, simulasi, audio, video) berbasis internet yaitu dapat memvisualisasikan konsep-konsep belajar sehingga akan menjadi lebih menarik bagi siswa Sekolah Dasar. Misalnya siklus air hujan, terjadinya tsunami, sistem Tata Surya, dan lain sebagainya.

Pembelajaran e-learning diharapkan dapat mengarahkan siswa Sekolah Dasar untuk memanfaatkan kemajuan TIK dalam hal positif yaitu meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan. Guru perlu memberikan bimbingan kepada siswa Sekolah Dasar terkait etika dalam pemanfaatan TIK untuk menghindari berbagai dampak negatif TIK sedini mungkin.

Peran karyawan Sekolah Dasar yang memiliki kompetensi TIK juga sangat penting misalnya bertugas untuk menjaga sistem  e-learning yang dimiliki Sekolah Dasar demi kelancaran proses pembelajaran e-learning. Jika terjadi suatu gangguan pada sistem e-learning, maka akan dapat segera diatasi.

Secara umum kepala sekolah, guru dan karyawan harus memiliki kompetensi TIK yang memadai. Dalam meningkatkan kompetensi TIK, beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain melalui diklat, seminar, workshop, dan bimbingan teknis terkait penerapan pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar. Selain itu perlu dibentuk forum diskusi misalnya melalui media sosial sehingga mereka dapat saling bertukar pikiran atau pengalaman (sharing) terkait pembelajaran e-learning.

Kedua, meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran e-learning. Sarana dan prasarana memang mutlak dibutuhkan agar proses pembelajaran e-learning menjadi optimal. Baik yang berupa komponen hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak). Komponen-komponen itu meliputi koneksi/ jaringan internet, komputer/ laptop, sistem, software e-learning, termasuk sarana dan prasarana pendukung.

Menurut Romi Satrio Wahono (2008), komponen yang membentuk e-learning antara lain: (1) Infrastruktur e-learning berupa personal computer (PC)/ laptop, jaringan komputer, internet dan perlengkapan multimedia. Termasuk  di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference. (2) Sistem dan aplikasi e-learning yaitu sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan konten, forum diskusi, sistem penilaian, sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem tersebut yaitu Learning Management System (LMS). LMS juga banyak tersedia secara open source sehingga pihak Sekolah Dasar dapat memanfaatkan dengan mudah dan murah. (3) Konten e-learning yaitu konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system. Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk multimedia interaktif atau konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa dan dapat disimpan dalam LMS sehingga dapat diakses oleh siswa kapan pun dan di manapun.

Proses pembelajaran e-learning pada saat ini, tentu harus disesuaikan dengan kondisi kemajuan zaman, misalnya menyediakan sistem e-learning dan konten pembelajaran yang mudah diakses oleh siswa Sekolah Dasar melalui gadget atau smartphone yang dimilikinya. Selain pembelajaran melalui sistem e-learning di sekolah, guru dan siswa juga perlu untuk melakukan pembelajaran di laman: http://m-edukasi.kemdikbud.go.id/medukasi/ untuk memperkaya konten pembelajaran, kemudian bisa untuk didiskusikan.

Ketiga, mengatasi kendala kondisi geografis. Meskipun menjadi salah satu kendala utama khususnya dalam penerapan pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar, namun kita tidak boleh berkecil hati dengan kondisi geografis kita yang memang memiliki wilayah yang sangat luas hingga ke pelosok pedesaan. Untuk membangun jaringan dengan kondisi geografis tersebut tentu membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang tidak sebentar.

Penyedia content delivery network (Akamai) pada 2016 merilis data koneksi internet negara-negara di dunia kuartal IV 2015, termasuk Indonesia. Disebutkan bahwa sebaran kecepatan internet cepat di Indonesia masih belum merata. Menurut Akamai, hanya 0,5 persen pengguna internet Tanah Air yang bisa menikmati kecepatan koneksi di atas 15 Mbps.

Oleh karenanya perlu terobosan pemerintah untuk mengatasi permasalahan kondisi geografis Indonesia. Upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini yaitu melalui Program Pita Lebar 2014-2019. Pembangunan infrastruktur internet ini selain untuk pemerataan hak akses internet juga berkaitan erat dengan pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat tertinggal dan juga pemerataan pendidikan.

Dalam hal ini pendidikan juga masuk sebagai salah satu sektor prioritas pembangunan pita lebar, yaitu untuk e-pendidikan. Dengan begitu pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar yang berada daerah terpencil atau pelosok pedesaan diharapkan segera dapat merasakan manfaatnya.

Keempat, mengatasi kendala biaya. Besarnya biaya untuk penyelenggaraan pembelajaran e-learning, dari pembelian sarana dan prasarana, biaya operasional, proses pengaplikasian pembelajaran e-learning menyebabkan banyak instansi pendidikan, termasuk Sekolah Dasar belum mampu menyelenggarakan ataupun masih jauh dari optimal.

Namun dengan tekad yang kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan, tentu bukan hal yang mustahil. Sinergi antara pihak sekolah dan pemerintah (baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) sangat penting dilakukan. Sebagai contoh yaitu fasilitasi Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk mendukung pengembangan e-learning bagi sekolah-sekolah.

Untuk mendukung pengembangan e-learning, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta akan memberikan fasilitas penunjang bagi sekolah yang belum memenuhi dari segi sarana dan prasarana. Kelengkapan sarana dan prasarana tersebut antara lain: web cam, jaringan internet dengan kecepatan yang memadai, pengeras suara, layar monitor yang kompatibel dan aplikasi (Tribun Jogja, 21/9/2017).

Pihak sekolah harus memanfaatkan secara efektif dan efisien dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BOS Daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pihak sekolah perlu bersinergi dengan Komite Sekolah sesuai Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah. Dalam Pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Tentu dana tersebut bukan pungutan, tetapi berupa bantuan dan/atau sumbangan yang diperoleh sesuai aturan perundang-undangan dan digunakan secara transparan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Selain itu perlu upaya kreatif dan inovatif untuk menjalin kerjasama dalam hal pengembangan kehidupan kemasyarakatan (community development) dengan pihak lain untuk mendukung pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar. Misalnya program community development dari perusahaan penyedia jasa internet yang menawarkan paket khusus internet gratis ataupun internet murah sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan. Dengan demikian diharapkan pembelajaran e-learning di Sekolah Dasar menjadi optimal dan dapat dijadikan salah satu pendukung menuju iklim pembelajaran Abad 21.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 Tentang Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 Tentang  Komite Sekolah

Hartanto, Antonius A. dan Purbo, Onno. W.2002. E-Learning berbasis PHP dan  MySQL. Jakarta: Elex Media Komputindo

Bafadal, Ibrahim. 2006. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi  Aksara

Harian Tribun Jogja. Disdik Anggarkan Infrastruktur E-learning dalam APBD 2018. 21 September 2017

Smaratungga. 2009. (online). http://smaratungga.ning.com diakses 11 Oktober 2017

Sutrisno. 2007. E-learning di Sekolah dan KTSP. (online). Tersedia   http://pendidikannetwork.co.id. diakses 11 Oktober 2017

Wahono, Romi Satria. 2008. Definisi dan Komponen E-learning. (online). http://ilmukomputer.com . diakses 11 oktober 2017

http://tekno.kompas.com/read/2016/04/01/19290007/Kecepatan.Internet.Indonesia.Naik.Dua.Kali.Lipat diakses 11 Oktober 2017

http://belajar.kemdikbud.go.id/KelasMayaDua  diakses 11 Oktober 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun