Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi │Pintamu agar Langit Menangiskan Puisi

25 Agustus 2018   12:23 Diperbarui: 25 Agustus 2018   12:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Satu persatu. Deras dan gerimis menarik diri perlahan-lahan. Dari kerumunan hujan. Hanya tersisa ritme air tak berbadan. Dari musim yang berguguran. Menjadi kabut.  Meruntuhi setiap debut kenangan yang luput. Dicekam kalang kabut.

Pintamu untuk mensyairkan hujan. Dipenuhi dengan segera. Langit menangiskan puisi. Tentang pintu dan jendela yang terkunci. Di dalamnya banyak sekali kepingan hati nyaris mati. Terperangkap. Dalam kotak-kotak gelap.

Inginmu merubah irama hujan.  Menjadi ketukan nada beraransemen kutukan. Dijawab oleh nyanyian sumbang sambung meyambung. Seperti jenazah rindu sedang dilarung. Di sungai-sungai sempit yang terkurung mendung.

Tidaklah mudah membunuh kenangan. Jasadnya tak bisa ditusuk belati.  Ataupun diracuni.  Bahkan meski dirajam pucuk-pucuk tajam besi. Kenangan tetap saja berpuisi.

Kenangan itu. Hampir selalu mengiringi hujan, senja dan airmata.  Sebab di dalam hujan, kenangan merubah diri dalam musik klasik. Sebab di mata senja, kenangan bermetamorfosa menjadi cinta.  Sebab pada setiap airmata yang mengalir, kenangan selalu menjadi menhir, bukti sejarah yang tak pernah berakhir.

Setelah hujan reda dengan tangisan puisinya. Ribuan kata-kata menggenangi waktu. Bercampur debu masa lalu. Menjadi adonan rindu yang direkatkan oleh ingatan. Ke dalam ruang-ruang yang tak mungkin sengaja dilupakan. Kecuali jika pintamu berubah, agar bumi menutup lubang-lubang kepundan kawah. Sehingga letusan yang terjadi adalah puisi-puisi gerah penuh amarah.

Bogor, 25 Agustus 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun