Mohon tunggu...
M Fajarun Amin
M Fajarun Amin Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Manusia

Menginginkan Indonesia Raya Lahir Batin selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Arah Baru Wajah Indonesia

28 Juni 2019   09:45 Diperbarui: 30 Juni 2019   14:23 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kado Untuk Menkes RI 2019 -2024.

REWIEW NASKAH LAPORAN KAJIAN KONSOLIDASI SEKTOR KESEHATAN BIDANG KESEHATAN OLEH TIM EXPERT HSR (HEALTH SECTOR REVIEEW) BAPPENAS RI 2018 YANG AKAN DISINKRONKAN DENGAN VISI MISI PEMERINTAHAN MENDATANG.

MENUJU PENGUATAN SISTEM KESEHATAN NASIONAL.
6 ISU PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN 2019 - 2024


Penulis:
1.Prof. dr. Ascobat Gani, M.P.H., Dr.P.H.
2.Prof.dr. Meiwita Budhiharsana, M.P.A., Ph.D.

Editor:
1.Pungkas Bahjuri Ali, S.T.P., M.S., Ph.D.
2.Renova Glorya Montesori Siahaan, S.E., M.Sc.
3.Ardhiantie, S.K.M., M.P.H.

Coba deh liat, ada dimana kita sekarang?

Rank Agregat SDM Indo di Dunia ke- 116 (UNDP, 2018).

screenshot-20190628-090325-5d15759e0d82307f2f21b892.png
screenshot-20190628-090325-5d15759e0d82307f2f21b892.png
Rank Agregat SDM Indo di Kawasan Asia ke-28.

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

GRAND ISU.

1. Penuaan Penduduk dan Peluang Bonus Demografi.
2. Kematian Ibu, Anak dan Neo-Natal serta Kesehatan Reproduksi.
3. Beban Ganda Gizi (Stunting dan Obesitas).
4. Penyakit Menular dan Penyakit Infeksi Baru.
5. Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risikonya.

6. Penguatan SKN:

a. Isu Kualitas dan Kuantitas SDM Kesehatan.
b. Farmasi, Alat Kesehatan dan Kebijakan Pengawasan Obat serta Makanan.
c. Penguatan Layanan Kesehatan.
d. Efektifitas Pembiyaan Kesehatan (JKN).
e. Tata Kelola SIK (Sistem Informasi Kesehatan).

PRESTASI CAPAIAN KINERJA PEMBANGUNAN LINTAS SEKTOR PADA RPJMN 2014 -- 2019.

1. Angka Kematian Ibu (AKI) telah menurun dari 346 kematian per 100.000 KH pada 2010 (Sensus Penduduk 2010) menjadi 305 kematian per 100.000 KH pada 2015 (SUPAS 2015).

2. Angka Kematian Bayi (AKB) juga menurun dari 32 kematian per 1.000 KH pada tahun 2012 menjadi 24 kematian per 1.000 KH pada tahun 2017 (SDKI).

3. Hasil Riskesdas menunjukkan penurunan prevalensi stunting pada balita dari 37,2 persen (2013) menjadi 1.30,8 persen (2018).

4. Prevalensi tuberkulosis (TB) berdasarkan metode berbasis mikroskopis menurun dari 263 per 100.000 penduduk pada tahun 2015 menjadi 250 per 100.000 penduduk pada tahun 2018 (Kemkes).

Terlepas dari berbagai kemajuan, transisi demografi dan epidemiologi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan pergeseran beban penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM) sbg dampak gaya hidup tidak sehat. Dengan perubahan tersebut, PTM meningkat signifikan dan menjadi faktor penyebab utama kematian di Indonesia. Dengan struktur penduduk yang akan memasuki awal penuaan penduduk, risiko peningkatan PTM masih besar.

sumber: Institute for health metric and evaluation 
sumber: Institute for health metric and evaluation 

PEMBAHASAN

1.Penuaan Penduduk dan Peluang Bonus Demografi.
Penduduk lansia memiliki kerentanan masalah kesehatan yang disertai dengan penurunan kemampuan fisik dan penurunan tingkat kesejahteraan.

-Penyakit Degeneratif: Terutama penyakit Alzheimer. Mengakibatkan ketergantungan ringan hingga  total. penurunan fungsi kognitif secara progresif ditandai dengan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, berkomunikasi dan belajar.

Data IHME menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi Alzheimer dari 939.214 menjadi 1.111.081 kasus antara tahun 2010 dan 2016.

Selain itu, Peningkatan Usia Produktif (15 -- 64) memberikan peluang pada peningkatan Produktifitas SDM dan mengurangi ketergantungan Usia Non-Produktif (0 -- 14 tahun) dan (> 65 tahun).

Perubahan Rasio Ketergantungan (RK) ini MEMBERIKAN 2 PELUANG BESAR BONUS DEMOGRAFI:

1. Bonus Demografi Pertama. Terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebagai hasil dari peningkatan penduduk usia produktif relatif terhadap usia non-produktif -- yang bersifat sementara atau transisi.

2. Sedangkan bonus demografi kedua diprediksi akan diraih saat terjadi peningkatan aset penduduk usia kerja (saat ini) yang dapat dimanfaatkan guna membiayai konsumsi di masa depan.

0o -- dw -- o0

-Penyakit stroke mengakibatkan ketergantungan berat atau total dibandingkan dengan penyakit jantung, diabetes, rematik atau cidera.

sumber: bps
sumber: bps

sumber: bps
sumber: bps

sumber: pkps bappenas
sumber: pkps bappenas

2. Kematian Ibu, Anak dan Neo-Natal serta Kesehatan Reproduksi.
Penurunan angka kematian ibu dan neonatal serta kesehatan reproduksi. Walaupun menurun, laju penurunan angka kematian ibu (AKI) terbilang lambat antara tahun 1990-2015 dan AKI masih tinggi yaitu sebesar 305 kematian per 100.000 kelahiran hidup (Supas 2015).

sumber: bkkbn
sumber: bkkbn

Kondisi ini menunjukkan kualitas pelayanan kesehatan maternal (Kematian Ibu) dan neonatal (Kematian Anak) masih menjadi isu dan perhatian utama.

Tingginya tingkat kematian ibu dan neonatal juga dipengaruhi oleh banyak faktor penentu di hulu, termasuk kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) sebagai faktor risiko utama kematian neonatal. Hal ini terkait erat pula dengan status gizi ibu (termasuk anemia) selama dan sebelum kehamilan, kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan dengan jarak kelahiran yang terlalu pendek, yang kesemuanya merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah.

Cermin Rendahnya Kualitas Sistem Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Indonesia.

3. Beban Ganda Gizi (Stunting dan Obesitas).

Indonesia sedang mengalami beban ganda gizi di mana kejadian defisiensi gizi makro dan mikro disertai juga dengan meningkatnya angka obesitas (double burden of malnutrition/DBM). 

Stunting dan Wasting pada anak-anak di bawah usia lima tahun, anemia pada perempuan usia reproduksi, berat badan lahir rendah dan praktik pemberian makan bayi dan anak yang tidak memadai menjadi kebiasaan yang lazim. Sementara itu, kegemukan meningkat baik pada anak-anak maupun orang dewasa.

Masalah beban ganda gangguan gizi ini dalam jangka panjang berkontribusi pada penciptaan SDM yang tidak berkualitas dan tidak produktif. Kondisi SDM yang tidak produktif akan menyulitkan Indonesia untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi dan memaksimalkan bonus demografi. 

Lebih jauh, gangguan gizi menyebabkan penduduk berisiko terhadap PTM yang memakan biaya tinggi, yang pada akhirnya, akan berimplikasi pada beban pembiayaan kesehatan yang besar.

4. Penyakit Menular dan Penyakit Infeksi Baru.

a.Indonesia masih menempati urutan keempat di dunia dalam hal banyaknya jumlah anak yang belum diimunisasi. Meskipun terjadi peningkatan cakupan imunisasi lengkap dari 52% menjadi 70% (SDKI 2002, 2017), kasus penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin masih sering terjadi. 

Lebih lanjut, Indonesia juga mengalami peningkatan infeksi baru HIV pada dewasa dan anak-anak, tidak seperti kebanyakan negara di Kawasan Asia-Pasifik yang sudah menunjukkan penurunan.

b. Indonesia menempati peringkat TB tertinggi kedua di dunia dengan tingkat deteksi kasus yang sangat rendah (32% pada 2015). Untuk malaria, meskipun terjadi penurunan kasus malaria selama dekade terakhir, hanya separuh dari daerah di Indonesia yang telah dinyatakan bebas malaria di tahun 2018.

Fokus kini diutamakan di lima provinsi bagian timur (khususnya Papua) yang berkontribusi 70% dari seluruh kasus malaria di Indonesia. Meskipun terdapat peningkatan pendanaan yang signifikan untuk ketiga penyakit ini, sistem kesehatan dan rantai pasokan yang lemah, SDM kesehatan yang tidak memadai dan layanan laboratorium yang lemah tetap menjadi hambatan utama. 

Sementara itu, mengurangi risiko penyakit infeksi baru termasuk Antimicrobial Resistance (AMR) dan Antimicrobial Use (AMU), penyakit zoonosis, ancaman keamanan pangan dan ancaman biologis, kimia dan radio-nuklir, dari manapun sumbernya merupakan tantangan baru bagi Indonesia. Sekitar 70% penyakit infeksi baru pada manusia adalah penyakit zoonosis. 

Situasi ini menjadi lebih kompleks dengan AMR terkait dengan penggunaan antibiotik jangka panjang dan kebiasaan peresepan obat yang buruk, baik dalam pengobatan manusia maupun hewan.

sumber: who
sumber: who

5. Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risikonya. 

Penyakit tidak menular (PTM) dan faktor risiko. Penyakit tidak menular (PTM) meningkat seiring dengan penuaan penduduk dan pola hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak seimbang, merokok dan paparan polutan. Pada 2016, PTM berkontribusi hingga 73% dari total kematian. Penyakit serebrovaskular (stroke) merupakan PTM dengan beban penyakit (DALY) terbesar pada 2017. 

Upaya pencegahan mencakup deteksi dini dan manajemen faktor risiko, seperti pengendalian konsumsi rokok dan mitigasi dampak polusi, harus menjadi fokus perhatian. Selain itu, masalah kesehatan mental perlu ditangani.

sumber: balitbangkes, kemenkes
sumber: balitbangkes, kemenkes
sumber: IHME
sumber: IHME

6. Penguatan SKN:

a. Isu Kualitas dan Kuantitas SDM Kesehatan.

b. Farmasi, Alat Kesehatan dan Kebijakan Pengawasan Obat serta Makanan.

c. Penguatan Layanan Kesehatan.

d. Efektifitas Pembiyaan Kesehatan (JKN).

e. Tata Kelola SIK (Sistem Informasi Kesehatan).

Hasil Risnakes tahun 2017 menunjukkan kesenjangan ketersediaan SDM kesehatan di Indonesia. Kekurangan dokter dan terutama tenaga upaya kesehatan masyarakat terjadi di banyak puskesmas, terutama di wilayah timur. Sama halnya, kekurangan SDM kesehatan juga terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan lanjutan (RS), terutama dokter spesialis. 

Pesatnya pertumbuhan fasilitas kesehatan swasta di kota-kota besar dan insentif yang belum memadai menyebabkan disinsentif bagi SDM kesehatan untuk bekerja di DTPK dan wilayah timur. Kekurangan tenaga di fasyankes menyebabkan terjadinya multi-tasking dan task-shifting baik di puskesmas maupun rumah sakit, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan.

Di sisi lain, Indonesia juga dihadapkan pada masalah kualitas tenaga maupun institusi pendidikan kesehatannya. Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan (alkes) juga menjadi tantangan utama di beberapa daerah, terutama di DTPK. 

Lemahnya tata kelola dan sistem pengadaan serta kinerja pengawasan obat dan makanan menyumbang pada belum optimalnya pemenuhan ketersediaan farmasi dan alkes di seluruh wilayah. Selain itu, penggunaan obat rasional masih menjadi isu utama.

Pemenuhan produk farmasi dan alkes juga dihadapkan pada belum mandirinya produksi farmasi dan alkes dalam negeri. Dalam hal pelayanan kesehatan, masih banyak puskesmas dan rumah sakit yang belum memenuhi standar. 

Jumlah dan distribusi fasyankes terutama fasyankes sekunder dan tersier masih timpang antarwilayah, terutama dalam hal kualitas pelayanan. Sistem rujukan yang ada saat ini juga belum maksimal untuk mempercepat pelayanan kesehatan.

Dalam hal pembiayaan, pembiayaan kesehatan saat ini bias pada UKP. Pembiayaan UKM yang merupakan upaya promotif dan preventif belum optimal. Disisi lain, kapasitas fiskal daerah terbatas untuk membiayai seluruh upaya kesehatan. 

Kelangsungan pelaksanaan JKN juga masih menjadi tantangan utama, terutama isu Dalam hal pembiayaan, pembiayaan kesehatan saat ini bias pada UKP. Pembiayaan UKM yang merupakan upaya promotif dan preventif belum optimal. 

Di sisi lain, kapasitas fiskal daerah terbatas untuk membiayai seluruh upaya kesehatan. Kelangsungan pelaksanaan JKN juga masih menjadi tantangan utama, terutama isu defisit yang semakin besar. 

Untuk itu, diperlukan penggalian sumber-sumber pembiayaan baru untuk mengatasi eskalasi kebutuhan biaya kesehatan, terutama dengan semakin meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan. Di sisi lain, tata kelola pembangunan kesehatan belum berjalan optimal dan sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi.

defisit yang semakin besar. Untuk itu, diperlukan penggalian sumber-sumber pembiayaan baru untuk mengatasi eskalasi kebutuhan biaya kesehatan, terutama dengan semakin meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan. Di sisi lain, tata kelola pembangunan kesehatan belum berjalan optimal dan sistem informasi kesehatan masih terfragmentasi. Berdasarkan isu-isu strategis tersebut, rekomendasi kebijakan periode 2020-2024 adalah sebagai berikut.

BERDASARKAN ISU -- ISU STRATEGIS TERSEBUT, REKOMENDASI KEBIJAKAN KESEHATAN PERIODE 2020 -- 2024 ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

1. Penguatan pelayanan kesehatan dalam menghadapi penuaan penduduk dan peluang bonus demografi yang mencakup:

a. pemerataan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dan SDM kesehatan antenatal care (ANC), persalinan dan postnatal care, ketersediaan obat dan alat esensial, dan pemerataan sanitasi dan air minum bagi kelompok usia 0-4 tahun;

b. komitmen untuk kesehatan reproduksi remaja, KIE kesehatan reproduksi dan keselamatan berlalu lintas bagi kelompok anak dan remaja usia 5-14 tahun; (3) promosi kesehatan dan preventif penyakit (pola makan sehat, tidak merokok, aktivitas fisik) serta pemenuhan kebutuhan spesialis untuk menangani secara dini kejadian penyakit, baik menular dan tidak menular pada kelompok usia produktif (15-64tahun); dan (4) kegiatan promosi kesehatan dan preventif sejak dini untuk mengurangi morbiditas dan disabilitas ketika masuk masa lanjut usia, pengembangan sistem pembiayaan kesehatan bagi lansia, serta peningkatan ketersediaan dan kualitas SDM kesehatan untuk lansia (a.l. spesialis geriatri) bagi kelompok lansia.

2. Menurunkan kematian ibu dan neonatal, serta penguatan pelayanan kesehatan reproduksi, mencakup penguatan promosi kesehatan, termasuk akses ke pelayanan keluarga berencana (KB), pelayanan kebidanan yang berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas SDM kesehatan terutama bidan, penguatan sistem rujukan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, peningkatan kualitas pelayanan, termasuk penguatan sistem pemantauan, umpan balik dan pengembangan kapasitas yang efektif, peningkatan koordinasi, kemitraan, dan pelibatan lintas sektor, serta penguatan sistem informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

3. Akselerasi perbaikan gizi masyarakat dalam menurunkan beban ganda gizi dilakukan dengan penetapan kerangka kerja legislatif yang kuat untuk meningkatkan komitmen dan alokasi anggaran untuk gizi di tingkat nasional dan sub-nasional, peningkatan pelayanan gizi berkualitas tinggi untuk semua masyarakat, peningkatan kampanye, advokasi dan komunikasi perubahan perilaku untuk perbaikan gizi dengan menggunakan metode inovatif dan berbagai saluran komunikasi, membangun sistem informasi dan bukti terkait gizi untuk menyediakan sumber data yang kredibel dan tepat waktu yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, serta memperluas keterlibatan multi-sektor untuk mempercepat peningkatan gizi.

4. Pengendalian penyakit menular dan penyakit infeksi baru dilakukan melalui peningkatan surveilans dan pemantauan, penerapan pendekatan khusus untuk pengendalian malaria, peningkatan peran serta masyarakat, peningkatan kebutuhan akan pelayanan HIV/AIDS dan mengurangi xxi Laporan Konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2018 stigma, penguatan kapasitas dalam menghadapi penyakit infeksi baru (emerging disease), serta penerapan pendekatan komprehensif untuk mengatasi resistensi anti-mikroba.

5. Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risiko dilakukan dengan penguatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), penguatan deteksi dini untuk upaya pencegahan PTM, dukungan regulasi untuk mendukung hidup sehat, penerapan pembangunan berwawasan kesehatan dan peningkatan surveilans PTM.

6. Penguatan kinerja sistem kesehatan yang mencakup beberapa hal.

a. Pemenuhan sumber daya manusia kesehatan dilakukan melalui penguatan regulasi dan tata kelola dalam pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan, pengembangan affirmative policy SDM kesehatan khususnya untuk DTPK, peningkatan kualitas perencanaan kebutuhan SDM kesehatan, optimalisasi upaya pemenuhan SDM kesehatan yang merata, peningkatan mutu SDM kesehatan dalam mencapai standar kompetensi dan keunggulan kompetitif, serta penguatan sistem informasi SDM kesehatan.

b. Kedua, pemenuhan ketersediaan farmasi dan alat kesehatan, serta penguatan pengawasan obat dan makanan dilakukan melalui harmonisasi peraturan perundangundangan untuk peningkatan akses, ketersediaan dan pemerataan obat, vaksin dan alkes serta peningkatan industri obat, obat tradisional, termasuk bahan baku dan alkes dalam negeri; penguatan kapasitas SDM, sarana prasarana dan infrastruktur; perbaikan sistem pricing obat; optimalisasi penggunaan sistem informasi kesehatan; penguatan koordinasi antarpemangku kepentingan dalam tata kelola rantai suplai untuk mendukung distribusi farmasi dan alkes yang merata; peningkatan kerjasama lintas-sektor dalam mendorong kemandirian produksi dalam negeri; peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan; penguatan kerangka kelembagaan dan kapasitas pengawasan obat dan makanan; serta penguatan perlindungan dan promosi kesehatan masyarakat melalui komunikasi risiko yang efektif (effective risk communication).

