Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mata Pagi

25 Juli 2017   06:02 Diperbarui: 25 Juli 2017   08:11 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masih menyipit seperti Putri Ming sedang memicing

Perhatiannya tertuju pada subuh

Melihat bayangan bayangan melangkahi undakan batu

Lalu bergerombol di tempat wudlu

Semakin melebar ketika bayangan bayangan itu

Keluar berpencaran


Menuju arah mata angin berbeda beda

Selesai menjemput Satu

Lalu bergegas bersiap menghadapi lebih dari satu

Urusan hari ini yang harus diselesaikan

Mata pagi mulai meronakan warna

Serumpun kemuning nampak menggelar wangi

Helai helai daun melati menata diri berdandan

Sebatang pohon kamboja tunduk merunduk

Riuh jalanan membunyikan kesan pesan

Berdamai atau berperang dengan kehidupan

Mata pagi menurunkan pandangan

Namun menaikkan kehangatan

Ini antara yang sangat berarti

Datang setelah dingin meremas hati

Sebelum panas menyalakan caci

Mata pagi bergelombang luas

Sebarkan remah remah panas

Bagi pengabdiannya yang tak terbatas

Jakarta, 25 Juli 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun