Mohon tunggu...
Miftakhul Nuril Arzaq
Miftakhul Nuril Arzaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM : 102190135 Kelas : SM E

Mahasiswa IAIN Ponorogo Fakultas Syariah jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Mustahik Dalam Islam

23 Mei 2021   22:22 Diperbarui: 23 Mei 2021   22:37 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mustahik zakat adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Allah SWT telah menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat di dalam Al-Qur'an, mereka itu terdiri dari delapan golongan. Allah SWT berfirman dalam QS At-Taubah [9]: 60.

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah 9: Ayat 60).

Ilmu Allah SWT tentang pembagian musthaik menjadi delapan asnaf merupakan upaya menjaga umat dari kerusakan sosial, sementara kebijaksanaan-Nya adalah mencukupi kebutuhan mereka yang masih kekurangan. Adapun delapan golongan asnaf tersebut yaitu, sebagai berikut:

1. Fakir

Fakir (al-fukara) ialah orang tidak berharta dan tidak pula mempunyai pekerjaan atau usaha tetap guna mencukupi kebutuhan hidupnya, sedangkan orang yang menanggungnya (menjamin hidupnya) tidak ada. Abu Hanifah berpendapat bahwa orang fakir adalah orang yang tidak memiliki penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Adapun menurut jumhur ulama fakir adalah orang-orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

2. Miskin

Miskin adalah orang-orang yang tidak dapat mencukupi hidupnya, meskipun ia mempunyai pekerjaan atau usaha tetap, tetapi hasilnya belum bisa mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Menurut Abu Hanifah, orang miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan tetap tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Sedangkan, jumhur ulama mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang mempunyai harta atau penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan diri dan tanggungannya, tetapi penghasilan tersebut tidak mencukupi.

3. Amil

Amil adalah orang-orang yang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat, menyimpan, dan membaginya kepada orang yang berhak dan mengerjakan pembukuannya. Orang yang ditunjuk sebagai amil zakat adalah orang-orang yang benar benar terpecaya, jujur dan ikhlas. Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Beragama Islam

b. Berakal dan baligh

c. Amanah

d. Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum zakat dan hal lain yang terkait dengan tugas amil zakat.

4. Muallaf

Muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam yang masih memerlukan bantuan dalam beradaptasi dengan kondisi baru mereka. Menurut Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad, orang-orang muallaf (orang yang dapat dibujuk hatinya) dengan zakat adalah

a. Orang-orang yang baru masuk islam dan imannya masih lemah, mereka diberikan zakat sebagai bantuan untuk meningkatkan imannya yang masih lemah.

b. Pemimpin yang telah masuk Islam dan diharapkan mempengaruhi kaumnya yang masih kafir supaya mereka masuk Islam.

c. Pemimpin yang telah kuat imannya diharapkan mencegah perbuatan jahat orang-orang kafir yang ada di bawah pimpinannya atau perbuatan orang-orang yang tidak mau memelihara zakatnya.

d. Orang-orang yang dapat mencegah tindakan orang-orang yang tidak mau membayar zakat.

5. Fi Riqab (Memerdekakan Budak)

Menurut istilah syara'riqab ialah budak atau hamba sahaya. Budak atau hamba sahaya dinamakan raqaba atau riqab, karena dia dikuasai sepenuhnya oleh tuannya sehingga dengan diberikannya bagian zakat tujuannya agar mereka dapat melepaskan diri dari belenggu perbudakan. Adapun cara untuk membebaskan budak antara lain dengan cara sebagai berikut:

a. Membantu budak mukattab, ialah budak yang telah mengadakan perjanjian dan kesepakatan dengan tuannya bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta dengan jumlah tertentu maka bebaslah ia dari perbudakan.

b. Membeli budak untuk dimerdekakan atau menambahkan uang dari seorang yang hendak membeli budak untuk dibebaskan.

c. Melakukan advokasi terhadap mereka yang menjadi korban perbudakan walaupun dalam konteks masyarakat sekarang sulit mencari orang yang memang betul-betul menjadi budak.

6. Gharim

Gharim adalah orang-orang yang terbebani oleh hutang. Orang berhutang yang berhak menerima penyaluran zakat dalam golongan ini ialah:

a. Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan syarat, hutang itu tidak untuk kemaksiatan, hutang itu melilit pelakunya, si pengutang tidak sanggup lagi melunasi hutangnya, hutang itu sudah jatuh tempo dan harus dilunasi.

b. Orang yang berhutang untuk kepentingan sosial, seperti berhutang untuk mendamaikan antara pihak yang bertikai dengan memikul biaya diyat (denda criminal) atau biaya barang-barang yang dirusak. Orang seperti ini berhak menerima zakat walaupun mereka orang kaya yang mampu melunasi hutangnya.

c. Orang yang berhutang karena menjamin utang orang lain, dimana yang menjamin dan yang dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan.

d. Orang yang berhutang untuk membayar diyat karena pembunuhan tidak sengaja, apabila keluarga benar-benar tidak mampu membayar denda tersebut, begitu pula kas negara.

7. Fisabilillah

Fisabilillah (di Jalan Allah) adalah segala jalan yang akan mengantarkan umat kepada keridhaan Allah, berupa segala amalan yang diizinkan Allah untuk memuliakan agama-Nya dan juga melaksanakan hukum-hukum-Nya.

Sedangkan pengertian fisabilillah dalam mazhab Maliki adalah: "pejuang yang memiliki ikatan, diberikan untuk menjadi kebutuhan mereka dalam peperangan baik keadaan mereka kaya atau miskin." Pengertian fisabilillah yang diberikan Malikiyah tersebut menunjukkan bahwa tidak membedakan kaya dan miskin.

8. Ibnu Sabil

Ibnu sabil menurut jumhur ulama adalah musafir yang melakukan suatu perjalanan bukan untuk maksiat dan dalam perjalanan itu mereka kehabisan bekal. Sedangkan Yusuf al-Qardawi berpendapat bahwa ibnu sabil dalam kaitannya dengan zakat adalah seluruh bentuk perjalanan yang dilakukan untuk kemaslahatan umum yang manfaatnya kembali pada agama Islam atau masyarakat Islam. Ibnu Sabil yang berhak menerima zakat menurut ulama fiqih harus memenuhi syarat:

a. Dalam keadaan membutuhkan.

b. Bukan perjalanan maksiat.

Santoso, Sony dan Rinto Agustino. 2018. ZAKAT SEBAGAI KETAHANAN NASIONAL. Yogyakarta: Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA.

Sari, Elsi Kartika. 2006. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Jakarta: Penerbit PT Grasindo.

Suryadi, Andi. 2018. "MUSTAHIQ DAN HARTA YANG WAJIB DIZAKATI MENURUT KAJIAN PARA ULAMA". Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol. 19 Nomor 1.

Miftakhul Nuril Arzaq, 102190135, SM. E

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun