Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menyalakan Lilin yang Mati

18 September 2019   19:02 Diperbarui: 18 September 2019   20:52 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nyala lilin di padang gulita 
menjadi sebesar matahari ketika orang hanya bisa meraba-raba 
setelah sebelumnya senja cuma sanggup bersandar di trotoar, kelelahan 
lalu minta dihangatkan lampu-lampu jalanan 

semua sedang bicara tentang cahaya
di meja kerja, untuk mengeja
di ruang pustaka, untuk membaca
di istana, untuk menyusun banyak prakata
di neraka, untuk menerangi jalan menuju surga

saat jiwa-jiwa dilumpuhkan pesan-pesan yang bersliweran
sajak dan puisi diasah menjadi kelewang
esai dan narasi digerinda menjadi pedang
pidato dan orasi lantas menyihir segalanya menjadi lekang

para pemimpin duduk paling depan
menyisihkan sedikit waktu luang untuk menyaksikan lalu-lalang
orang-orang yang menundukkan muka
sambil merapikan kumpulan batu di kepala

mereka hendak membuat bangunan
atau mungkin juga bendungan
asa dan murka telah berkawin silang
berhibrida menjadi pasal-pasal jalang

ketika mereka menyalakan kembali lilin yang mati
padang gelap tak bisa lagi diterangi
kaktus dan ilalang terlalu rapat
melukai dengan cara menyayat-nyayat

orang-orang itu lalu memutuskan menjadi zombi
tak ada guna menjadi manusia lagi

Pelalawan, 18 September 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun