Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

10 Desember 2018   22:04 Diperbarui: 10 Desember 2018   22:05 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bab VII

Sehebat hebatnya datang kesulitan
Sesulit sulitnya mempertahankan perjuangan
Seputus putus asanya semangat dan harapan
Terkadang kita mendapatkan keajaiban.
Tuhan tak pernah tidur
Diberinya cobaan dan ujian
Dianugerahkannya pula keajaiban
Karena itu...
Jangan sekalipun pernah kau lupakan Tuhan.

 

Bab VIII

Tengah Danau Ranu Kumbolo.  Gelombang dan badai semakin keras.  Perahu perahu yang ada di tengah danau itu seperti mainan yang dihempas kesana kemari.  Rupanya dari arah lain banyak juga perahu perahu lain yang datang bergabung.  Perahu perahu berwarna merah dengan orang orang berbaju merah di atasnya.  

Perkumpulan darah malaikat mengirimkan juga utusannya untuk memperebutkan kitab ajaib itu.  Puluhan perahu itu terombang ambing dahsyat dihantam badai dan gelombang yang semakin menggelora.  Anehnya, persis di titik pusat danau seluas 100 lingkaran perahu besar, airnya sangat tenang seperti cermin.  Orang orang berusaha sedapat mungkin mendekati titik pusat danau itu.  Namun kencangnya angin dan tingginya gelombang membuat usaha itu seperti sia sia.  Belum ada satu perahu pun yang sanggup sampai di tengah tengah danau.

Dewi Mulia Ratri tidak terkecuali.  Dia harus mengerahkan kemampuannya agar perahu itu tidak terbalik.  Dia memperhatikan sekeliling.  Di dekatnya ada perahu Andika Sinatria, Ardi Brata, Laksamana Utara dan putrinya serta beberapa perahu bercat merah. 

Tiba tiba cuaca berubah cerah.  Badai berhenti mendadak dan gelombang berubah sangat tenang.  Puluhan perahu didayung cepat cepat menuju tengah danau.  Belum juga masuk hitungan beberapa jenak, terdengar suara bergemuruh yang luar biasa datang dari pinggir danau.  Sebuah dinding air yang sangat tinggi mendatangi dengan cepat.  Gelombang yang sangat tinggi seperti tembok raksasa yang runtuh.  Semua orang menjadi pucat bukan main.  Alam memang tidak bisa dipermainkan.  Alam jika sedang marah akan menunjukkan bagaimana jika Tuhan sedang marah. 

Semua orang bersiap siap.  Sebentar lagi gelombang tinggi itu akan menyapu mereka semua.  Dewi Mulia Ratri ingat beberapa teknik yang dia pelajari waktu dulu masih sering bermain ombak di pantai utara.  Dia bersuit ke arah Andika Sinatria dan Ardi Brata.  Mereka menoleh dan memperhatikan Dewi Mulia Ratri justru menyongsong datangnya gelombang raksasa itu.  

Perahunya meluncur cepat mendaki ketinggian gelombang.  Dia harus mengerahkan semua kemampuannya agar perahu itu tidak oleng.  Perahunya diarahkan mendaki tidak tegak lurus, namun menyamping.  Diliriknya dua pemuda itu melakukan hal yang sama.  Dengan kesal, tidak seberapa jauh dilihatnya Laksamana Utara dan si putri cumi cumi itu juga melakukan hal yang sama. 

Tak lama kemudian, Dewi Mulia Ratri telah sampai di puncak gelombang.  Diikutinya alur gelombang itu.  Dia hanya harus menjaga agar tetap di puncak gelombang.  Sangat menakjubkan! Seperti gambaran seorang bidadari yang menunggang awan.  Dia berdiri di atas perahunya melihat ke bawah.  Terlihat belasan perahu yang masih menunggu di bawah karena tidak mampu memanjat ke atas atau barangkali mencoba teknik lain menaklukkan gelombang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun