Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dua Perempuan

24 Maret 2021   15:30 Diperbarui: 24 Maret 2021   23:30 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kanalmu.com

" Urus Ibumu dengan baik,Nak. Ibumu adalah orang yang telah melahirkanmu ke dunia ini, sehingga engkau bisa menikmati segala keindahan dunia ini," nasehat para tetua Kampung.

" Kamu harus banyak istigfar. Banyak bersabar. Dan tentunya, jangan lupa untuk berdoa kepada Sang Maha Pencipta memohon diberikan ampunan dan kemudahan," tutur tetua Kampung lainnya. 

Hati ku lega. Bahkan teramat lega mendengar nasehat mereka, para tetua Kampung. Soal ada warga yang mengucilku dari pergaulan itu soal lain. Soal masih ada warga yang enggan menyapa dalam pergaulan sehari-hari, itu perkara lain. Aku tetap menjaga Ibu. Dan tidak boleh seorang pun yang boleh menghina Ibu ku. Tidak boleh ada seorang pun yang boleh bicara buruk tentangnya.

Usai sholat Isya berjemaah di Masjid, aku melangkah menuju rumah. Cahaya rembulan mengiringi langkah ku. Jantung ku tiba-tiba berdetak dengan sangat cepat saat melihat ke arah rumah ku. Tepatnya di teras rumah ku. Tampak  Ibu bersama seorang perempuan. Siapakah perempuan itu? Kenapa Ibu tak mengamuk? Sudah menjadi kebiasaan Ibu,  kalau kedatangan orang asing ke rumah, selalu dan dipastikan mengamuk. Tapi yang kulihat dengan mata kepala ku, Ibu malah tertawa terbahak-bahak. Ada kegirangan di nada suaranya. Ada kebahagian yang bergema di narasi suaranya. Mereka bercanda. Seolah sudah saling mengenal.

Aku mempercepat langkah kaki ku. Terasa sangat ringan langkah kaki ku menuju rumah. Dan jantung ku kembali berdegup dengan kencang, saat aku tahu siapa wanita itu. Dia adalah teman kuliah ku dulu.

"Aku akan menyayangi Ibu mu sebagaimana aku menyayangi Ibu ku yang telah tiada. Dan aku juga menyayangimu. Mencintaimu," ujarnya. Aku terdiam. Sejuta senyuman ku umbar kepada dua wanita itu. Dan aku pun bergegas meninggalkan mereka berdua, dua perempuan yang sangat ku sayangi. Degan langkah kaki yang sangat tergopoh-gopoh, aku menuju rumah Pak penghulu Kampung. Aku ingin segera mengabarkan kepadanya bahwa aku ingin segera menikah dengan seorang wanita yang bukan hanya mencintai diri ku semata, tapi wanita itu menyayangi Ibu ku dengan tulus dan ikhlas. 

Toboali, rabu, 24 Maret 2021

Salam dari Kota Toboali, Bangka Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun