Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Luka] Hanya Hadir Saat Hujan

11 November 2018   08:49 Diperbarui: 11 November 2018   08:52 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya saat hujanlah ia merasakan kepedihan yang begitu dalam. Suara rintiknya yang menerpa atap ibarat ketukan pada jantungnya yang telah berusaha dihentikannya sendiri beberapa kali. Selalu saja gagal. Tuhan sangat campur tangan dalam hal ini. Tuhan tak ingin ia cepat mati. Tuhan ingin ia menikmati lukanya terlebih dahulu. Hingga mungkin ia tak menamakannya lagi luka. Sebab tak ingat itu apa.

Setiap hujan datang ia bersembunyi dalam lemari. Lemari bajunya sangat besar. Cukup leluasa untuk 2-3 orang meringkuk di dalamnya. Inilah tempat persembunyian sempurna saat hujan tiba.

Dalam lemari ini ia bisa melupakan bahwa di luar sedang hujan. Lemari ini selalu menyelamatkannya untuk tidak berlari ke lemari obat dan menelan belasan pil tidur agar bisa cepat tidur dan melupakan hujan. Lemari ini juga mencegahnya untuk mencari seutas tali panjang, mengikat lehernya sendiri lalu gantung diri agar tak lagi mendengar suara hujan.

Lemari ini menyelamatkannya beberapa kali dari keinginan bunuh diri. Setelah beberapa kali pula digagalkan Tuhan dengan berbagai cara yang sama sekali tak dimengertinya.

Ia benar-benar tak menyukai hujan. Hujan membuatnya terluka. Dalam dan berasa cuka.

Terkadang malah dalam pikiran terburuknya, hujan adalah musuh terbesarnya.


----

Nama panggilannya adalah Lek, semenjak lahir Lek memang tidak ditakdirkan untuk menyukai hujan. Kata bibinya, Lek selalu menjerit-jerit dan menangis habis-habisan ketika hujan. Bibinya sampai kebingungan mesti berbuat apa.

Pamannya bahkan sempat mengadakan ruwatan agar keganjilan sikapnya terhadap hujan bisa berubah. Tidak berefek apa-apa. Lek tetap kalap kala hujan tiba.

Itulah kenapa pamannya membuat lemari besar ini.

"Masuklah ke dalam kalau hujan datang nak. Hujan tak akan bisa mengganggumu dengan suara maupun wujudnya. Kau aman di sini."

Dan Lek sangat menyukainya. Lemari adalah tempat perlindungan terbaik dari serangan luka oleh hujan. Pamannya tahu apa yang terbaik untuknya. Lek sangat berterimakasih telah dibuatkan lemari ini.

----

Hari sedang murung. Tak lama lagi sepertinya akan turun hujan. Lek menguatkan hatinya. Menemani bibinya yang sedang merajut jaket untuknya. Mungkin ini saat yang tepat bagi Lek untuk bertanya kepada bibinya kenapa Ia tak menyukai hujan, membencinya dan selalu ketakutan menghadapinya.

"Bukan salahmu kau tidak menyukai hujan nak. Sejak mula ini semua memang salah keluarga kami. Kau dilahirkan saat ibumu menghujani airmata pada keadaan. Ayah dan ibumu diusir oleh kedua keluarga karena sama-sama tidak direstui. Kau dilahirkan dalam keadaan mereka begitu papa dan sengsara."

Bibinya selalu menahan isak setiap kali bercerita tentang ini. Bibinya ini adalah adik dari ibunya yang sangat dekat dan tetap menjalin ikatan keluarga meskipun keputusan keluarga besar saat itu adalah menyingkirkan ibunya dari silsilah.

"Ayahmu membonceng ibumu dengan sepeda motor. Pergi ke rumah sakit dalam keadaan hujan deras. Malah seingat bibi, juga berbadai. Ibumu sudah dekat sekali dengan saat melahirkan. Ayahmu yang panik nekat membawa ibumu dengan sepeda motor karena tidak ada uang sepeserpun di kantongnya untuk menyewa mobil."

Kembali bibinya menghela nafas panjang. Sepanjang kenangan duka yang membayang di matanya.

"Padahal nak, kakek dan nenekmu dari kedua belah pihak punya garasi besar di rumah mereka. Berisi mobil-mobil gagah yang seharusnya bisa mengantar ibumu ke rumah sakit dengan aman. Selain karena keangkuhan atas permusuhan kedua keluarga besar itu, juga sesungguhnya karena mereka tidak tahu keadaan ayah dan ibumu seperti apa. Mereka bertekad hidup sendiri.  Setelah diusir dan tidak diakui lagi sebagai keluarga."

Beberapa bulir airmata dibiarkan oleh bibinya yang telah mengasuhnya sejak bayi itu menelusuri pipinya yang cekung.

"Tidak jauh lagi dari gerbang rumah sakit, karena genangan yang ditimbulkan hujan, ayahmu tidak melihat lubang yang cukup dalam. Motornya oleng dan terjatuh. Tepat saat sebuah ambulan yang terburu-buru membawa pasien yang sekarat hendak memasuki gerbang rumah sakit. Sopir ambulance tidak bisa menghindari kecelakaan itu nak."

Kali ini bibinya mengalirkan sungai deras dari matanya. Tak henti-henti.

"Ayahmu meninggal di tempat. Ibumu sempat diselamatkan tapi kemudian meninggal juga tak lama setelah kau lahir."

Kali ini bibinya berhenti cukup lama.

"Paman dan bibi datang setelah pihak rumah sakit menelepon dan meminta kami datang. Ibumu memberikan nomor telepon bibi. Satu-satunya yang masih menganggap mereka keluarga."

Kali ini bibinya terlihat geram. Mungkin teringat tak satupun yang mau peduli saat itu.

"Bibi datang tepat saat ibumu hendak menghembuskan nafas terakhirnya setelah melahirkanmu. Dia berbisik menitipkanmu kepada bibi. Juga sebuah nama untukmu. Nama yang sangat sesuai dengan keadaanmu saat itu. Juga saat ini. Juga kenapa kau sangat membenci hujan."

Lek sama sekali tak bereaksi apa-apa saat. Hanya memeluk erat bibinya yang sesenggukan hebat.

"Terimakasih untuk semuanya Bi. Aku tahu sekarang kenapa aku sangat membenci hujan."

Lek melanjutkan sembari menghapus bekas jejak airmata di pipi bibinya. Matanya terlihat membara.

"Tahukah Bi. Mulai sekarang aku tidak akan membenci hujan yang telah membuat luka ini sangat dalam. Aku akan menaklukkannya! Seperti cita-cita Ibu yang telah memberiku nama Lelaki Kemarau!"

Bibinya mengangguk penuh rasa sayang. Lelaki Kemarau melangkah keluar rumah dengan tegap. Di luar sedang hujan deras dengan petir menyambar-nyambar.

Bogor, 11 November 2018
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun