Tas desainer pertama yang dibeli dari gaji sendiri, jam tangan mahal yang dibeli setelah promosi kerja, atau sepatu desainer yang dibeli setelah lulus dari studi panjang---semua itu membawa nilai sentimental yang hanya bisa dipahami oleh orang yang mengalaminya.Â
Ini bukan tentang gengsi, tapi tentang mengabadikan momen kemenangan dalam bentuk yang nyata.
Dalam hal ini, konsumsi menjadi semacam ritual perayaan. Ia bukan tentang orang lain, tapi tentang hubungan kita dengan diri sendiri.Â
Kadang, satu benda bisa merepresentasikan tahun-tahun penuh pengorbanan yang telah dilalui, dan menjadi pengingat bahwa semua usaha itu tidak sia-sia.
Dorongan untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Penampilan sering kali menjadi bagian penting dari kepercayaan diri, terutama dalam dunia kerja atau lingkungan sosial yang kompetitif.Â
Barang-barang branded sering diasosiasikan dengan kesuksesan, rasa percaya diri, dan selera yang baik.Â
Maka tidak mengherankan jika sebagian orang merasa lebih siap menghadapi presentasi penting atau pertemuan bisnis jika mereka mengenakan pakaian atau aksesori dari brand ternama.
Dalam konteks ini, barang mewah bukan sekadar simbol status, tetapi alat bantu psikologis. Ia memberikan efek yang mirip dengan "armor" dalam pertempuran---menjadikan seseorang merasa lebih kuat, lebih siap, dan lebih yakin terhadap dirinya sendiri.
Meskipun terdengar dangkal bagi sebagian orang, kepercayaan diri adalah hal yang sangat personal.Â
Jika mengenakan sepatu mahal atau membawa tas berkelas bisa membuat seseorang merasa lebih berani untuk tampil dan berbicara, maka ada nilai produktif yang ikut menyertai keputusan konsumtif itu.
Barang Mewah Sebagai Investasi Bernilai
Di luar aspek emosional dan sosial, ada pula alasan yang bersifat ekonomis dalam pembelian barang mewah.Â