Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Lelembut Dihukum Cinta

26 Agustus 2018   19:25 Diperbarui: 26 Agustus 2018   20:10 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Banas mengrenyitkan kening.  Gadis yang sedang duduk sambil membaca sebuah buku tebal di bawah pohon besar di halaman kampus itu terlihat tenang.  Padahal jelas-jelas sore mulai menjelang.  Suasana kampus tua itu mulai remang-remang dan sunyi.  Tidak nampak lagi kegiatan perkuliahan atau orang berlalu lalang.  Cukup menyeramkan.  Apalagi bagi orang-orang yang bernyali kecil.

Banas membetulkan letak duduknya.  Pindah ke dahan besar yang lebih rendah supaya bisa memperhatikan dengan lebih cermat gadis aneh itu.  Banas penasaran. 

Uups, Banas nyaris terpeleset.  Tadi siang hujan turun lumayan deras.  Dahan pohon ini sudah berlumut saking tuanya.  Licin sekali.  Meski bangsa lelembut,  jatuh dari pohon bisa saja terjadi.  Sama seperti manusia, lelembut yang kurang waspada juga bisa keseleo, terkilir dan pergi ke dukun pijat.  Dukun pijat lelembut tentunya.

Banas nyengir sendirian.  Selama ini memang dia jarang melakukan aktifitas fisik.  Memanjat pohon, berlari-lari atau berjalan-jalan.  Tugas menakuti manusia dilakukan oleh bawahannya.  Banas adalah pangeran lelembut.  Keturunan bangsawan dari kerajaan astral yang menguasai wilayah seluas karesidenan jika itu di ukuran manusia.

Banas sangat dimanja oleh ayah dan ibunya karena merupakan anak satu-satunya.  Oleh sebab itu Banas dibebaskan dari pekerjaan mengganggu manusia.  Tugasnya hanya belajar, kuliah dan kelak meraih gelar sarjana.  Banas mengambil jurusan yang cukup berat; Efek Psikologi Manusia Saat Ketakutan.

Mata Banas terbelalak.  Gadis ini cantik sekali!  Rambutnya yang panjang hitam diikat pita manis merah jambu.  Memang nampak kusut habis dipermainkan angin.  Namun kilaunya menghipnotis sekali.  Matanya yang bulat indah tak beralih sedikitpun dari buku bacaan yang dipangkunya.  Jantung Banas langsung berdegup tak karuan (sedikit catatan; letak jantung lelembut tidak beda dengan manusia karena secara fisiologi juga sama).

Di dunia lelembut, Banas adalah pangeran yang populer di mata para gadis lelembut.  Rambutnya yang gondrong panjang diminyaki dengan klimis,  lalu diikat dengan hati-hati.  Penampilan Banas selalu rapi.  Mirip-mirip mafia Itali.  Maklum saja, Banas berasal dari keluarga lelembut dengan kekuatan finansial yang tinggi.

Tapi selama ini Banas selalu abai terhadap perhatian para gadis lelembut yang menaruh hati kepadanya.  Dari banyak sekali gadis lelembut yang mengejarnya, kuntilanak adalah yang paling agresif.  Banas sampai ketakutan sendiri.  Apalagi Banas tahu, kuntilanak jarang sekali mandi.  Memang cantik, namun cantiknya pucat mengerikan. Ciri khasnya adalah rambut panjang yang menyentuh hingga tanah.  Tidak ada manusia yang sepanjang itu rambutnya.

Banas berpikir melecehkan.  Jangan-jangan kuntilanak sejenis gadis lelembut yang tidak waras.  Seringkali tertawa sendiri.  Hiiihh, Banas selalu saja bergidik kalau memikirkan ini.  Dia benci!  Jelas, Banas sangat menghindari untuk berjodoh dengan segala rupa kuntilanak.  Dia cenderung merendahkan bangsa kunti ini.  Banas lupa pada pepatah lama.  Benci itu terkadang dihukum oleh para dewa lelembut dan berbalik menjadi cinta.

Dalam beberapa kesempatan.  Banas akhirnya memang melecehkan dengan sangat para gadis kuntilanak.  Pura-pura tidak melihat jika berpapasan.  Pura-pura tidak mendengar jika dipanggil.  Bahkan seringkali membuat tulisan-tulisan bernada merendahkan di majalah dinding kampus lelembut.  Salah satunya adalah artikel yang berjudul; Hindari Bergaul dengan Kuntilanak.  Mereka Sangat Matre!

----

Banas harus mengakui.  Sampai seumur 2 abad begini dia belum pernah jatuh cinta.  Dia sendiri heran.  Sampai-sampai Banas mengambil kursus privat mengenai mata kuliah "matematika cinta para lelembut".  Banas ingin tahu seperti apa sebetulnya jatuh cinta.  Secara teori, Banas lulus memuaskan.  A++.

Banas mencoba mengingat-ingat sebuah teori dari Matematika Cinta para Lelembut yang dipelajarinya;  Jika jantungmu berdebar tak karuan.  Tatap matamu sulit teralihkan.  Tanganmu sedikit gemetaran.  Maka itu tanda-tanda jatuh cinta.  Ah inikah?  Tapi masak iya?  Bukankah itu hanya berlaku buat para lelembut?  Batin Banas sambil tak lepas memperhatikan gadis pemberani di hadapannya ini.

Apakah aku harus memperlihatkan diri?  Mudah saja.  Dia tinggal membalik bandul kalung yang tergantung di lehernya, maka manusia akan bisa melihat wujudnya.  Hmm, Banas takut gadis ini nanti melarikan diri.  Meski untuk ukuran lelembut, Banas merasa sangat tampan.  Apalagi ketika bercermin, Banas kadangkala mengklaim dia mirip dengan artis hollywood pemeran Thor di film manusia.  Hanya rambutnya saja yang sedikit berbeda.  Rambut artis itu pirang.  Sedangkan rambutnya hitam legam.  Sisanya 11-12 rasanya.

----

"Lingsiiiirrrr....ayo pulang!  Ini sudah sore.  Sebentar lagi malam.  Apa kamu tidak takut di situ sendirian?" sebuah suara mengejutkan Banas sekaligus gadis yang dipanggil Lingsir itu.  Banas melihat seorang gadis bertubuh mungil berlari-lari kecil dari kejauhan. Menghampiri gadis yang sedari tadi menarik perhatian Banas.  Lingsir, hmm nama yang aneh namun indah.  Eh bukankah itu....?

"Lingsir Wengi! Ayo pulang!  Lihat sudah sepi sekali.  Bukankah kamu sudah berjanji dengan Ganda untuk pergi nonton sore ini?" kembali gadis yang baru datang itu mengingatkan Lingsir.

Lingsir menggerutu sambil menutup novel yang sedang dibacanya.  Dia memang maniak membaca.  Sekali membaca, Lingsir tidak akan berhenti sebelum bacaannya sampai ke halaman terakhir.

"Uh Lea, kamu mengganggu saja.  Lagipula aku tidak minat nonton sama Ganda.  Filmnya horror lagi.  Aku tidak suka.  Sana kamu saja yang temani Ganda nonton," Lingsir memajukan bibirnya mengolok Lea temannya.

"Loh bukannya yang punya Ganda itu kamu Ling.  Masak pacar sendiri kamu sodorin ke aku?" Lea balik mengerucutkan mulutnya.

Lingsir membereskan tasnya.  Meraih tangan Lea pergi dari situ.  Diikuti pandangan mencelos Banas yang jantungnya seperti ditusuk jarum.  Lingsir sudah punya pacar rupanya.  Ah, belum-belum aku sudah patah hati begini...

Banas sama sekali tidak sadar bahwa Lingsir masih sempat melirik ke tempatnya nangkring di dahan pohon.  Di kejauhan kedua gadis itu saling berbisik lalu terkikik geli.  Banas tidak bisa mendengarnya tapi dia mengira pasti mereka sedang memperbincangkan sesuatu yang lucu sekali.

----

Banas merasa hari sangat panas sekali.  Ingin rasanya menceburkan diri ke kolam renang di depannya ini.  Tapi dia menahan keinginannya.  Dia sedang memata-matai Ganda.  Pacar Lingsir yang sekarang sedang asyik berenang.  Rupanya pacar Lingsir ini seorang atlet.  Tubuhnya sangat berotot dan atletis.  Tinggi besar.  Banas tidak iri.  Dia bukan penyuka olahraga berat. Paling-paling dia memilih untuk ngegym sesukanya saja.  Dia tidak sangat berotot namun selalu merasa fit untuk melakukan apa saja.  Apalagi Banas suka sekali meditasi.  Itu menjaga staminanya dengan baik.

Banas lebih suka membaca karya-karya sastra adiluhung.  Baik yang ditulis oleh sastrawan lelembut maupun manusia.  Dan melihat betapa Lingsir sangat menyukai membaca, Banas masih optimis bisa merebut perhatian gadis itu.  Bukankah hobi yang sama bisa membangun sebuah chemistry yang luar biasa?  Banas sangat bersemangat bila mengingat ini!

----

Banas sudah bertekad bulat.  Kemarin dia sempat menanyakan kepada paranormal lelembut.  Katanya jodoh Banas adalah seorang gadis misterius yang sudah punya pacar bertubuh kekar.  Wah siapa lagi kalau bukan Lingsir.  Gadis itu memang misterius.  Banas sulit sekali mengendus keberadaannya.  Seolah gadis itu siluman saja.  Dia hanya sempat sekali memergoki gadis itu sedang tekun membaca di perpustakaan kota.  Itupun Banas tidak sengaja. 

Dia sedang mencari referensi buku untuk mata kuliah tentang manusia yang wajib diikutinya. Perilaku Manusia Menghadapi Tekanan.  Ini mata kuliah yang sangat sulit.  Dosennya adalah hantu yang cukup killer.  Karena itu Banas sangat serius mempersiapkan mata kuliah penting ini.  Setelah ini Banas tinggal menyusun skripsi.  Jika tak ada aral melintang, tahun depan dia sudah bergelar Sarjana Teknik Menaklukkan Manusia.  Sebuah gelar yang sangat prestisius di kalangan lelembut.

Dilihatnya gadis cantik berambut panjang itu duduk di kursi paling sudut.  Di sebelahnya juga duduk diam membaca. Gadis sahabat Lingsir yang bernama Lea itu.  Ah kapan lagi kalau tidak sekarang?  Selama janur kuning belum melengkung, Banas akan menyampaikan perasaannya.  Biarlah pria saingannya yang bernama Ganda itu marah.  Dia akan dengan jantan menghadapinya.  Lagipula dia bisa mengerahkan anak buahnya untuk menakut-nakuti Ganda.  Pasti pria berotot itu akan lari terbirit-birit.  Hihihi, Banas mengikik dalam hati.  Urusan sepele.

Banas celingak celinguk.  Perpustakaan manusia ini besar dan sepi.  Tidak ada satupun manusia selain Lingsir dan Lea.  Manusia sekarang tak lagi gemar membaca, pikir Banas gemas.  Sayang sekali buku-buku bermutu teronggok sia-sia.  Banas mengambil sebuah buku yang cukup berat.  Pemikiran-pemikiran Sigmund Freud.  Pastilah Lingsir akan terkesan dengan ini. 

Saking bersemangatnya, Banas lupa membalik kalungnya.  Dia sudah terlanjur berdehem lirih.  Kedua gadis itu menoleh ke arahnya dan nampak bengong.  Entah kagum entah ketakutan.  Banas menarik kursi persis di depan Lingsir.  Diletakkannya buku Sigmund Freud di meja.  Lingsir melirik buku tersebut sekilas.  Banas kembali merasa melambung tinggi.  Lingsir pasti terpesona dengan bacaannya.

"Halo namamu Lingsir kan?  Perkenalkan aku Banas.  Aku pengagum rahasiamu.  Bahkan aku yakin sekali aku sampai pada fase jatuh cinta kepadamu," tanpa tedeng aling-aling lagi Banas menyampaikan perasaan.  Banas berpikir di zaman modern ini, tak ada salahnya main tembak langsung.

Lingsir dan Lea saling pandang.  Lingsir menatap mata Banas dalam-dalam.  Suaranya yang merdu melemparkan pertanyaan singkat. 

"Benarkah?  Aku memang suka sekali dengan pemuda yang sangat menyukai buku.  Tapi tahukah kau kalau aku sudah punya pacar?"

Banas mengangguk tegas,"Aku tahu.  Aku akan berjuang untuk itu.  Nama pacarmu Ganda bukan?  Aku sanggup bersaing dengannya memperebutkan hatimu." Banas masih berpikir untuk berterus terang bahwa dia bukan bangsa manusia.  Tapi ah nanti saja.  Dia ingin melihat respon Lingsir seperti apa.

Lingsir tersenyum.  Duh manis sekali.  Lea yang sedari tadi bergantian memandangi Banas dan Lingsir sepertinya risih dan juga tahu diri, sambil beranjak pergi Lea berkata,"Ling, aku pergi dulu ya.  Ini malam Jumat.  Aku ada urusan sesajian.  Cepatlah bereskan urusan kalian.  Ganda bisa saja muncul di sini secara tiba-tiba."

Banas bersyukur gadis mungil itu pergi.  Dia bisa leluasa bicara dengan Lingsir.  Sesajian? Wah rupanya Lea gadis yang percaya hal-hal mistis juga.  Banas berusaha tidak terganggu dengan ucapan Lea.

Tapi rupanya ucapan Lea yang lainnya benar-benar terjadi.  Mendadak di samping Lingsir telah berdiri pria tinggi besar bertolak pinggang sembari menatap Banas dengan garang.  Ganda! Hah? Kenapa bisa mendadak pria ini ada di sini? Apakah dia selama beberapa saat ini bersembunyi?

"Banaspati! Jangan coba-coba merebut kekasihku Lingsir Wengi!  Aku tidak peduli kau anak petinggi.  Lingsir Wengi adalah kekasihku.  Lagipula bukankah kau gembar-gembor kesana kemari tidak menyukai sebangsa  Lingsir Wengi.  Kenapa pula kau sekarang mengejar-ngejarnya?!" Suara keras mengguntur itu mengagetkan Banas.  Ganda tahu namaku yang sebenarnya!  Bagaimana bisa?  Sebangsa Lingsir Wengi?

Saking kikuknya Banas menunduk.  Melihat bandul kalungnya masih seperti semula.  Belum dibaliknya.  Loh berarti......?

Lingsir Wengi tertawa panjang.  Wajah cantiknya perlahan-lahan memucat.  Rambut panjang yang semula diikatnya dilepaskan.  Nampak terurai panjang hingga menyentuh lantai.  Banas tertegun.  Jadi....?

"Bukankah kau tidak menyukai bangsaku Banas?  Namaku Lingsir Wengi.  Aku adalah kuntilanak pengidung lagu Lingsir Wengi yang sangat disukai manusia itu...hihihihihihi."

Ganda ikut tertawa lebar.  Banas paham sekarang.

"Dan aku, nama lengkapku Gandaruwo.  Aku masih tergolong sepupumu...hahahahaha."

Banaspati menyembunyikan mukanya yang memerah.  Rupanya dewa lelembut telah menghukum telak kebenciannya menjadi perasaan cinta.  Dan sekarang, benci dan cinta itu telah mempermalukannya. 

----

Bogor, 26 Agustus 2018

    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun