Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Secangkir Kopi, Tarian Dupa dan Lupa di Kepala

9 Maret 2018   07:20 Diperbarui: 9 Maret 2018   07:35 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Untuk kesekian kali.  Aku bersyukur bisa menjumpai pagi yang selalu menyediakan waktu bagi sepotong kegelisahan agar dituntaskan dengan secangkir kopi.  Melarut bersama setuangan air panas dan bubuk sehitam jelaga pantat kuali. 

Uapnya meliuk-liuk seperti tarian dupa orang Cina yang sedang melakukan upacara di sebuah kelenteng tua dengan kebaikan sebagai penontonnya.  Sebuah patung naga lengkap siap menerbangkan kepasrahan kepada Thian ibarat adukan demi adukan sebelum kopi itu sempat untuk disesap.

Ada sedikit suara istimewa di antara suara lainnya.  Suara itu menggiring angin menerobos jendela kamar yang masih enggan kubuka.  Aku sedang menikmati kemalasan dan pura-pura.  Nanti saja.

Namun suara itu ternyata bisa menyusup jauh ke dalam telinga.  Suara yang berasal dari semua bahasa di dunia.  Suara yang mempunyai arti sama; Ingatlah selalu akan lupamu pada waktu.  Sebelum waktu enggan mengingatmu lalu melupakanmu.

Untuk kesekian kali.  Aku berterimakasih pada pagi yang selalu berhasil menggali bermacam lupa di kepala.  Menempatkannya dalam rak-rak ingatan.  Semua janji harus disempurnakan.

Jakarta, 9 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun