Mohon tunggu...
Calvin Dharmawan
Calvin Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - SMP Kolese Kanisius

Seorang pelajar yang memiliki antusiasme yang tinggi terhadap dunia perpolitikan Indonesia dan acara-acara yang menarik di Kolese Kanisius.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Radikalisme dan Intoleransi akan Meruntuhkan Persatuan Bangsa Indonesia

3 Desember 2022   18:58 Diperbarui: 3 Desember 2022   19:33 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era modern ini, perilaku radikalisme dan sikap intoleransi sering terjadi di tengah kehidupan masyarakat.  Perkembangan teknologi yang semakin mempermudah akses informasi, ternyata juga merupakan jalur masuk bagi paham-paham radikal di Indonesia. Perilaku radikalisme dan sikap intoleransi tersebut merupakan ancaman yang besar bagi berlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, karena berpotensi memecah belah masyarakat dan meruntuhkan persatuan bangsa.

Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), intoleransi adalah ketiadaan tenggang rasa. Menurut Hunsberger, tindakan intoleransi dilatari oleh  prasangka yang berlebihan. Terdapat 3 komponen intoleransi, yakni tidak mampu menahan diri dan tidak suka dengan orang lain,  menentang sikap atau keyakinan orang lain, dan dengan sengaja mengganggu orang lain. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa intoleransi merupakan sikap ketiadaan tenggang rasa dengan penentangan serta penolakan yang disebabkan oleh adanya perbedaan, prasangka, dan rasa tidak suka.

Sebagai negara majemuk dengan pluralitas yang tinggi, Indonesia sangat rawan terhadap sikap intoleransi. Intoleransi suku, ras, dan agama, seringkali menimbulkan perpecahan dan menjadi permasalahan di dalam kehidupan masyarakat. Apabila seseorang merasa suku, ras, atau agamanya adalah yang terbaik, maka ia tidak akan mampu menghargai suku, ras, serta agama orang lain. Ketidakmampuan seseorang untuk memandang suku, ras, dan agama orang lain sebagai setara inilah, yang menyebabkan intoleransi. Padahal, sikap toleransi dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut adalah kunci utama dari persatuan bangsa.

Sikap-sikap intoleransi, terutama sikap intoleransi antar umat beragama, sudah beberapa kali pernah terjadi di Indonesia. Salah satunya adalah, kasus pembakaran masjid di Papua pada tanggal 17 juli 2015. Peristiwa ini berawal dari pertikaian antara jemaat Gereja Gidi dengan umat muslim, karena umat muslim yang pada hari itu sedang merayakan Idul Fitri, tidak menuruti permintaan dari jemaat Gereja Gidi untuk tidak menggunakan pengeras suara. Karena merasa tidak senang, jemaat Gereja Gidi ingin protes, tetapi dihalau oleh kepolisian. 

Akhirnya, kerusuhan pun terjadi dan berakhir dengan pembakaran masjid. Aksi pembakaran masjid tersebut menyebabkan konflik antara umat Kristen dan juga umat muslim di wilayah setempat selama beberapa hari kedepan. Sikap intoleransi ini tentunya sangat merusak kerukunan hidup antar umat beragama di Papua. Bila tidak ditangani dengan baik, sikap intoleransi ini dapat berakibat lebih fatal dan berpotensi menjadi akar dari perilaku radikalisme.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan sosial dan politik secara drastic dengan cara kekerasan. Menurut Moskalenko dan McCauley, paham radikalisme membenarkan tindak kekerasan sebagai satu-satunya jalan untuk menciptakan perubahan. 

Partanto dan Al Barry berpendapat, bahwa radikalisme adalah paham politik yang menghendaki perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan melalui ketiga pengertian di atas, bahwa radikalisme merupakan paham atau aliran yang ingin menciptakan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara besar-besaran dengan menggunakan jalan kekerasan.

Sebagai sebuah negara yang telah berdiri selama 75 tahun, Indonesia sudah beberapa kali berpengalaman menghadapi kasus-kasus radikalisme yang mengancam persatuan bangsa. Menurut catatan sejarah, serangan berbau radikal sudah pernah terjadi beberapa kali di beberapa tempat di Indonesia, seperti Pengeboman Gedung WTC pada tanggal 11 September 2001, Bom Bali 1 pada tanggal 12 Oktober 2002, yang disusul dengan Bom Bali 2 pada tanggal 1 Oktober 2005, dan Bom Sarinah Jakarta Pusat pada tanggal 14 Januari 2016. Ketika terjadi serangan-serangan tersebut, dunia ikut tersentak dan berduka bersama Indonesia. 

Serangan radikalisme yang dilakukan tidak hanya menyebabkan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga merusak perdamaian. Peristiwa pengeboman yang terjadi, dikait-kaitkan dengan gerakan Islam fundamentalis-radikal yang berada di bawah pimpinan Osamah bin Laden. Selain itu, beredar juga rumor bahwa kelompok ISIS bersama dengan segala organ-organnya telah menebar pengaruhnya di Indonesia. 

Para umat Islam, tentu saja tidak bisa menerima tuduhan bahwa Pengeboman Gedung WTC dan Bom Sarinah Jakarta Pusat, berkaitan dengan Islam sebagai suatu institusi agama. Hal tersebut akan merepresentasikan agama Islam sebagai agama berideologi terror, yang tentunya sangat memperburuk pandangan terhadap agama Islam di mata agama lainnya. Melalui hal tersebut, sangat terlihat jelas bahwa topik agama yang bersifat sensitif, sangat berpotensi untuk memicu terjadinya kekerasan dan permusuhan.

Apapun motifnya, aksi radikalisme sama sekali tidak bisa dibenarkan dari sudut pandang manapun. Perilaku radikalisme hanya akan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, merusak perdamaian, memicu permusuhan, dan menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat. Perubahan tidak dapat dijadikan sebagai alasan bagi pihak manapun untuk menggunakan kekerasan, karena kekerasan bukanlah jalan yang tepat untuk menciptakan perubahan. Perubahan tidak akan terjadi dalam satu malam, dan harus diciptakan secara perlahan dengan diplomatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun