Mohon tunggu...
Mirza Adi Prabowo
Mirza Adi Prabowo Mohon Tunggu... Psikolog Klinis

Psikolog klinis dengan minat pada membaca, menulis, fotografi, seni, dan dunia otomotif. Tertarik mengeksplorasi dinamika emosi, relasi manusia, dan proses penyembuhan jiwa. Menulis untuk menjembatani psikologi dengan kehidupan sehari-hari dan menyuarakan sisi humanis dari setiap pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Saat Kasih Sayang Orang Tua Gagal Dipahami Anak

10 Juni 2025   16:00 Diperbarui: 19 Juni 2025   18:59 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto by Mirza Adi Prabowo

Banyak orang tua merasa telah melakukan yang terbaik untuk anaknya memberi nasehat, memperingatkan, bahkan mengarahkan jalan hidup anak sejak kecil. Namun, realitas pahit sering muncul: anak justru tumbuh menjadi pribadi yang "membangkang" atau bahkan mengalami depresi. 

Mengapa ini bisa terjadi?

Apakah nasehat yang berlimpah belum tentu menumbuhkan anak yang bahagia dan sehat mental?

Nasehat Bukan Selalu Kasih Sayang

Dalam budaya kita, nasehat sering dianggap sebagai bentuk cinta. Namun secara psikologis, terlalu banyak nasehat bisa terasa seperti kontrol atau kritik terselubung bagi anak. Anak tidak selalu menangkap "niat baik" di balik nasehat. Yang mereka rasakan adalah tekanan, tuntutan, dan kadang penolakan terhadap perasaan atau keinginan mereka sendiri.

Apalagi jika nasehat diberikan dalam nada tinggi, berulang-ulang, atau tanpa ruang dialog. Anak cenderung menarik diri, melawan secara pasif (misalnya malas, tidak nurut), atau bahkan aktif (misalnya membangkang, melawan, berperilaku nakal).

Antara Nasehat dan Validasi Emosi

Anak membutuhkan lebih dari sekadar petunjuk hidup. Mereka butuh didengarkan. Divalidasi. Dipahami tanpa selalu dinasihati. Orang tua yang terlalu cepat memberi solusi cenderung melewatkan kesempatan membangun koneksi emosional yang sehat dengan anak.

Sebaliknya, anak yang merasa dipahami dan diterima cenderung lebih terbuka menerima masukan. Nasehat akan lebih bermakna jika disampaikan dalam relasi yang hangat, terbuka, dan tidak menggurui.

Dampak Psikologis dari Nasehat yang Terlalu Sering

Anak yang terus-menerus menerima nasehat tanpa empati bisa mengembangkan:

  • Perasaan tidak cukup baik                 Mereka merasa tidak pernah benar di mata orang tua.
  • Stres dan kecemasan                               Karena terus-menerus hidup dalam ekspektasi dan tekanan.
  • Depresi tersembunyi                             Terlihat "nakal", padahal sedang menjerit minta dipahami.
  • Self-esteem rendah                                       Anak merasa tidak punya kendali atas hidupnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun