Mohon tunggu...
Masni Rahmawatti
Masni Rahmawatti Mohon Tunggu... Lainnya - Journalist

Menulis Membuka Pikiran -- Publikasi: Buku Indonesia dalam Pusaran Pandemi Covid-19

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kado Malam Valentine

19 November 2021   13:46 Diperbarui: 19 November 2021   14:45 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.freepik.com

Tepuk tangan yang meriah menggelegar ke seluruh studio. Lampu menyorot artis yang berada di atas panggung diiringi musik yang menggema ke setiap sudut ruangan. Acara hari ini sangat meriah dan penuh tawa. Program acara yang dirancang dengan perpaduan penampilan musik dan permainan yang dimainkan oleh bintang tamu, membuat studio ini pecah akan tawa dan sorakan penonton.

"Kerja bagus semuanya. Episode pertama berjalan lancar. Talent hari ini sangat menikmati acaranya. Semoga kedepannya rating dan share program ini bisa berada di atas terus." Ujar Daffa, seorang produser program acara Talk and Game seraya memulai tepuk tangan untuk kesuksesan program acara ini.

"Terima kasih Willy, dari tim kreatif." Sebuah tepukan mendarat di bahu kiri Willy. "Kalau tidak dari ide kreatif Willy, mungkin acara ini terkesan aneh. Willy emang hebat." Puji Daffa dengan menatap Willy lama. Willy membalas dengan dengan senyuman. Hatinya sangat senang dipuji oleh Daffa. Sejak pertemuan pertama mereka untuk penggarapan program acara ini, baru kali ini Daffa berbicara panjang kepadanya. Sebuah rasa kagum yang dia simpan selama ini akhirnya dibalas dengan sebuah pujian.

"Bagaimana kalo kita berfoto untuk kesuksesan kita ini?" teriak seorang kameramen yang sudah siap dengan kameranya.

Willy sangat menantikan momen ini, karena inilah kesempatannya untuk bisa berfoto dengan Daffa. Setelah sesi foto bersama berakhir, Willy mencoba memberanikan diri mendekat ke arah Daffa. "Bolehkah aku berfoto berdua denganmu Kak?" Willy mengisyaratkan dengan menggenggam ponselnya.

Daffa yang sedang asik dengan ponselnya langsung menoleh ke arah sumber suara. "Oh? Boleh." Daffa meminta seseorang mengambil gambar. Sebuah kenangan akhirnya tersimpan di ponsel Willy.

*** 


Lama sudah sejak program acara tersebut selesai ditayangkan. Setelah berhentinya produksi program acara tersebut, berakhir pula kerja sebuah tim yang dibentuk setahun yang lalu. Banyak hal yang tercipta selama penggarapan program tersebut, salah satunya cinta lokasi yang dirasakan oleh Willy kepada Daffa. Daffa adalah seniornya di perusahaan media tersebut, hanya berjarak dua tahun, tapi Daffa belum memiliki pasangan. Sebuah rasa yakin bagi Willy untuk berhubungan lebih dekat dengannya.

Begitu sebaliknya, Daffa juga merasakan hal yang sama kepada Willy. Dia merasa kagum kepada Willy yang notabenenya seorang kreatif junior, tapi memiliki inovasi dan kreatifitas yang tidak ada lawannya dengan kreatif senior. Kesopanan dan senyum cantik Willy membuat Daffa semakin jatuh hati.

Sejak pertama kali bertemu tahun lalu, Daffa mencoba mendekati Willy. Berbagai cara dia lakukan, seperti memperbanyak intensitas komunikasi walaupun mereka sudah tidak satu tim lagi.

Mereka saling chattingan sampai malam, telfonan, dan saling mention di sosial media. Hubungan mereka semakin dekat walaupun tidak sering bertemu. Meski mereka masih satu perusahaan dan satu gedung, dengan kesibukan masing -- masing membuat mereka sulit untuk bertatap muka. Jika pun bertemu, mereka hanya bertemu di kantin atau lobby kantor. itu hanya berpapasan saja, tidak banyak bicara, dan kadang hanya saling melempar senyum.

Dengan kesibukan sebagai seorang tim kreatif, membuat Willy harus sering pulang telat dan kadang pulang malam. Namun, hari ini Willy mendapatkan sedikit waktu renggang. Pekerjaannya tidak terlalu banyak jadi hari ini dia bisa pulang cepat.

Dia rebahkan badan di atas kasur empuk beralaskan seprai berwarna abu -- abu. Menghidupkan pendingin ruangan dan memutar musik. Menikmati sebuah hadiah yang jarang dia dapatkan. Willy mereganggkan otot -- ototnya, meliukkan badan ke kiri dan ke kanan. Terdengar bunyi 'kruk' di setiap sendi yang terasa pegal.

Setelah merasa nyaman, Willy meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Membuka sosial media dan menelusuri setiap halaman yang dia dapati. Kegiatan ini terhenti saat Willy berada pada postingan Daffa. Postingan tersebut berisikan foto Daffa dengan seorang perempuan. Hati Willy merasa kesal dan rasa cemburu muncul dengan tiba -- tiba. Dia memperhatikan setiap detail foto tersebut, terdapat nama sang perempuan dan Willy langsung menekan nama yang tertera.

Dia mencari tahu siapa perempuan itu, menyelidiki sampai postingan terakhir, foto yang ditandai. Namun, Willy tidak merasa puas, dia semakin tidak bisa menahan rasa cemburu itu, walaupun belum secara sah mereka berpacaran, namun Willy merasa hal ini tidak benar. Daffa telah mendekatinya, mengambil hatinya, mengambil perhatiannya, dan mengambil waktunya. Tapi, kenapa dia memasang foto dengan perempuan lain? Dia tidaklah egois, namun Willy bersikap self -- love, sebab, komoditasnya sudah tercurahkan semuanya kepada Daffa. Secara tidak langsung, Willy berhak memiliki rasa cemburu atas Daffa.

Willy sudah tidak tahan dan akhirnya mengomentari foto tersebut. Mencoba untuk tidak terlihat cemburu, dia mencoba mengomentari dengan cara bercanda.

"Wah, siapa ni? Cie cie." Sebuah permulaan yang Willy anggap masih aman dan digunakan untuk membuka rahasia Daffa.

"Bukan siapa -- siapa." Tidak menunggu lama, Daffa membalas komentar Willy.

"Saya kira gebetannya atau yang lagi dekat. Kalau iya, selamat ya, semoga langgeng sampe jenjang pernikahan." Willy masih mencoba tegar dan membalas dengan candaan.

"Bukan, lagian saya belum punya gebetan. Dia Cuma sahabat sejak saya kuliah dulu." Kalimat itu sangat menusuk bagi Willy. Bagaimana tidak, sebenarnya dia ini siapa? Apakah dia tidak dianggap oleh Daffa?

Percakapan itu hanya berhenti di situ saja, Willy sudah tidak mau membalasnya lagi, dia kecewa dengan balasan Daffa. Selama ini apa yang dia berikan kepada Daffa terasa sia -- sia. Dia tidak menganggap Willy sebagai gebetan ataupun orang yang sedang dekat dengannya. Willy merasa terpuruk dan sedih. Perhatian yang diberikan Daffa telah cukup sebagai bukti bahwa Daffa menjadikan Willy sebagai orang yang special. Sejak mereka dekat, merka saling bertukar rahasia, menceritakan kisah masa lalu, sampai menceritakan keluarga masing -- masing. Tapi, malam ini, semua itu hanyalah sebuah pemeriah kehidupan Willy.

Dia tidak habis pikir. Setahu dia dan apa yang dia baca di internet, jika dua orang perempuan dan laki -- laki sudah bertukar rahasia, menceritakan keluarga masing -- masing, itu sebuah pertanda kalau hubungan mereka tidak hanya sebatas teman atau rekan kerja. Ada hal spesial di antara hubungan mereka berdua.

Semalaman Willy memikirkan hal itu. Berlarut ke pekerjaanya dan berdampak terhadap apa yang dia kerjakan hari ini. Dia sangat teledor hari ini, tidak focus, dan selalu melakukan kesalahan. Sebuah kalimat singkat yang dia dapatkan dari Daffa membuat harinya kacau.

Sama seperti hari sebelumnya, pekerjaan Willy tidak terlalu banyak, dia pulang sesuai jadwal. Namun, hari ini dia tidak teralalu bersemangat pulang. Semua hal yang dia kerjakan rasanya berat sekali. Tidak berselera untuk makan, tidak bersemangat mengerjakan tugas, dan akhirnya dia mendapat teguran dari atasan. Ini bukan Willy yang sebenarnya.

Dia kembali meraih ponsel yang masih tersimpan aman di dalam tas kecilnya. Willy membuka kembali halaman percakapan dia terakhir dengan Daffa. Dia tatap dengan lekat dan matanya berkaca -- kata saat melihat kalimat terakhir yang tertera.

Willy membulatkan hati tanda yakin untuk menanyakan hal ini semua kepada Daffa. Apakah benar dia bukan siapa -- siapa bagi Daffa, dan apakah benar kalimat terakhir Daffa tersebut. Dia Tarik napas Panjang dan membuka ruang obrolan dengan Daffa.

"Halo Kak, apakah sibuk? Aku mau nanya sesuatu." Willy menahan napas saat kalimat ini terkirim ke Daffa. Berharap cemas dengan jawaban yang akan diterima.

Tidak berselang lama, Daffa membalas pesan tersebut, "Iya, mengenai apa?"

"Tentang komentar aku semalam." Willy langsung ke inti permasalahan.

"Iya, kenapa?"

"Apakah benar kak Daffa belum punya gebetan? Lalu aku siapa?" Willy sudah tidak tahan lagi dan tidak mau basa basi.

Cukup lama kali ini Daffa untuk membalas pesan. Sepertinya dia sedang berpikir untuk membalas apa. Sedangkan di sisi lain, Willy tetap berharap cemas dengan menahan tangis, serta berharap dengan ekspektasi yang mungkin terjadi.

"Mengenai itu, Saya ingin bilang sesuatu. Tapi, Saya ingin kamu nanti mengatakan hal yang jujur." Hanya ini yang dibalas oleh Daffa yang membuat Willy degdegan setengah mati.

"Iya, baiklah." Willy hanya bisa mengiyakan. Dia harus mengetahui yang sebenarnya. Jika benar ada rasa dari Daffa kepada dia, dia harus bersyukur dan menjaga hubungan mereka tetap baik. Jika tidak, Willy akan menjauh secara perlahan.

"Saya sebenarnya memiliki rasa sama kamu, awalnya setahun yang lalu, sejak kita pertama kali bertemu untuk program acara Talk and Game. Rasa ini memuncak saat episode terakhirnya. Saya sudah memperhatikan kamu sejak awal bertemu, dari sana Saya mencoba lebih kenal kamu lebih dekat dan syukurlah hasilnya diluar ekspektasi Saya. Apalagi beberapa bulan terakhir frekuensi komunikasi sama kamu meningkat drastis." Pegakuan Daffa membuat Willy terpelongo menatap layar ponselnya, seakan tidak percaya apa yang dia baca.

Willy tidak tahu harus membalas apa. Dia hanya diam dan mematung mengingat kembali interaksi dia dengan Daffa saat mereka pertama bertemu hingga sekarang.

"Jadi, kamu bagaimana? Harus jujus kepada Saya." Tambah Daffa.

"Baiklah, Aku singkat saja. Aku juga ada rasa sama kak Daffa. Tidak jauh dari cerita kak Daffa. Sejak pertama bertemu dan puncaknya saat kita mengerjakan proyek yang sama. Kekagumanku terhadap kak Daffa berujung menjadi rasa cinta. Aku sempat sedih saat kak Daffa bilang kalau tidak punya gebetan dan orang yang dengang didekati. Aku merasa kecewa seharian ini. Namun, membaca balasan kak Daffa tadi, membuatku merasa tak percaya dan baru kali ini ekspektasiku menjadi kenyataan." Willy mengetik Panjang dengan mengeluarkan semua rasa yang ada di hatinya.

"Baiklah, sepertinya kita sama. Jadi, apa kamu mau menjadi partner ku? Pasanganku?" Daffa tanpa basa-basi langsung mengatakan hal yang ditunggu -- tunggu Willy selama ini. Daffa memang tidak bisa basa-basi.

Willy tidak bisa menahan rasa gembiranya, dia berteriak dengan kencang dan berjoget tidak karuan seorang diri di dalam kamar. Dan akhirnya dia membalas "Baiklah, Aku mau."

Tepat pukul 22:18, 8 November 2018, mereka resmi menjadi pasangan. Obrolan dilanjutkan dengan cara yang telah berbeda. Sudah sedikit romatis walaupun masih malu -- malu.

Hubungan mereka damai dan seperti pacarana biasanya. Kadang saling menertawakan, saling memeberi semangat, atau usil satu sama lain, dan kadang ada pertengkaran kecil. Semua berubah setelah mereka berpacaran. Ada hal yang menjadi tujuan mereka setelah bersama. Mereka saling menjaga diri untuk pasangan. Mencoba mengendalikan keegoisan dan mencoba mengalah.

Tapi, ada satu hal yang tidak bisa berubah. Dulu sebelum mereka berpacaran, sangatlah jarang untuk bertemu, tidakpun bertemua, berpapasan di jalan sangatlah jarang sekali. Hal ini masih terjadi sampai sekarang. Terasa sedikit aneh dari berpacaran mereka. Tidak terlihat romantis di dunia nyata, namun berkebalikan di dunia maya. Mereka sangat romantis. Apakah ini karena mereka pintar dalam merangkai kata saat berbalas pesan, atau memang tidak ada waktu untuk berkencan?

Suatu hari Willy mencoba mengajak Daffa untuk pergi berkencan atau hanya sekedar keluar jalan -- jalan menyusuri trotoar kota. Mengingat beberapa kru media mendapatkan waktu pulang yang cepat hari ini. Willy menghubungi Daffa untuk bertemu di kantin kantor. Kali ini Daffa mengiyakannya.

Mereka akhirnya memutuskan untuk berjalan sebantar dan mengunjungi mall yag berada tidak jauh dari kantor. mereka tidak berbelanja, hanya jalan -- jalan saja dan akhirnya saling merasa lapar dan memutuskan untuk makan ayam goreng tepung. Setelah tenaga terisi kembali, mereka menuju ke lantai dasar untuk menyaksikan pertunjukan musik. Sangat sederhana kencan hari ini. Willy sangat senang karena ini pertama kalinya mereka jalan setelah satu bulan pacaran.

Itu adalah kencan pertama dan terakhir Willy. Seperti bukan sebelumnya, mereka hanya dekat di dunia maya, tapi terasa jauh di dunia nyata. Mereka masih berhubungan dalam media sosial, namun frekuensi bertemu di dunia nyata sangat jarang. Boleh dikatakan tidak pernah sejak terakhir kencan.

Perasaan aneh muncul dari benak Willy beberapa hari belakanga. Hubungan mereka sudah dua bulan lebih, tapi terasa tidak sehat. Daffa terlihat menghindar saat bertemu di kantor, dia selalu mengelak dan mengatakan sangat sibuk dan dikejar deadline. Tapi, menurut Willy, setidaknya saat dia berada di kantin, jangan menghindar. Tapi apa daya, tidak ada yang bisa dia perbuat, dia tidak bisa melawan, sebab Daffa adalah seniornya.

Keadaan ini semakin berlarut, sampai akhrinya Willy didiamkan sampai dia media sosial. Sudah masuk bulan Februari, Daffa tambah mendiamkan Willy. Willy tidak tahu salah dia dimana, dan apa yang diinginkan Daffa,

Sampai akhirnya sebuah pesan masuk ke ponsel Willy. Pesan dari Daffa, singkat padat dan membuat sakit.

"Saya mau bilang ini sudah cukup lama. Saya sudah mempertimbangkannya. Saya rasa hubungan kita sampai di sini saja. Saya merasa hanya ada sedikit kecocokan di antara kita, maaf jika saya membuatmu sedih belakangan ini. Dan terima kasih atas semuanya."

Seketika Willy kaget dan merasa dihantam batu besar. Dia tidak percaya apa yang dia dapatkan. Mengingat malam ini adalah malam valentine yang seharusnya adalah malam yang berbahagia bagi pasangan. Namun, dia mendapatkan hal yang sebaliknya, sakit hati dan membuat trauma di hati Willy. Dia menangis tak percaya. Namun, apa boleh buat, dia harus menerima kenyataan aneh ini, secara tiba -- tiba tanpa kejelasan Daffa menyampaikan hal ini.

"Terima kasih kado Valentine nya," Willy membalas singkat.

Terima kasih malam valentine. Kado mu sangat membekas di hatiku.

-MR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun