Padahal, saya yakin ada bagian dari pesawat ini yang retak dan bahkan mungkin telah patah. Kudengar jelas keras bunyi retakan itu. Bisakah pesawat ini melewati masa-masa kritis pendaratan?
Tapi setidaknya pesawat masih dalam kendali.
Tetapi, jangan-jangan pada perjalanan putar balik inilah ajal ditakdirkan menjemput?
Waktu terus berlalu.
"Para penumpang... waktu mendarat telah dekat..." Suara awak kabin terdengar lagi. Tergesa-gesa. Tidak ada peringatan untuk tetap pada kursi, atau meminta mengencangkan seatbelt seperti biasanya.
Jantungku berdegup semakin cepat.
Kuintip ke luar jendela. Gedung-gedung bandara telah tampak jelas dalam kegelapan. Semakin membesar menuju ukuran sebenarnya. Garis-garis marka jalan makin jelas. Lampu stroboskop mobil pemadam dari jauh tampak berputar-putar mendekati pesawat. Diikuti ambulans.
Saat mendarat kian dekat. Saya bisa melihat jelas garis-garis marka jalan telah dalam ukuran yang semestinya, berlarian ke belakang. Saya bahkan bisa merasakan jarak roda pesawat ke aspal. Tiga puluh sentimeter, sepuluh senti meter... Saya menahan napas...
Peluang selamat sekarang melonjak menjadi delapan puluh persen. Kurangnya, yang dua puluh persen itu, adalah jika roda pesawat patah saat menyentuh tanah sehingga badan pesawat meluncur bergesekan dengan aspal yang memicu kebakaran dan ledakan.
Srrrttttttt... bruuummm....
Roda pesawat telah menyentuh aspal. Bunyi mesin pesawat menderum berusaha menghambat laju pesawat. Kami tersentak ke depan. Pesawat terus melaju. Bagian ujung sayap sebelah kanan hampir saja menyentuh tanah, dan akhirnya,