Mohon tunggu...
Michael The
Michael The Mohon Tunggu... Lainnya - B.E(Civ)(Hons)

Manusia biasa yang suka menuangkan pikirannya terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya. Pro Kontra biasa asal disertai pemikiran dan perasaan yang beralasan. Selamat menikmati.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pikiran dan Perasaan #2 - "Cipta Kerja atau Cipta Keributan?"

20 Oktober 2020   21:51 Diperbarui: 20 Oktober 2020   22:39 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam Sejahtera, Assalamualaikum wr wb, Shalom Alaichem
Om Swastyastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan

Beberapa pekan terakhir ini kesibukan kita ikut diramaikan dengan adanya pro kontra tentang Undang-Undang baru yang bernama Omnibus Law UU Cipta Kerja. Hampir diseluruh penjuru tanah air (terutama di kota-kota besar) aksi unjuk rasa digelar oleh sejumlah pihak yang menentang tentang pengesahan UU tersebut mulai dari mahasiswa, serikat buruh dan pekerja hingga elemen-elemen/ kelompok tertentu. Alasan utamanya tidak lain karena menganggap beberapa pasal dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja dianggap merugikan para pekerja. Ada yang mengatakan pekerja kontrak bisa saja kontrak seumur hidup, pengurangan cuti, masalah upah, ketidakadilan PHK dan lain-lain yang cukup banyak beredar di media sosial. Hal ini tentu sangat meresahkan para buruh jika benar adanya. 


Mari kita lihat sedikit ke belakang mengenai latar belakang diciptakannya Omnibus Law UU Cipta Kerja. Dari penjelasan cukup sederhana dan jelas oleh bapak Sofyan Djalil di Youtube Channel Deddy Corbuzier, UU ini sebenarnya dibuat untuk menyederhanakan 79 undang-undang yang ada agar lebih efisien dan tidak tumpang tindih antar satu sama lain serta memodifikasi beberapa bagian yang dianggap sudah tidak cocok untuk diterapkan di masa sekarang. Mengapa hal ini penting? Karena selama ini investor dari luar merasa bahwa untuk mengurus segala jenis perizinan di Indonesia sangatlah rumit, memakan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Hal ini lah yang menjadi inisiatif pemerintah untuk memudahkan investor dalam membuka usaha nya di Indonesia yang nantinya dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk jutaan masyarakat Indonesia yang masih menganggur. Tujuan yang baik bukan? Tetapi mengapa banyak pihak yang menentangnya? Terutama buruh yang notabenenya adalah salah satu sasaran utama dalam penerapan UU ini. 

Presiden Jokowi meminta untuk menyelesaikan perancangan UU ini selesai dalam waktu 100 hari. Dalam perjalanannya, pembahasan UU ini sebenarnya sudah ditentang oleh beberapa pihak namun puncaknya terjadi ketika pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR RI yang diRASA terburu-buru oleh beberapa pihak. Apalagi selama proses pengesahannya terjadi konflik antar fraksi dari partai Demokrat dengan pimpinan DPR RI yang mengakibatkan fraksi Demokrat walk out dari persidangan. Inilah yang menjadi titik awal dari runtutan penolakan-penolakan Omnibus Law dikalangan masyarakat dan terjadinya demonstrasi yang cukup intens namun kondusif (dibanding aksi demo UU sebelumnya).  

Media sosial menjadi sarana yang sangat berpengaruh dalam menyebarkan informasi tentang pengesahan UU Cipta Kerja ini. Dalam hitungan jam segala informasi mengenai UU ini beredar mulai dari video keributan saat rapat paripurna, poin-poin kontroversial dalam UU Cipta Kerja, parodi rapat paripurna DPR RI dan masih banyak lagi. Semua itu dikonsumsi oleh masyarakat secara cepat tanpa filter mana informasi yang benar dan salah. Disusul juga dengan tidak adanya penjelasan yang memadai dari pihak pemerintah membuat banyak pihak semakin berang dan berPIKIR bahwa memang benar ada kejanggalan dalam UU tersebut dan memang dibuat untuk menguntungkan pihak pengusaha dan semakin memperkecil hak daripada para pekerja. 

Beberapa hari setelah munculnya aksi penolakan UU Cipta Kerja, ada beberapa pihak yang mulai mengklarifikasi dan memberi penjelasan tentang informasi-informasi yang beredar luas di masyarakat, termasuk di dalamnya adalah video dari Presiden Jokowi yang diunggah di akun resminya. Dinilai sedikit terlambat karena banyak pihak yang sudah terlanjur kecewa dan bahkan percaya sepenuhnya akan informasi-informasi tersebut. Tapi mana yang benar? Apakah pemerintah sepenuhnya salah dalam menciptakan UU ini? Apakah masyarakat terlalu panik akan hilangnya hak-hak mereka? Ataukah ada faktor lain yang kurang dianggap sehingga hal ini terjadi? Mari kita PIKIRkan dan RASAkan dari dua perspektif yang berbeda. 

Perspektif Masyarakat

Sudah menjadi hak bagi setiap elemen masyarakat untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh pemerintah, mengkritik serta memberi masukan kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada kehidupan masyarakat itu sendiri. Di tengah pandemi Covid-19 ini, wajar bagi setiap individu untuk khawatir akan masa depannya. Apalagi mengenai kapan pandemi ini akan berakhir belum bisa diprediksi dan hidup setiap orang menjadi tidak tentu. Ada pekerja yang masih bekerja secara normal dan tidak terdampak akan pandemi ini, ada yang penjulannya menurun, ada yang gajinya terpaksa dipotong dan ada juga yang usahanya tutup serta tidak bekerja akibat pandemi Covid-19 ini. Dalam situasi seperti ini, sensivitas masyarakat akan semakin tinggi dalam menanggapi kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menentukan nasib sebagian orang. Seperti yang diketahui, UU Cipta Kerja dibuat untuk salah satunya menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia. Hal ini tentu sangat diperlukan di masa sekarang ini maupun setelah pandemi ini berkahir. Masyarakat menaruh harapan yang sangat besar akan UU baru ini, berharap agar kualitas kehidupan mereka dapat bertambah (gaji, tunjangan, bonus, asuransi, cuti, kenaikan jabatan) bukan malah berkurang atau hilang. Keresahan inilah yang dicampur dengan informasi yang simpang siur meyebabkan kebingungan dan kecurigaan. 

Perspektif Pemerintah

Pandemi Covid-19 membuat pemerintahan di semua negara menghadapi masalah besar salah satunya dibidang tenaga kerja. Banyaknya perudahaan yang terpaksa mengurangi jumlah karyawan bahkan tutup membuat angka pengangguran semakin meningkat. Dengan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja ini, pemerintah berharap lebih banyak investor yang akan masuk ke dalam negeri untuk membuka usaha, membangun pabrik dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu hub sentral usaha meraka. Selama ini banyak investor yang ingin masuk ke Indonesia karena sebenarnya juga Indonesia mempunyai sumber daya yang cukup beragam serta jumlah sumber daya manusia yang banyak, namun perizinan menjadi momok yang menakutkan bagi investor yang membuat mereka akhirnya memilih negara lain disekitar Indonesia seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam yang menawarkan izin mudah dan biaya produksi yang lebih murah. Dengan adanya UU baru ini pemerintah berharap pengurusan izin berusaha dapat disimplifikasi serta menyesuaikan kondisi masyarakat di tengah globalisasi sehingga dapat menguntungkan pegusaha, pekerja dan pemerintah itu sendiri. Sederhanyanya pengusaha ingin produksi murah dengan kualitas baik, pekerja ingin pendapatan tinggi dan pekerjaan yang terjamin, pemerintah ingin pemasukan dari pajak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun