Beberapa patah kata
jatuh dari langit
di lantai perpustakaan
yang sepi setelah buku-bukunya
banyak yang mati
dibunuh waktu, atau
terbunuh rindu
Seorang pujangga
yang menyebut dirinya
penyamun tak punya hati
mencoba memulung, diam-diam
dia tidak diijinkan
bahkan untuk memasuki pekarangan perpustakaan
yang menolak siapa saja
orang yang pernah menganiaya waktu, sekaligus
seringkali menikam rindu
Kata-kata itu berserakan
di bawah kolong meja, jepitan kaki kursi
hingga terselip di antara
lorong panjang almari
terlunta-lunta seperti duafa
yang tak mengenal kemewahan waktu, juga
betapa berhalanya rindu
kata-kata itu bermetamorfosa
di sebuah pagi yang semenjana
di negeri khatulistiwa
menjadi kupu-kupu
yang pada sepasang sayapnya
terukir almanak
ibunda dari waktu
yang saat itu juga
melahirkan anak-anak rindu
Pontianak, 14 Desember 2019