Mohon tunggu...
Elsa Yuliani Kholila
Elsa Yuliani Kholila Mohon Tunggu... -

Asosiasi mahasiswa peduli lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Reducing Plastic! Impossible is Nothing

19 November 2018   11:36 Diperbarui: 19 November 2018   12:11 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : http://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/borneo-oil-spill-costs-indonesia-s-poor

Plastik. Seberapa sering Anda menggunakan plastik ? Seberapa tahu Anda tentang plastik? Kita semua sepakat tidak ada orang yang tidak menggunakan plastik kan? Mulai dari pakai kantong plastik, minum pakai gelas plastik, piring plastik, sikat gigi plastik, alat dapur plastik dan plastik-plastik yang lain. Dengan kata lain "Plastic is our life". Beberapa  abad lalu plastik mulai muncul, plastik itu sendiri merupakan salah  satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi (Kumar  dkk., 2011).  

Plastik memang memiliki sifat yang serbaguna, praktis dan tahan lama. Hal tersebut membuat penggunaan plastik di dalam segala  bidang meningkat.  Tercatat pada tahun 1950-2015, produksi plastik  meningkat dengan laju pertumbuhan komponen tahunannya adalah sebesar 8,6  % dikutip dari Association of plastics Manufacturers tahun 2016. 

Tahukah kamu seberapa banyak sampah plastik di Indonesia? JUARA 2 !! Earth Day, The Guardian, & Wawancara tirto.id menunjukkan bahwa Indonesia adalah penghasil sampah plastik nomor dua terbesar di dunia setelah Cina. Akumulasi sampah di Indonesia 0,48 -  1,29 juta metrik ton/tahun, sedangkan Cina 1,32 - 3,53 juta metrik/ton. 

Tidak berhenti sampai disini, puing-puing plastik ini lama kelamaan akan terdegradasi menjadi potongan-potongan yang lebih kecil lagi dan menjadi mikro plastik. oceanservice.noaa.gov menyampaikan bahwa ada microbeads, mikro plastik sejenis polyethylene yang sangat kecil yang ditambahkan sebagai exfoliant yang digunakan untuk  produk kesehatan dan kecantikan, seperti beberapa pembersih dan pasta  gigi. 

Partikel-partikel kecil ini dengan mudah melewati sistem  penyaringan air dan berakhir di lautan dan Great Lakes yang menjadi  ancaman potensial bagi kehidupan akuatik. Lama-kelamaan mikro plastik yang tersebar dan bermuara akan menggangu ekologi perairan berlanjut menggangu keberlangsungan hidup makhluk dan organisme yang ada di laut bahkan bisa berdampak pada kehidupan manusia. 

Dalam proses pengurangan sampah plastik dan mikro plastik diperlukan tindakan menggandeng beberapa pemangku kepentingan, antara lain Pemerintah Pusat, yang meliputi  Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koordinator Bidang  Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Pemerintah  Daerah, Tokoh masyarakat, Akademisi, serta Stake holder.  

Terkait dengan pola pengelolaan sampah di bantaran sungai,  masih banyak masyarakat  yang membuang sampah ke sungai termasuk sampah plastik.  Sampah yang dibuang ke sungai akan mengikuti arus menuju ke muara  sungai yaitu laut, jadi tidak heran jika mayoritas sampah plastik yang  ada di lautan berasal dari sumber-sumber darat seperti sungai. 

Berdasarkan  penelitian Eriksen M. (2014) diperkirakan ada lebih dari 5,25 triliun  partikel plastik mengambang di lautan, dengan berat mencapai 268.940  metrik ton. Berdasarkan 24 perjalanan Eriksen pada tahun 2007-2013 di  beberapa perairan seperti pesisir Australia, Teluk Benggala, dan Laut  Mediterania, maka plastik dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:  

  1. 0,33--1,00 mm (mikro plastik kecil); 
  1. 1,01--4,75 mm (mikro plastik besar); 
  1. 4,76--200 mm (mesoplastik); dan  
  1. 200 mm (makroplastik).  

Ahli  zoologi Dr. Lucy Quinn, dalam studinya pada tahun 2010-2014 terhadap  burung fulmar di United Kingdom yang mengalami kematian di pantai  ditemukan mengandung 39 partikel plastik, dengan berat 0,32 gram serta ditemukan balon, bungkus plastik, sikat gigi dan bungkusnya di kerongkongannya.  

Dalam  The Guardian yang ditulis oleh Jessica Glenza (2017), maka berdasarkan  penelitian di Inggris, Perancis, Spanyol, Cina, dan Amerika Serikat  ditemukan partikel mikro plastik dalam garam laut.  Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengatakan bahwa  12,7 juta ton plastik memasuki lautan dunia setiap tahunnya yang setara  dengan membuang satu truk sampah plastik per menit ke lautan dunia.  

Peneliti Oseanografi Pusat Riset Kelautan KKP, Dr. Widodo Pranowo (2018) mengatakan bahwa mikro plastik rata-rata dekat dengan sebaran konsentrasi pemukiman penduduk, terutama di Pulau Jawa. Seperti perairan Pulau Biawak di Indramayu,  Kepulauan Seribu, dan Perairan Banten. 

Pencemaran terluas ada di Taman  Nasional Laut Bunaken yakni 50 - 60 ribu partikel/Km2;. Penelitian   yang dilakukan oleh State University of New York & Orb Media (2018)  dan disiarkan oleh media internasional BBC menyakan bahwa dari hasil  menguji 259 botol air minum dari 11 merek di 8 negara, termasuk  Indonesia maka 93 persen air mineral botol yang menjadi sampel, terpapar  mikro plastik. 

Unenvironment.org  dan tirto.id menyebutkan bahwa Indonesia berada di urutan pertama di  beberapa negara Asia Tenggara dalam jumlah sampah plastik per hari,  yaitu 10.661,51 ton dan untuk persentase sampah plastik yang tidak  dikelola dengan baik sebesar 81%.  

Kegiatan  yang dapat mendukung kebijakan Pemerintah untuk mengurangi sampah  adalah melalui kegiatan partisipasi masyarakat. Penanganan yang bisa  dilakukan adalah memberikan sosialisasi tentang pengelolaan sampah yang  benar dan dampak yang akan ditimbulkan jika masyarakat membuang sampah  plastik ke sungai serta pelatihan pengelolaan sampah.  Selain melalui kegiatan partisipasi masyarakat, cara yang ditempuh  adalah melalui inovasi teknologi. 

Penanganan sampah plastik yang berukuran makro bisa  dilakukan dengan teknologi yang mampu mencegah agar sampah plastik yang  ada di sungai tidak masuk ke laut dan juga teknologi yang mampu  membersihkan sampah plastik yang sudah masuk ke laut. Penanganan sampah mikro plastik dapat diatasi dengan inovasi teknologi yang dapat menghasilkan pengganti mikroplastik dari bahan-bahan alami sehingga penggunaan mikro plastik dapat dikurangi. 

Bagaimanakah  sistem kehidupan manusia jika pemakaian dan pengelolaan plastik tidak  sesuai? Menumbuhkan rasa peduli masyarakat terhadap lingkungan di sekitar  mulai dari dini adalah cara yang harus dilakukan sehingga nilai-nilai  tersebut dapat terkultur di dalam diri masyarakat. Jika kesadaran ini  sudah terkultur maka secara tidak langsung akan mengurangi persebaran  mikro plastik ke ekosistem akuatik maupun daratan. 

Masalah sampah  plastik maupun yang sudah terdegradasi menjadi mikro plastik saat ini  sudah banyak menjadi permasalahan lingkungan (mengganggu ekosistem  akuatik maupun daratan) oleh karena itu harus segera mendapatkan  penangan khusus dengan teknologi dan sistem yang canggih serta mencoba  menerapkan konsep waste-to-energi.  

Oleh karena itu sikap pemerintah dengan mengeluarkan  Peraturan  Presiden (Perpres) Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi  Nasional Pengelolaan Sampah, terkait pengembangan Proyek Infrastruktur  Energi Asal Sampah di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang,  Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Denpasar dan Makasar, sudah  merupakan salah tindak lanjut dari program pemerintah yang harus  mendapat dukungan penuh.  

Penulis :

  • Berliana Nur Kholila
  • Elsa Herda Adeline
  • Manis Yuliani 

  

  

 

  

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun