“Panggil saja aku Jack.”
“Dalam bahasa Ibrani, Jack berarti anugrah Tuhan yang paling indah.” Perkataannya sengaja dilembut-lembutkan dan ditambahi dengan desahan lembut yang membuatku semakin bernafsu.
Dia menemaniku sampai aku menyelesaikan lukisanku yang objeknya adalah dirinya. Sampai malam semakin larut, ketika jalan-jalan di kota lama mulai sepi dan sebagian besar pedagang kaki lima mulai mengemasi barang dagangannya, aku pun mulai mengemasi peralatan melukisku.
Aku mengajaknya mampir di kost-ku namun dia menolaknya. Lalu aku memberinya tawaran baru, mengajaknya ke sebuah losmen kelas rendahan yang bertempat tidak terlalu jauh dari gedung MARBA, letaknya di depan stasiun. Dan kemudian,, bingo!!!
Tak butuh waktu lama, aku dan dirinya mulai menunaikan hajat. Kutumpahkan seluruh hasratku yang sudah tak mampu kutahan sejak pertama kali melihatnya, di atas tubuh mulusnyanya. Dia membiarkan aku melakukannya, tampak jelas dia begitu menikmatinya. Dia bagaikan stallion, begitu liar begitu berhasrat. Aku terus “menghajarnya” dan pada akhirnya aku berhasil meruntuhkan pertahannya. Begitu indah. Dinding kamar losmen murahan dan sprei putih yang hampir berubah warna menjadi coklat jadi saksi romantisme malam itu.
Malam-malam berikutnya dia tidak menolak pada setiap pertemuan yang kuatur di depan gedung tua MARBA. Tapi kemudian aku terjerat pada jaringku sendiri. Aku menemukan diriku jatuh hati padanya dan aku mengejar cintanya. Inilah untuk pertama kalinya aku merasa bahagia sejak meninggalkan rumah. Sampai pada malam itu. Menurut perhitunganku malam itu adalah malam ke-7, aku mulai merusak suasana dengan mengatakan sesuatu yang bodoh.
“Aku mencitaimu, Tan.”
Tania yang sedang menghisap rokok, sontak batuk-batuk mendengar perkataanku.
“Kuharap angin malam tidak membuatmu sakit Jack.”
“Tidak, aku serius. Bersamamu aku merasakan cinta, ketika jauh darimu kurasakan rindu, kamu hapuskan semua sepi di hidupku. Aku jatuh hati padamu dan lebih dari itu, aku bahagia bersamamu.”
Sambil tertawa sedikit yang terkesan mengejek, wanita itu berkata, “Hehm cinta!! Cinta membuatku tidak profesional. Aku tidak bisa jatuh cinta pada siapa pun.”