Kolam itu airnya bertumpahan. Â Membanjiri sebagian halaman.Â
Di ruang benak kata-katanya juga berhamburan. Â Memenuhi seluruh pikiran.
Kolam dan benak. Â Sama-sama beranak-pinak. Â Air dan onak.
Hujan tak henti-henti mengambil alih suara pagi. Â Dingin menggigilkan separuh hati. Â Separuhnya lagi dipanaskan api. Â Dari perapian yang nyaris saja mati. Â Dimanakah matahari?
Sepasang kupu-kupu lewat dengan cepat. Â Berkejaran seolah hari berjalan dengan lambat. Â Dan memang lambat. Â Tengah hari namun langit rasanya masih baru saja bersemburat.
Angin saling dorong dengan sunyi. Â Mana yang lebih dulu terjatuh. Â Maka berhak menempati kisi-kisi keramaian. Â Di tempat yang dipenuhi dengan pertanyaan;
Siapa yang lebih dulu datang antara senja dan pagi? Â Bila pagi, kenapa senja lebih ditunggu orang-orang yang kelelahan. Â Bila senja, kenapa hanya saat pagi embun lebih suka dilahirkan.
Apa yang membuat rahim alam begitu kesakitan? Â Sementara banyak orang berteriak-teriak tentang perlindungan. Â Apakah teriakan itu begitu sumbang sehingga tak didengarkan. Â Atau justru karena terlalu merdu sehingga mudah sekali dilupakan.
Sirkular air, kata dan pertanyaan. Â Dirangkai setiap harinya. Â Oleh hujan, puisi dan jawaban-jawaban.
Bogor, 23 April 2018