c. Ketiga, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata dilakukan dengan penguatan keterlibatan peran aktif masyarakat dalam program UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) melalui peningkatan kuantitas dan kualitas kader kesehatan dan pemanfaatan teknologi digital, merevitalisasi posyandu yang lebih responsif terhadap permasalahan kesehatan, penguatan pelaksanaan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), penguatan kepemimpinan dalam tata kelola puskesmas, penguatan pelaksanaan program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) oleh puskesmas, pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) sesuai kebutuhan, penguatan sistem rujukan melalui jejaring regionalisasi fasyankes, evaluasi sistem rujukan saat ini dan pemanfaatan teknologi digital, serta peningkatan kualitas dan mutu layanan fasyankes melalui percepatan akreditasi dan clinical pathways.

d. Keempat, peningkatan efektivitas pembiayaan kesehatan dilakukan dengan menggali berbagai sumber pembiayaan baru untuk kesehatan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja kesehatan pemerintah, peningkatan efektivitas dana transfer untuk pembangunan kesehatan di daerah, khususnya dana operasional untuk UKM, serta penguatan pelaksanaan dan pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

e. Kelima, penguatan tata kelola dan sistem informasi kesehatan dilakukan melalui peningkatan kapasitas SDM Dinas Kesehatan (Dinkes) dalam pengelolaan pembangunan kesehatan di daerah, penguatan regulasi dalam memperkuat tata kelola pembangunan kesehatan di daerah, penguatan sistem data dan informasi untuk mendukung tata kelola pembangunan kesehatan, serta peningkatan pengawasan dan evaluasi, serta pembinaan daerah dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan.

STRATEGI

Strategi Umum

Peningkatan kapasitas SDM Dinas Kesehatan (Dinkes) dalam pengelolaan pembangunan kesehatan di daerah. Dinas Kesehatan memiliki peran penting agar pembangunan kesehatan dapat berjalan di daerah. Sebagai pembina kesehatan wilayah, Dinkes harus memiliki kapasitas yang memadai, baik dalam hal manajemen maupun substansi. Kemampuan dalam melakukan perencanaan dan penganggaran pembangunan kesehatan juga harus diperkuat. Dengan semakin banyaknya tantangan dan urusan di bidang kesehatan, seperti pemenuhan SPM, pencapaian SDGs dan pembinaan bagi UPTD, kapasitas SDM Dinkes harus ditingkatkan secara berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan.

1. Mendorong Pendekatan dan Intervensi Menyeluruh.

2. Meningkatkan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).

3. Penguatan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).

4. Mendorong dan meningkatkan peran lintas sektor (mainstreaming health).

5. Mengatasi disparitas untuk pemerataan.

Strategi Khusus

1. Penguatan Pelayanan Kesehatan dalam Menghadapi Penuaan Penduduk dan Peluang Bonus Demografi.

2. Menurunkan Kematian Ibu dan Neonatal, serta Penguatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi.

3. Akselerasi Perbaikan Gizi Masyarakat dalam Menurunkan Beban Ganda Gizi.

4. Pengendalian Penyakit Menular dan Penyakit Infeksi Baru.

5. Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko.

6. Penguatan Kinerja Sistem Kesehatan.

Referensi

Gani, Ascobat dan Meiwita Budhiharsana. 2019. Laporan Kajian Konsolidasi Sektor Kesehatan (Health Sector Review). Bappenas RI. Artikel diakses pada 26 Juni 2019 dari http://kebijakankesehatanindonesia.net/publikasi/arsip-pengantar/3825-laporan-konsolidasi-kajian-sektor-kesehatan-2018

UNDP. 2018. Human Development Indices and Indicators 2018 statustical updates. Konten diakses pada 26 Juni 2019 dari  http://hdr.undp.org/en/2018-update/download

0o -- dw -- o0

Untuk Jawara Indonesia kita Tercinta, kini dan hari depan. Juga seterusnya.

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun