Baginya. Tidak ada pilihan selain mengikuti ke arah mana matahari menjajakan cahaya. Kalau perlu dia membelinya. Entah dengan apa. Barangkali menukarnya dengan sisa dingin yang ada di hatinya.
Perempuan itu tertatih-tatih memimpin mata memandangi halaman rumah yang dulu dipenuhi dengan bunga. Sudah lama dia lupa menyirami mereka dengan kerlingan sederhana. Dulu mereka begitu menyukainya. Memekarkan beberapa macam bunga sebagai gantinya.
Ada beberapa hal yang terus diingatnya saat separuh usia dipersembahkan untuk mengingat hujan. Â Di setiap rintiknya, dia jadi tahu, untuk belajar nada-nada. Di setiap genangannya, dia jadi sadar, untuk merawat kenangan. Di setiap redanya, dia jadi paham, untuk menyimpan sisanya dalam cawan.
Ini bulan dimana purnama dan kemarau menjadi satu. Menyisir setiap perhentian waktu. Mengabarkan kepada para penumpang yang hendak memulai perjalanan. Menuju tempat yang disebut kebahagiaan.
Begitupun kamu. Perempuan itu. Mengemas hatinya yang kembali utuh. Menuntaskan semua sebelum nanti langit memutuskan runtuh.
Pelalawan, 5 Juni 2018