Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemulung Cahaya

6 Maret 2018   16:36 Diperbarui: 6 Maret 2018   16:49 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: zmieniamymiasto.pl

Di rantau kau membangun reputasi sebagai jagal kota.  Kau begitu ditakuti.  Wajahmu garang.  Tubuhmu hitam.  Di sana sini banyak tatoo dan lebam.  Kau menjadi penguasa terminal.  Kau berangsur menjadi kaya raya.  Kau tumpuki kehidupanmu dengan kesenangan dunia.  Kau lupa orang tuamu masih ada.  Jauh di kampung sana.

Kau tak peduli bahkan ketika mendengar ayah ibumu tiada.  Kau tak mau menginjakkan kaki lagi di kampung nelayan yang menurutmu basi.  Kau bersikukuh untuk menghilangkan masa lalu.  Kau sungguh-sungguh jemu.

-----

Ada sebuah titik balik yang kau sendiri tak tahu.  Pikirmu mungkin ketika kau berjemur sinar bulan di puncak menara sebuah kelab malam, kau kejatuhan hidayah melaluinya.  Kau tersadar hingga ke dasar.  Betapa makarnya kau sedari bayi hingga kini mendekati aki-aki. 

Setelah mengunjungi makam orangtuamu yang sudah berumput tinggi.  Menangis setengah hari di sana sambil menyesali kenapa namanya Wengi.  Kau lalu memutuskan membuang segala hal yang dulunya kau sebut kenikmatan.  Kau serahkan rumah-rumah besarmu untuk panti asuhan.  Kau hibahkan kekayaanmu untuk para papa dan duafa.  Kau tak mau lagi apa-apa. 

Sambil menjalani kehidupan yang sederhana, kau berusaha beribadah sekuat-kuatnya.  Kau tak berharap Tuhan mengampunimu.  Terlalu banyak noktah dari ujung kepala hingga telapak kaki.  Kau hanya minta jangan lagi diingatkan bahwa kau bernama Wengi.  Lelaki yang mentahbiskan diri sebagai penghuni kegelapan.  Kau akhirnya memutuskan dengan bulat hati menjadi seorang pemulung yang tidak biasa. 

Seorang Wengi, penghuni kegelapan yang akhirnya menjadi pemulung cahaya.

Jakarta, 6 Maret 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun