Setelah menulis, kembali Dessy letakkan Handphonenya diatas meja makan, untuk melanjutkan aktivitas rutin seperti biasa, untuk siap-siap membuka butik.
Sementara di kantor Catur mencoba, menghubungi yang sudah datang, untuk mengajak siapa saja nanti ingin ikut ke rumah sakit, untuk menengok bos, syukur kalau bos sudah sadar bisa sekalian mengucapkan selamat ulang tahun ke 41 untuk bos.
Baru selesai Catur mengumpulkan semua, tiba-tiba Bu Dita yang baru masuk kantor dari pintu utama sudah meraung dan menangis, bos sudah ngak ada-bos sudah ngak ada, ini ibu bos baru telpun dari rumah sakit mengabarkan bos sudah meninggal, bu bos beberapa kali telpun Catur tapi tidak diangkat, tadi saya masih di jalan, sudah dekat kantor bu bos nilpun sambal nangis mengabarkan bos sudah meninggal.
Catur bergegas keruangannya melihat handphone, ada dua belas kali panggilan, sebelas diantaranya panggilan dari istri bos dan satu panggilan dari Dessy.
Catur menghubungi handphone ibu bos, utnuk menanyakan kepastian, di peroleh keterangan benar, bos baru saja meninggal dan ini masih diruangan ICU rumah sakit, bu bos juga minta tolong Catur untuk segera ke Rumah Sakit, karena bu bos memang tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Catur, Bu Dita, Kang Ilos, Bang Jack Satpam dan dua orang pegawai kantor lain, staf Catur Bang Tito dan staf Dita Kang Dadang ikut ke Rumah Sakit.
Sesampai di Rumah Sakit mereka langsung menuju ruang ICU, hanya Dita dan Catur yang masuk ke dalam, sementara yang lain menunggu di depan ruang ICU, begitu pintu terbuka, sudah terdengar suara tangis ibu bos, Dita segera menghampiri dan memeluk ibu bos, Catur ikutan berdiri di samping Dita, sementara di tempat tidur, nampak sesosok tubuh yang di tutup kain selimut rumah sakit di sekujur tubuhnya.
"Ibu yang sabar, kasian bapak kalau ibu nangis terus." Hibur Dita
Ibu bos, masih sesegukan, masih di peluknya Dita erat-erat.
"Keluarga di jawa sudah di hubungi, bu ?" Tanya Catur
"Sudah."