Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

18 Maret 2019   07:22 Diperbarui: 18 Maret 2019   07:33 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terjadi perdebatan yang cukup sengit antara Arya Dahana dan Putri Anjani sejak mereka mendarat kembali di daratan Jawa.  Arya Dahana mengingatkan bahwa tugas pertamanya sudah selesai.  Dia akan menyusul ke Istana Timur tepat nanti pada saat purnama keduabelas saka ini.  Putri Anjani bersikeras bahwa pemuda itu harus menemaninya sekarang.  

Cekcok itu berakhir saat Arya Dahana mengancam tidak mau menuruti lagi permintaan Putri Anjani biarpun dia harus mati untuk menebus hutang nyawanya.  Putri Anjani akhirnya mengalah dan pergi ke timur sendirian, namun dengan pesan keras bahwa Arya Dahana harus datang di waktu yang dijanjikan.  Jika tidak, maka Putri Anjani akan meminta nyawa orang yang dikasihinya sebagai tebusan.

Arya Dahana mempunyai firasat buruk ketika mereka berdua mendengarkan dengan diam-diam rencana Raja Iblis Nusakambangan terhadap benteng Bantar Muncang.  Pemuda itu merasa bahwa Dewi Mulia Ratri pasti ada di benteng Bantar Muncang.  Dia mengkhawatirkan keselamatan gadis itu.  

Penyerbuan ini termasuk besar besaran.  Ribuan pasukan yang dipimpin tokoh-tokoh kelas tinggi memberikan pertanda bahwa penyerbuan akan dilanjutkan terus hingga ke pusat ibukota. 

Benar saja.  Saat pemuda ini sampai di Bantar Muncang.  Telah terjadi pertempuran hebat antara Dewi Mulia Ratri melawan Panglima Kelelawar, Bimala Calya dan Ardi Brata melawan orang tua aneh yang dilihatnya di Pulau Kabut.  Dia tiba tepat pada waktunya.  Saat Dewi Mulia Ratri hampir saja dihabisi oleh Panglima Kelelawar. 

Sekarang dia menunggu dengan cemas bagaimana kondisi gadis yang terluka cukup hebat itu setelah ditangani oleh tabib benteng.  Pemuda ini tenggelam benar-benar dalam lamunan dan samadinya.  Namun secepat itu pula tersadar ketika didengarnya pintu berderit membuka.  Tabib benteng keluar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang botak.  Arya Dahana melihat dengan cemas dan bergegas menghampiri.

"Bagaimana kondisinya Tabib?  Kenapa andika terlihat cemas?"

Tabib itu terperangah kaget ditanya begitu tiba-tiba.  Tapi segera memperbaiki sikapnya dan menjawab halus.

"Keadaan gadis itu cukup mengkhawatirkan.  Luka dalamnya cukup parah.  Apalagi pukulan yang mengenainya adalah pukulan langka dan luar biasa.  Aku hanya bisa memberinya obat penahan sakit.  Luka dalamnya membingungkan.  Aku harus pergi ke tabib istana untuk menanyakan apa yang bisa dilakukan untuk menyembuhkannya."

Arya Dahana terkejut.  Tanpa bertanya lebih lanjut, pemuda ini memasuki kamar Dewi Mulia Ratri dan memberi isyarat agar semua orang keluar ruangan.  Pemuda ini meraba denyut nadi gadis yang sudah siuman namun berwajah sangat pucat ini dengan hati-hati.  Denyut nadinya lemah dan tidak teratur.  Dipegangnya leher gadis itu perlahan.  Arya Dahana terjengit kaget.  Tubuhnya panas bukan main.  Betul-betul membara.  Luar biasa memang akibat pukulan Bayangan Matahari.  Dan ini bukan terkena pukulan secara langsung.  Pemuda ini bergidik.  Bagaimana jika terkena pukulan langsung?

Diam-diam dia membayangkan, dia juga mempunyai ilmu pukulan yang sama.  Kembali dia bergidik.  Mulai sekarang dia harus sangat berhati hati dalam menggunakan pukulannya ini.  Orang akan tewas mengenaskan atau hidup namun sangat menderita jika terkena. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun