Sejak akhir 2023, KFC Indonesia menghadapi badai reputasi. Konflik Israel-Palestina memicu boikot terhadap merek asal AS. Fatwa MUI No. 83 Tahun 2023 memperkuat gelombang penolakan. Di media sosial, suara publik semakin lantang: "Sudah saatnya kita dukung produk lokal."
Dampaknya nyata:
- Penutupan 47 gerai sejak 2023 Â
- PHK terhadap 2.274 karyawan Â
- Tambahan 19 gerai ditutup dan 400 karyawan di-PHK per September 2025 Â
- Kerugian kuartal III-2024 sempat melonjak hingga Rp558,75 miliar, sebelum turun di semester berikutnya
Reputasi bukan sekadar citra. Ia adalah kepercayaan yang dibangun bertahun-tahun, dan bisa runtuh dalam semalam.
Merek Lokal Menyalip di Tikungan
Sementara KFC berbenah, merek lokal seperti Sabana, Hisana, Ayam Geprek Bensu, dan D'Best O Chicken tumbuh subur. Mereka menawarkan harga terjangkau, rasa yang familiar, dan citra lokal yang lebih dekat dengan hati konsumen.
Di beberapa daerah, bahkan muncul "KFC" versi lokal seperti Klaten Fried Chicken, bukan sekadar plesetan, tapi simbol pergeseran selera dan identitas.
Strategi Pemulihan: Taktis, Belum Menyentuh Narasi
FAST mencoba bangkit:
- Menutup gerai yang tidak produktif Â
- Memperkuat kanal digital dan promosi Â
- Menjalin kemitraan dengan layanan pengantaran Â
- Menegaskan komitmen terhadap tenaga kerja lokal
Namun, belum ada repositioning merek yang menyentuh akar reputasi. Belum ada inovasi menu yang menjawab tren makanan sehat. Belum ada transformasi pengalaman pelanggan yang menyentuh emosi.
Digitalisasi tanpa narasi adalah promosi kosong.
Di Persimpangan Narasi