Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Waktu Telah Yatim Piatu

25 September 2018   22:29 Diperbarui: 25 September 2018   22:33 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kita sampai pada sebuah tempat yang bergerak lambat.  Tak ada percepatan di sini.  Semua seolah mampat dan sunyi.

Bahkan mungkin jarum jam telah begitu mandul.  Tak sanggup lagi melahirkan angka demi angka. Supaya semuanya berputar seperti semula.

Waktu rupanya telah menjadi yatim piatu.  Tersasar kesana kemari tak tentu. 

Aku tak mau waktu mencari pengasuh yang keliru.  Seperti misalnya batu.  Waktu akan mengeras layaknya cadas.  Kita yang menjalaninya tentulah akan mudah kebas terkelupas. 

Apalagi jika pengasuhnya kabut.  Banyak hal akan luput.  Segalanya menjadi samar.  Baik dan buruk hanya perkara sabar dan nanar.

Aku masih menunggumu menyampaikan sesuatu.  Apapun itu.  Agar kita tak terlibat lagi dengan banyaknya pertanyaan yang tersimpan.  Di setiap detak waktu yang berjalan.

Selanjutnya kita cuma punya berlimpah jawaban. 

Karena kita memutuskan menjadi kesimpulan.  Bukan tubuh dan pikiran yang tersusun dari berbagai kecemasan.  Induk semang dari keraguan.

Selayaknya segera kita berdoa.  Tak usah mengharap apa-apa.  Semua doa selalu didengarkan oleh Yang Berhak.  Meski kadangkala jawabannya adalah tidak.

***

Jakarta, 25 September 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun