Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Dari Surga

26 Juni 2020   01:20 Diperbarui: 26 Juni 2020   01:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kelima dan seterusnya.

Mereka semua melewati pekarangan rumah itu begitu saja. Tidak ada yang spesial lagi dan dia mulai terlihat bosan. Ia menyingkirkan buku dari pangkuannya dan kini terlihat menjulurkan tangannya pada gelas teh di sisinya. Hangat dari gelas kaca tanpa pegangan itu menjalar dengan perlahan, seolah berusaha mengisi sesuatu dalam tubuh gadis itu.

Saat mendekatkan gelas itu ke bibir, menuangnya tanpa pikir panjang, dia tersentak setelah merasakan sensasi terbakar pada lidahnya. Ia buru-buru meletakkan gelas itu kembali. Teh itu masih terlalu panas untuk bisa di minum.

Dia menatap kepulan dari gelas itu, lalu sedetik kemudian beralih pada tangannya. Telapak tangannya terlihat sangat pucat. Ia menekan-nekan telapak tangannya berulang-ulang, sepertinya tangannya benar-benar mati rasa karena kedinginan. Bagaimana pun juga, menikmati teh bukan pilihan tepat untuk saat ini. Dia harus menunggu beberapa saat lagi.

Matahari yang mulai meninggi belum juga mampu mengalahkan dingin dan beku yang ia rasakan. Karena itulah dia memutuskan untuk menoleh ke arah matahari untuk memastikan apakah yang tergantung saat ini adalah matahari atau sekedar bolam taman yang tidak menghangatkan sama sekali? Tapi itu benar-benar matahari.

Ia bisa merasakan kalau matanya mulai perih dan terasa mau meledak, jadi ia buru-buru mengalihkan wajahnya seperti seorang gadis yang tertangkap basah sedang menatap belahan jiwanya dan saling bertatapan beberapa saat.

Wajahnya yang memanas dan merah itu terlihat sangat kontras dengan pandangannya yang berkunang-kunang saat ini. Seperti lampu-lampu pertunjukan yang sengaja dipasang dengan filter berwarna biru, seperti itulah yang terlihat dari matanya sekarang.

Kini ia mengerjap-ngerjap beberapa saat, mencoba memulihkan pandangannya. Sebelum semuanya sempat menjadi jelas, sebelum pandangannya kembali jernih, seekor gagak terbang ke arahnya, mendarat tepat di bawah kakinya.

Sang gadis mentap heran pada gagak itu. Dia terbang mendatanginya tanpa bersuara dan kini hanya diam mematung. Burung itu tidak terlihat seperti burung sungguhan, justru terlihat seperti sebuah mainan yang biasa dijual lengkap dengan baterai isi ulangnya.

Lama gadis itu berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk membawa gagak itu ke pangkuannya. Ia membelai bulu-bulu yang terlihat seperti berlapis lilin itu, tidak ada perlawanan dari sang burung. Karena itulah ia kemudia menghadapkan burung itu ke wajahnya, hingga ia bisa menatap mata burung itu dengan jelas.

Gadis itu membeku beberapa saat. Sekujur tubuhnya berubah dingin dan bergetar hebat. Dia lemparkan burung itu hingga ke jalan, tapi sang gagak kembali mendekatinya dan menatap lurus ke arah gadis malang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun