Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Perempuan Itu

22 Maret 2021   12:00 Diperbarui: 22 Maret 2021   12:10 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Facebook.com/eyecandyphotograph

Cerpen : Perempuan Itu...

Hujan belum reda. Sesekali petir menyambar. Cahaya kilat memecah kegelapan. Perempuan itu menuju jendela. Menatap keluar jendela. Tatapan matanya amat tajam. Jalanan Kampung amat sepi. Tak ada orang yang lewat. Dalam suasana hujan seperti ini, para warga kampung lebih berbahagia berdiam di rumah bersama istri dan anaknya. Lantas dia mematikan lampu. Cahaya dalam rumahnya menjelma remang-remang.Perempuan itu segera merebahkan diri di kursi di ruang tamunya. 

Seorang lelaki setengah baya berjalan mengendap-endap. Melewati rimbunnya semak belukar yang ada di belakang perkampungan warga. Menahan rasa dingin tubuhnya yang diguyur air hujan. Dan akhirnya sampai juga dia dibelakang sebuah rumah. Perempuan muda itu kaget setengah mati. Ada suara ketukan dari arah pintu dapurnya. 

" Siapa," tanyanya dengan segumpal rasa takut sembari menuju ke arah pintu dapur rumahnya.

" Aku," jawab lelaki setengah baya itu.

" Aku siapa?," perempuan itu kembali bertanya.

" Pak Kepala kampung," Suara itu terdengar pelan.

Perempuan muda itu membuka pintu. Dihadapannya terlihat Pak Kepala Kampung dengan baju basah kuyup. 

" Ada apa Pak?," kembali dia bertanya.

" Bolehkah aku masuk," ujar Pak Kepala Kampung. Perempuan muda itu mempersilahkan Pak kepala Kampung masuk dengan nafas yang terengah-engah. Ketakutan menguyur seluruh tubuhnya. Tangannya gemetar saat dia menutup pintu belakang rumahnya. Sebelum menutup rapat pintu dapur rumahnya, matanya menatap sekitar belakang rumahnya yang gelap. Cahaya kilat yang memecah kegelapan malam,membantu matanya menatap sekitarnya. Sepi senyap. Dedaunan belakang rumahnya pun diam.

Pak Kepala Kampung duduk di kursi yang tadi ditiduri perempuan muda itu. Nafasnya turun naik menggambarkan sebuah kegelisahan berbalut rasa ketakutan yang menjalar dalam jiwanya. Mata jalangnya menatap perempuan muda itu.  Sementara perempuan muda itu berdiri mematung dekat jendela. Tak ada suara. Hening. Sepi. Matanya kembali menatap keluar jendela. Jalanan Kampung sunyi senyap. Hujan masih belum reda. Petir dan cahaya kilat saling berbagi kasih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun