Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

16 Maret 2019   08:06 Diperbarui: 16 Maret 2019   08:27 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelas bahwa gadis ini tidak mengatasnamakan Galuh Pakuan, karena tadi terlontar kalimat tidak peduli terhadap benteng Galuh Pakuan.  Lagipula daripada berkeringat dan berdarah bertempur dengan dua muda mudi yang sangat tangguh ini, terutama pemuda tengil yang sekarang dengan seenaknya duduk di sebuah batu, bukankah lebih baik menggiring mereka menjauhi daratan dan mengirim mereka ke Pulau Kabut.

Nini Cucara yang terlihat paling cerdas di antara mereka melihat raut muka Raja Iblis Nusakambangan.  Nenek ahli sihir ini mengangguk anggukkan kepala tanda setuju.  Si Raja Iblis melihat ini.  Tokoh sesat ini lalu berseru.

"Baiklah Putri Anjani.  Aku luluskan permintaanmu.  Hulubalang....siapkan satu perahu untuk mengantar mereka berdua ke Pulau Kabut."

Hulubalang Kelabang menganggukkan kepala.  Dia langsung mengantar Arya Dahana dan Putri Anjani menuju sebuah perahu yang segera saja mengantar mereka berdua menuju Pulau Kabut.

Perjalanan menuju pulau kabut kali ini agak nyaman.  Tukang perahu hafal jalanan dan alur laut menuju pulau itu.  Mereka tidak harus melalui banyak rintangan seperti saat mereka dulu mengendarai gelondongan kayu Maja. 

Menjelang sore, mereka memasuki perairan yang sangat tenang dengan air seperti kolam.  Kabut misterius juga mulai menyelimuti permukaan laut.  

Samar samar bermunculan karang-karang besar.  Tidak terlalu terlihat karena tertutupi oleh kabut yang semakin lama semakin menebal.  Perairan ini sangat berbahaya bagi siapapun yang tidak mengenal alurnya.  Putri Anjani bergidik.  

Sehebat-hebatnya ilmu seseorang, jika kapal atau perahu mereka tenggelam di sini, dia tidak yakin orang itu bisa selamat.  Selain airnya luar biasa dingin, juga karena perairan ini dipenuhi hewan-hewan buas lautan seperti ular laut dan ikan hiu.     

Arya Dahana memperhatikan dengan seksama bagaimana perahu ini dengan lincah berbelok-belok di antara karang-karang yang tiba-tiba muncul di hadapan.  Tukang perahunya menggunakan caping lebar dengan wajah ditutupi oleh kain penutup hingga hanya matanya saja yang terlihat.  

Orang orang misterius yang menghuni sebuah pulau misterius.  Kerajaan misterius dengan pimpinan misterius.  Apalagi kerajaan misterius ini konon disokong oleh Ratu Laut Selatan.  Sang Penguasa Laut Selatan.  Pikiran Arya Dahana melayang-layang ke saat dimana dia dan Dyah Puspita pernah berjumpa dan berseteru dengan Ratu Gaib itu. 

Betapa mereka dibuat tak berdaya sama sekali.  Kemampuan ratu gaib itu tidak bisa ditandingi dengan ilmu kanuragan biasa.  Terlalu banyak sihir aneh dan ajaib yang dimiliki oleh penguasa laut selatan itu.  Dia teringat bagaimana Dyah Puspita membelanya mati-matian saat dia masih menderita penyakit aneh akibat hawa pukulan yang selalu membalik ketika dia diliputi kemarahan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun