Ia adalah garam kehidupan, penuh doa dan harapan.
Setiap tetesnya adalah kesabaran yang tak lekang waktu,
Demi melihat kami tersenyum dan punya masa depan.
Kini, setiap kali panas kota ini menyiksa,
Aku tak lagi mengeluh, tapi mengambil pelajaran.
Sebab keringatku, tak sebanding dengan perjuanganmu, Ma,
Aku harus kuat, demi membalas setiap tetes pengorbanan.
Panas ini membakar semangat, bukan melemahkan,
Mengingat di kampung, ada peluh yang jauh lebih suci.
Peluhmu, Ma, adalah pendingin hati di perantauan.
Menjadi kekuatan agar aku tak lekas menyerah diri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!