Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Negeri Tulang Belulang (Kapal Karam)

2 Juli 2018   16:58 Diperbarui: 2 Juli 2018   16:57 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sambil sedikit merangkak karena lubang itu ternyata agak kecil, kedua anggota team ekspedisi itu berhasil masuk kapal untuk dibuat tercengang tak karuan.  Apa yang mereka temui sekarang jauh lebih mengejutkan dibanding baling-baling kapal.  Buritan kapal ini dipenuhi tabung-tabung besar yang terbuat dari fiberglass!

Ben dan Rabat makin tertarik menyelidiki.  Tapi ini akan makan waktu lama sementara hari makin menggelap.  Mereka teringat kepada anggota team lain yang pasti sedang menunggu hasil penyelidikan mereka mencari tempat bermalam.  Ben meraih Handy Talky di pinggangnya.  Salah satu perlengkapan yang tidak ikut ditinggal saat mereka di kejar ular berkaki itu.

"Serigala 1 monitor...di sini rubah 2 hendak lapor..." Ben mendekatkan HT ke telinga, takut respon dari Ran tidak bisa jelas diterima.  Dugaan Ben benar.  Hanya suara kemrosok saja yang keluar dari speaker HTnya.  Setelah beberapa saat mencoba dan tidak ada hasilnya, Rabat dan Ben memutuskan melanjutkan penyelidikan terlebih dahulu supaya saat mereka kembali ada kesimpulan yang bisa dibawa.

Rabat dan Ben semakin dipenuhi keheranan tingkat tinggi melihat keseluruhan isi kapal karam itu.  Di ruang kemudi, semua peralatan navigasi canggih mereka temui.  Masuk ke geladak dan memeriksa ruang-ruang tidur awak kapal mereka mendapati ruang-ruang tidur mewah dan nyaman.  Bahkan di dapur kapal mereka melihat peralatan memasak masa kini.

"Ini kapal modern Rab.  Bukan kapal layar zaman dahulu," Ben berkata dengan pasti.  Rabat tidak menjawab.  Dia masih sibuk membuka gudang dapur untuk mencari stok makanan kaleng atau sejenisnya.  Kosong.

"Kita harus segera mengabari team mate.  Kapal ini cocok sekali untuk tempat bermalam yang aman," Rabat akhirnya berbicara setelah menemukan apa yang dicarinya.  Beberapa dus makanan kaleng tersimpan di lemari bagian bawah dapur.

Ben mengangguk.  Mereka harus cepat.  Cuaca sudah hampir sepenuhnya gelap.  Menuju ke kapal ini harus berenang meskipun tidak jauh.  Tapi jika cuaca memburuk, atau laut pasang, maka itu akan menyulitkan.

----

Ran sangat cemas.  Ben dan Rabat belum juga kembali.  Dia tidak mungkin menyuruh Tet untuk menyusul.  Terpisah saat ini bukan pilihan terbaik.  Mereka tidak tahu bahaya apalagi yang menunggu mereka di kegelapan.  Perlengkapan mereka juga tertinggal di seberang sungai lava.  Senter juga tidak ada lagi.  Hanya HT yang masing-masing masih pegang.  Dan HT miliknya sedari tadi berbunyi kemrosokan.  Ada yang mencoba kontak tapi sama sekali tidak jelas.  Mungkin Ben atau Rabat.  Siapa lagi.  Ran semakin khawatir.

"....monitor?...di sini...bah 2..."  nah ini agak jelas.  Ran buru-buru menyahut,"Di sini Serigala 1....suara tidak termonitor dengan baik...masuk rubah 2."

"Ran, kami menemukan hotel bintang empat untuk bermalam.  Pergilah ke arah kiri pantai.  Terus telusuri sampai kalian ketemu batu karang besar di kanan kiri.  Kami ada di puncak batu karang sebelah kanan," Ran hampir berteriak saking girangnya.  Rabat dan Ben selamat.  Malah mereka membawa kabar hebat.  Tapi, hotel bintang empat? Ran mengira mereka mulai kesurupan saking hebatnya tekanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun