Pernah enggak sih kamu sedang mengeluh tentang kondisi keuangan, lalu respons yang datang justru terasa menyepelekan?Â
Misalnya ketika kamu cerita soal gaji yang tak kunjung naik, tabungan yang stagnan, atau tekanan hidup yang makin berat, lalu orang lain hanya menjawab,Â
"Yang penting masih bisa makan," atau, "Bersyukur dong, jangan ngeluh terus."Â
Kalimat-kalimat ini sekilas memang terdengar baik, tapi jika dipikir lebih jauh, justru bisa jadi penghalang bagi seseorang untuk melihat realitas dan berkembang.Â
Inilah yang disebut dengan toxic positivity, sebuah bentuk pemikiran positif yang berlebihan hingga menutupi kenyataan dan menghambat proses perbaikan.
Toxic positivity dalam keuangan bukan hanya datang dari luar, tapi juga sering kali berasal dari dalam diri kita sendiri.Â
Kita mengulang-ulang kalimat-kalimat manis demi menenangkan diri, tapi pada akhirnya malah menjerumuskan kita ke zona nyaman yang tidak sehat.Â
Artikel ini bukan untuk menghakimi siapa pun, melainkan sebagai ajakan refleksi bersama.Â
Apakah "positif" yang kita yakini selama ini justru membuat kita menyangkal realita finansial yang sedang kita hadapi?
Mari kita bahas satu per satu bentuk-bentuk toxic positivity dalam konteks keuangan yang sering muncul di kehidupan sehari-hari.