Terjadi perdebatan yang cukup sengit antara Arya Dahana dan Putri Anjani sejak mereka mendarat kembali di daratan Jawa. Â Arya Dahana mengingatkan bahwa tugas pertamanya sudah selesai. Â Dia akan menyusul ke Istana Timur tepat nanti pada saat purnama keduabelas saka ini. Â Putri Anjani bersikeras bahwa pemuda itu harus menemaninya sekarang. Â
Cekcok itu berakhir saat Arya Dahana mengancam tidak mau menuruti lagi permintaan Putri Anjani biarpun dia harus mati untuk menebus hutang nyawanya. Â Putri Anjani akhirnya mengalah dan pergi ke timur sendirian, namun dengan pesan keras bahwa Arya Dahana harus datang di waktu yang dijanjikan. Â Jika tidak, maka Putri Anjani akan meminta nyawa orang yang dikasihinya sebagai tebusan.
Arya Dahana mempunyai firasat buruk ketika mereka berdua mendengarkan dengan diam-diam rencana Raja Iblis Nusakambangan terhadap benteng Bantar Muncang. Â Pemuda itu merasa bahwa Dewi Mulia Ratri pasti ada di benteng Bantar Muncang. Â Dia mengkhawatirkan keselamatan gadis itu. Â
Penyerbuan ini termasuk besar besaran. Â Ribuan pasukan yang dipimpin tokoh-tokoh kelas tinggi memberikan pertanda bahwa penyerbuan akan dilanjutkan terus hingga ke pusat ibukota.Â
Benar saja. Â Saat pemuda ini sampai di Bantar Muncang. Â Telah terjadi pertempuran hebat antara Dewi Mulia Ratri melawan Panglima Kelelawar, Bimala Calya dan Ardi Brata melawan orang tua aneh yang dilihatnya di Pulau Kabut. Â Dia tiba tepat pada waktunya. Â Saat Dewi Mulia Ratri hampir saja dihabisi oleh Panglima Kelelawar.Â
Sekarang dia menunggu dengan cemas bagaimana kondisi gadis yang terluka cukup hebat itu setelah ditangani oleh tabib benteng. Â Pemuda ini tenggelam benar-benar dalam lamunan dan samadinya. Â Namun secepat itu pula tersadar ketika didengarnya pintu berderit membuka. Â Tabib benteng keluar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang botak. Â Arya Dahana melihat dengan cemas dan bergegas menghampiri.
"Bagaimana kondisinya Tabib? Â Kenapa andika terlihat cemas?"
Tabib itu terperangah kaget ditanya begitu tiba-tiba. Â Tapi segera memperbaiki sikapnya dan menjawab halus.
"Keadaan gadis itu cukup mengkhawatirkan. Â Luka dalamnya cukup parah. Â Apalagi pukulan yang mengenainya adalah pukulan langka dan luar biasa. Â Aku hanya bisa memberinya obat penahan sakit. Â Luka dalamnya membingungkan. Â Aku harus pergi ke tabib istana untuk menanyakan apa yang bisa dilakukan untuk menyembuhkannya."
Arya Dahana terkejut. Â Tanpa bertanya lebih lanjut, pemuda ini memasuki kamar Dewi Mulia Ratri dan memberi isyarat agar semua orang keluar ruangan. Â Pemuda ini meraba denyut nadi gadis yang sudah siuman namun berwajah sangat pucat ini dengan hati-hati. Â Denyut nadinya lemah dan tidak teratur. Â Dipegangnya leher gadis itu perlahan. Â Arya Dahana terjengit kaget. Â Tubuhnya panas bukan main. Â Betul-betul membara. Â Luar biasa memang akibat pukulan Bayangan Matahari. Â Dan ini bukan terkena pukulan secara langsung. Â Pemuda ini bergidik. Â Bagaimana jika terkena pukulan langsung?
Diam-diam dia membayangkan, dia juga mempunyai ilmu pukulan yang sama. Â Kembali dia bergidik. Â Mulai sekarang dia harus sangat berhati hati dalam menggunakan pukulannya ini. Â Orang akan tewas mengenaskan atau hidup namun sangat menderita jika terkena.Â