Mohon tunggu...
Cathaleya Soffa
Cathaleya Soffa Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Bersyukur dan jalani saja hidup ini. Man jadda wa jadaa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aphelion

7 Juli 2018   10:35 Diperbarui: 7 Juli 2018   12:25 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari itu mentari baru saja dihempas angin. Riuh oleh badai yang entah. Hingga ia terjatuh. Di sudut langit langit paling jauh. 

Pagi yang dingin adalah pagi yang menggigil. Beku yang dilontarkannya adalah gagu yang dadu. Kau katakan mentari akan menghangatkan. Tapi tidak untuk kali ini, kau keliru. 

Aku beringsut pergi. Mencari kayu. Mencari ranting ranting patah. Atau pecahan tembikar yang terserak di antara kerikil. Kukumpulkan puingnya. Kujadikan perapian. 

Dalam ruang penuh hingar bingar. Orang orang sibuk digigil beku yang menggigit. Ada amah abah uwak saudara dan anak anak yang diselimuti kabut pagi.

Tak lama, aku terbiar bermimpi. Memulai perjalanan menggapai matahari. Dengan sepasang sayap lengkap beserta bahan bakar doa dan ikhtiar. Jika suatu saat nanti kepak sayapku lemah. Maka aku masih bisa bertahan mencapainya. Jika pun tidak biar Tuhan yang memapahku kembali ke bumi.

Lalu aku berjingkrak. Setelah kudapati mentari masih sama binar cahayanya. Hatiku berlompatan. Kakiku riang tralala trilili... nanana nanana... nanana... nanana. Aku menari samba antah barantah.

Aku sampai kepadanya. Lantas kutitipkan pesan. Jangan jauh jauh darinya. Hangat sapamu. Cahaya cintamu. Adalah kehidupan.

Ciputat, 7 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun