Oleh : Muhamad Marjuki
Di tengah arus zaman yang tak lagi berjalan lurus. Ia berkelok,bergejolak dan kadang membingungkan. PMII berdiri di titik “antara”. antara idealisme dan pragmatisme, antara tradisi dan modernitas, antara suara dan kekuasaan. Ia bukan sekadar organisasi, melainkan ruang dialektika, penjaga nilai dan penata arah. Ia berdiri dipersimpangan antara tradisi dan transformasi.
Mahasiswa hari ini hidup dalam dunia yang serba cepat, penuh distraksi, dan kadang kehilangan arah. PMII hadir sebagai penanda, sebagai kompas yang tak hanya menunjukkan utara, tapi juga mengajarkan bagaimana membaca peta kehidupan. Di satu sisi, PMII membawa warisan nilai keislaman dan kebangsaan yang telah teruji oleh sejarah. Di sisi lain, ia ditantang untuk merumuskan ulang relevansi nilai-nilai itu dalam bahasa zaman: konten digital, narasi Gen Z, dan gerakan berbasis data.
Di tengah godaan pragmatisme dan kedekatan dengan kekuasaan, PMII dituntut untuk tetap menjadi suara yang jernih. Bukan gema, bukan bayang-bayang. Ia harus berani berbeda, berani berdiri, dan berani menyuarakan yang benar meski tak populer.
PMII hari ini bukan hanya bertahan. Ia harus tumbuh, menyala, dan menerangi jalan perubahan. Di titik perlintasan ini, PMII punya tugas mulia: menjaga arah, merawat nilai, dan melahirkan pemimpin yang berpikir dalam, bergerak nyata, dan berjiwa merdeka.
1. Antara Idealisme dan Pragmatisme
Mahasiswa hari ini hidup dalam dunia yang menuntut efisiensi dan hasil instan. Di satu sisi, PMII lahir dari semangat idealisme: keadilan, kebebasan, dan keberpihakan pada rakyat. Di sisi lain, realitas politik dan sosial memaksa gerakan untuk bersiasat. PMII harus mampu menjaga nyala idealisme tanpa terjebak dalam romantisme kosong, sekaligus merumuskan strategi yang membumi.
2. Antara Tradisi dan Modernitas
PMII membawa warisan nilai keislaman dan kebangsaan yang kaya. Namun, generasi hari ini hidup dalam dunia digital, budaya pop, dan algoritma. Tantangannya bukan sekadar mempertahankan tradisi, tapi mengemasnya dalam bahasa zaman. PMII harus menjadi jembatan antara akar dan awan—mengakar kuat, tapi mampu menjangkau langit.
3. Antara Suara dan Kekuasaan
PMII sering berada di ambang antara menjadi pengkritik dan bagian dari sistem. Ini bukan dilema, tapi peluang. Di sinilah pentingnya integritas dan keberanian moral. PMII harus tetap menjadi suara yang jernih, bukan gema kekuasaan. Ia harus berani berbeda, berani berdiri, dan berani menyuarakan yang benar.
Situasi “antara” bukanlah kelemahan. Ia adalah ruang pencarian, tempat di mana gagasan diuji dan keberanian diuji. PMII harus mampu menjaga nyala idealisme tanpa terjebak dalam romantisme kosong, sekaligus merumuskan strategi yang membumi. Ia harus menjadi jembatan antara akar dan awan mengakar kuat, tapi mampu menjangkau langit.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI