Mohon tunggu...
Michael The
Michael The Mohon Tunggu... Lainnya - B.E(Civ)(Hons)

Manusia biasa yang suka menuangkan pikirannya terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya. Pro Kontra biasa asal disertai pemikiran dan perasaan yang beralasan. Selamat menikmati.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pikiran dan Perasaan #13 - "Dilema Kesehatan atau Kesakitan?"

16 Januari 2021   00:50 Diperbarui: 16 Januari 2021   02:13 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya pun datang tepat waktu dan mendaftarkan diri ulang sembari menunggu giliran. Kira-kira pukul 12.00 lewat, nama saya pun dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan praktek (saya berobat dengan adik saya yang juga punya keluhan dibagian perut sejak beberapa minggu sebelumya). 

Giliran pertama adalah saya, beliau menanyakan apa saja keluhan saya dan mencatatnya. Dokter B kemudian menyuruh saya untuk berbaring dan melukan pengecekan dibagian perut sebelah kanan sesuai dengan yang saya tunjukkan.

Dengan satu sentuhan dan pertanyaan "apakah sakit disini?" dan jawaban "iya", dokter B pun langsung menyatakan bahwa sakit itu memang khas berkaitan dengan penyakit usus buntu. Dokter B langsung membuka nota untuk saya melakukan cek urin, darah serta USG tanpa memberikan penjelasan yang mendetail dan berusaha menenangkan saya.

Ia hanya mengatakan bahwa rasa sakit saya sudah sedikit mereda karena efek antibiotik sebelumnya. Sedangkan adik saya dengan pemaparannya akan keluhannnya yang dikatakan seperti maag, dokter pun langsung membukakan resep obat maag sebanyak dua jenis dan menyuruhnya untuk melakukan cek feses (tinja). 

Di saat itu juga, saya langsung melakukan pengambilan urin, darah dan menunggu giliran untuk USG. Jadwal USG adalah jam 13.00, namun dokter (dokter C) yang bertugas baru datang sekitar pukul 14.00 lewat. Pemerikasaan USG pun berjalan normal, dokter yang memerikasa rupanya adalah dokter substitusi yang menggantikan dokter utama yang berhalangan hadir.

Dokter C menjelaskan bahwa ia tidak menemukan sesuatu radang atau yang janggal disekitar area yang saya keluhkan. Ia berkesimpulan bahwa jika memang saya mengalami usus buntu, radang tersebut bisa saja sudah mereda karena pengaruh obat yang diberikan sebelumnya. Dokter C menganjurkan saya untuk melakukan pemeriksaan CT Scan bila memang rasa sakit tersebut muncul kembali. 

Hasil USG keluar tak berapa lama kemudian dan dari keterangan menunjukkan bahwa semua terlihat normal. Hasil cek urin dan darah pun keluar dan dari semua parameter yang ada, hasil cek saya menunjukkan semua masuk dalam angka rujukan normal dan tidak ada gangguan (rapot merah).

Saya mengatakan ke ibu saya "Palingan juga nanti dokter bilang ini semua normal dan saya tidak kenapa-kenapa, tidak perlu lah kita kembali lagi untuk konsultasi". Namun ibu saya yang masih penasaran pun memaksa saya untuk kembali 2 hari kemudian untuk konsultasi bersama dengan hasil pemerikasaan adik saya. 

Hari kamis saya kembali ke rumah sakit untuk berkonsultasi ke dokter B. Kali ini saya mendapatkan antrian nomor ke-5 dan disuruh untuk datang pukul 09.00. Dokter B datang tepat pukul 10.00 (telat 1 jam dari jadwal) dan kami masih menunggu sekitar 10 menit sebelum dipanggil masuk ke ruangan (antrian ke-5 namun dipanggil paling pertama).

Saat menunjukkan hasil pemerikasaan saya, betul saja apa yang saya katakan ke ibu saya beberapa hari yang lalu. Dokter B menyatakan bahwa hasil saya semua normal dan saya mungkin hanya menderita keram otot. Ia pun ak memberikan obat dan menutup "kasus" saya.

Lain halnya dengan adik saya, ada satu indikator merah yang mendeteksi virus di saluran pencernaannya. Dokter B menambahkan dua jenis obat lagi untuk dikonsumsi oleh adik saya (total 4 jenis obat). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun