2. Lepaskan
Lepaskan sejenak beragam tugas. Sebanyak apapun dan seberat apapun, kalau bisa tanggalkan dulu. Biarkan pikiran kita tenang. Biarkan otak kita dengan leluasa menyuruh mata, tangan dan jari jemari kita untuk mencandai anak-anak.Â
Biarkan jiwa kita puas memeluknya, tertawa bersamanya, bersenda gurau dan berbagi pengalaman. Bahkan untuk aktivitas memasak sekalipun yang sudah menjadi kewajiban sehari-hari bagi seorang ibu, boleh dilepaskan sejenak untuk memberikan hak kebahagiaan kepada anak.Â
Terlebih apabila memasak dengan segala persoalannya malah memicu ketidaktenangan kita yang kemudian berujung pada spontanitas berupa memarahi anak dan lain-lain, maka tak perlu memasak dulu untuk waktu-waktu tertentu. Atau kita bisa mengaturnya misalnya dengan cara membuat jadwal dimana pada setiap berapa waktu sekali, si ibu puasa memasak. Alternatifnya, boleh membeli atau makan di luar untuk sekadar hiburan.
3. Terbukalah untuk punya pembantu
Tidak semua orang bisa begitu saja jatuh cinta dengan kehadiran pembantu. Terlebih bagi orang-orang yang perfeksionis dimana semua proses dan hasil pekerjaan benar-benar harus idealis.Â
Bagi siapapun diantara kita yang perfeksionis, alangkah bijak untuk memutuskan mencari pembantu. Logikanya, ketika kita sibuk dengan karier atau tugas-tugas organisasi, dan waktu pun menjadi lebih terbatas, maka biarkan beberapa tugas rumah dilimpahkan kepada pembantu.
Ayah Bunda yang budiman. Tulisan ini tentu saja bukan sebuah pembenaran bagi para orang tua untuk boleh bermalas-malasan. Melainkan sebuah alternatif ketika kesibukan dengan permasalahan psikis hadir beriringan.Â
Kita tak bisa membiarkan diri kita menghamburkan kemarahan dan kekesalan pada anak. Tetapi kita berusaha untuk sekadar menenangkan diri. Kefokusan pada anak akan hadir deengan sempurna dari orang tua yang mampu berpikir tenang. Yuk mari, cooling down! Semoga bermanfaat.
Alloohu 'alam bish showaab. Semoga bermanfaat.