Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Bilur Penyesalan

13 Juni 2021   21:04 Diperbarui: 13 Juni 2021   21:09 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SUMBER GAMBAR: pinterest.com/akathul2002

Apalagi semenjak bergabung dalam kelompok itu, suaminya sudah jarang berkumpul dengan para tetangga. Ke masjid pun hanya waktu tertentu. Bahkan kadang amat jarang. Suaminya lebih sibuk dengan urusannya di depan laptop.

" Pak. Saya ingin kejujuran dari Bapak," tanya sang istri ketika dirinya pulang tengah malam.
" Soal apa?," jawab lelaki itu dengan penuh curiga.
" Apakah Bapak ikut dalam kelompok teroris yang melakukan pengeboman di Kota," selidik istrinya.
Lelaki itu kaget setengah mati. Jantungnya hampir copot. Wajahnya tiba-tiba berubah bak kain kafan.

" Saya sedang mencari surga,Bu," jawabnya.
" Apakah dengan cara membunuh manusia yang tak berdosa?," tanya istrinya. Dia hanya terdiam. Tak sepatah katapun terlontar dari mulutnya. Malam makin hening. Rembulan makin menjauh.

Aksi kelompok hitam yang diikutinya hari itu sukses melakukan aksi teror di sebuah Mall di Kota. Penghuni Kota ketakutan. Aparat keamanan disiagakan. Petinggi negeri pun mengecam keras aksi terkutuk itu.
" Kami mengutuk keras perbuatan tak berperikemanusian itu. Dan kepada aparat keamanan, saya perintahkan untuk mengusut tuntas kasus itu. Dan kejadian seperti ini tidak boleh terulang kembali di negeri cinta damai ini," ujar petinggi negeri yang disiarkan secara langsung oleh media televisi.

Dan seperti biasanya, usai melaksanakan aksinya,  lelaki setengah bayah itu pulang ke rumah saat orang-orang mulai ke pembaringan.. Selalu tengah malam. Namun lelaki itu kaget setengah mati saat melihat orang-orang berkmpul di halaman rumahnya. Sejumlah aparat keamanan tampak berjaga. Sementara sebuah mobil ambulance tampak terparkir di depan rumahnya. Sejuta pertanyaan menggumpal dalam jiwanya. Dadanya berdegup kencang. Langkahnya pun terburu-buru bak koruptor yang dikejar KPK.

Lelaki itu bergegas melangkah menuju rumahnya. Sejumlah warga menyongsongnya. Kesedihan tampak dari wajah-wajah para tetangganya. Mulai dari tetangganya, Pak RT hingga Pak pejabat Kabupaten berada di rumanya. Rumahnya ramai bak pasar malam.
" Ada apa ini, Pak," ujarnya dengan sejuta tanya kepada orang-orang yang berkerumun di halaman rumahnya.

" Mohon hendaknya Bapak bersabar dan tawakal atas semua ini,," jawab Pak Lurah dengan nada suara menghibur.
" Iya. Tapi apa yang terjadi dengan keluarga saya yang sebenarnya Pak?," tanyanya lagi penuh kebingungan.
" Istri dan anak Bapak menjadi korban bom di Mall tadi siang," jelas Pak Lurah. Mendengar penjelasan itu, dirinya langsung roboh di tanah.

Usai menjalani masa tahanan  lima tahun lebih, lelaki setengah baya  itu kembali ke Kampung halamannya. Lelaki itu bertekad untuk melawan aksi teroris sekaligus sebagai bentuk penyesalannya yang teramat dalam terhadap kematian istri dan anaknya yang menjadi korban keganasan bom yang pernah dirakitnya. lelaki itu terus bergerilya dari Kampung ke Kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, dirinya terus mengkampanyekan tentang aksi melawan teroris.
" Menjadi pelaku bom bunuh diri bukanlah jalan menuju surga," kampanyenya dengan suara bak orator. menggelegar.
" Itu adalah perbuatan dosa besar karena membunuh orang-orang tak bersalah. Melenyapkan nyawa manusia bukanlah tindakan terpuji," ujarnya dengan nada garang.

Lelaki setengah baya itu terbangun dari kisah duka. Kisah lama yang amat kelam. Bahkan teramat hitam dalam catatan sejarah perjalanan hidupnya di dunia ini. Suara desis anjing liar yang berdesis mengejar mangsanya di hutan kecil samping rumahnya mengejutkannya. Sementara suara reporter televisi masih terus bergemuruh menyiarkan siaran langsung.

Lelaki itu masih terdiam di halaman rumahnya. Sediam alam raya. Pandangannya masih nanar. Teramat nanar. Tatapan matanya penuh kebencian yang mengalir dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Ada kebencian yang belum tertuntaskan. Sementara desis suara anjing hutan  masih mendengus mencari mangsa hingga cahaya mentari tiba.

Toboali, Minggu malam 13 Juni 2021

Salam sehat dari Toboali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun