Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Tanpa Cahaya

11 Juni 2017   17:39 Diperbarui: 8 September 2017   12:28 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam makin menjauh. Meninggalkan perempuan muda itu yang masih terlelap dalam kemaksiatan malam. Perempuan yang masih terkukung dalam birahi sesaat. Perempuan yang masih terus berjungkir balik melawan hawa nafsu pembayarnya hingga dirinya terkapar diujung ranjang yang penuh aib. Lembaran- lembaran uang kertas  dilemparkan para pemuas nafsu ke arah tubuhnya yang masih bugil tanpa kasih sayang. Ya, tanpa kasih sayang malam.

Perempuan itu kembali ditinggalkan malam yang sudah menjauh. Suara azan subuh dari masjid mengagetkannya. Menyentak nurani keibuannya. Dia harus lekas-lekas tiba di rumah sebelum anaknya ke sekolah. Jangan sampai anaknya tahu. jangan sampai buah hati semata wayangnya tahu dengan pekerjaannya. Sudah sekian  lama, dia selalu berbohong kepada anaknya tentang pekerjaannya yang sebenarnya. Dia tidak mau anaknya tahu profesi bejat dirinya. Sama sekali dia tak ingin anaknya malu dengan perilaku hitamnya yang harus dilakoninya walaupun dengan jiwa yang tersiksa.

" Ibu kerjaannya apa sih," tanya anaknya setiap dirinya akan keluar rumah pada malam yang bening.

" Ibu bekerja sebagai pembantu," jawabnya.

" Tapi kok malam kerjanya? Biasanya kan orang bekerja sebagai pembantu itu  pagi hari,' usut anaknya dengan narasi penuh selidik.

" Ibu kebagian shif malam," jawabnya. " Udah Ibu pergi dulu ya. Ntar keburu malam," sambungnya menutup pembicaraan dengan anaknya.

___

Perempuan muda itu sama sekali tak menyangka, dirinya harus terkubang dalam dunia malam yang berbalut dosa ini saat tiba di Kota ini. Kota yang kata temannya menawarkan sejuta kenikmatan hidup dan bisa membahagiakan dirinya, ternyata hanya isapan jempol semata. Kota yang kata temannya bisa membuat orang bahagia dengan segala keindahannya, ternyata cuma bohong belaka.

" Kamu kalau di Kota pasti sudah kaya," ujar teman sekampungnya yang tinggal di Kota.

" Mana mungkin tanpa ijazah bisa kaya di Kota," jawabnya dengan nada heran.

" Aku ini buktinya," ujar temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun