Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Bulan Terjatuh di Pekarangan

15 April 2018   20:56 Diperbarui: 15 April 2018   23:51 5176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay.com)

Di pojokan. Dekat kolam ikan. Potongan bulan terjatuh tak sengaja. Tak lebih dari seperdelapannya. Sisanya entah kemana. Mungkin ditelan pagi dan dimuntahkan kembali saat senja. 

Bulan berjatuhan di setiap pekarangan orang-orang yang mempercayai cahaya. Bukan sekedar menerangi. Tapi ikut serta melembutkan hati. Gaduh dan rusuh akhir-akhir ini begitu melukai. Sampai pada satu titik lupa pada cara mencintai.

Apabila sampai pada waktunya bulan tak hendak lagi jatuh. Memilih untuk menjadi potongan benda langit yang rapuh. Maka menyapu pekarangan sebersih-bersihnya adalah kesimpulan. Barangkali bulan sudah muak pada kelalaian.

Ketika malam kembali mempersembahkan opera. Tentang bulan yang menyabit atau purnama. Duduklah sebaik-baiknya cara. Saksikan sampai habis bagaimana bulan bercerita mengenai cinta.

Jakarta, 15 April 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun