Pendahuluan: Di Antara Luka dan Keikhlasan
Di negeri yang sering lupa pada luka-luka sejarahnya, kisah Buya Hamka hadir bukan sebagai nostalgia, melainkan sebagai pelajaran hidup. Ia bukan sekadar ulama, penulis, atau pemikir.
Ia adalah cermin yang memantulkan bagaimana seseorang bisa tetap tegak dalam badai fitnah, tetap menulis dalam pengasingan, dan tetap memaafkan meski disakiti oleh tokoh-tokoh besar bangsanya sendiri.
Ketika Ulama Dijadikan Musuh Negara
Tahun 1964, Presiden Soekarno memenjarakan Buya Hamka tanpa proses hukum. Tuduhannya politis, atmosfernya penuh intrik.
Bersama Mohammad Yamin dan Pramoedya Ananta Toer, Soekarno melakukan pembunuhan karakter terhadap ulama besar asal Minangkabau ini.
Media cetak yang diasuh Pramoedya menjadi alat serangan. Namun Hamka tidak bergeser sedikit pun dari tugasnya: menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar.
Tafsir dari Balik Terali Besi
Selama 2 tahun 4 bulan di penjara, Hamka tidak larut dalam dendam. Justru di ruang sempit itulah ia menyelesaikan karya agungnya: Tafsir Al-Azhar, sebuah tafsir 30 juz yang hingga kini menjadi rujukan utama umat Islam Indonesia.
Penjara bukan hukuman baginya, melainkan anugerah waktu untuk berkarya.
Ketika Para Penyerang Menjadi Murid
Tahun-tahun berlalu. Di usia senja, Pramoedya Ananta Toer mengakui kesalahannya. Ia mengirim putrinya, Astuti, dan calon menantunya yang mualaf, Daniel, untuk belajar Islam langsung kepada Hamka.
Sang ulama menyambut mereka dengan hati lapang, tanpa mengungkit masa lalu. Ia bahkan menjadi saksi pernikahan anak Pramoedya. Astuti menangis haru melihat kebesaran hati sang ulama.
Mohammad Yamin dan Nafas Terakhir
Ketika Mohammad Yamin sakit keras, ia meminta agar Hamka datang. Dalam pertemuan terakhir itu, Yamin memohon maaf atas segala kesalahannya.
Hamka menuntunnya mengucapkan kalimat tauhid. Yamin wafat dalam pelukan spiritual dari orang yang pernah ia sakiti.
Soekarno dan Wasiat Terakhir
Tanggal 16 Juni 1970, seorang ajudan Soekarno datang ke rumah Hamka membawa secarik kertas bertuliskan:
"Bila aku mati kelak, aku minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku."
Hamka terdiam. Matanya berkaca-kaca. Ia tidak bertemu Soekarno dalam hidup bebas, tapi kini harus memimpin salat jenazahnya.
Dengan keikhlasan penuh, Hamka memanjatkan doa lembut untuk sang proklamator yang pernah menjebloskannya ke penjara.
Laku Agung yang Menyembuhkan
Apa yang dilakukan Hamka bukan sekadar memaafkan. Ia menyembuhkan sejarah. Ia menunjukkan bahwa ilmu bukan hanya soal logika, tapi soal jiwa.
Ia membuktikan bahwa pengasingan bisa menjadi ruang penciptaan, dan bahwa luka bisa menjadi ladang pencerahan.
Relevansi untuk Zaman Kini
Di era digital yang penuh polarisasi, fitnah, dan pengasingan virtual, kita butuh tokoh seperti Hamka. Ilmuwan yang tetap menulis meski dibungkam. Pemikir yang tetap mendidik meski difitnah. Ulama yang tetap mendoakan meski disakiti. Tokoh yang tetap membangun meski dijatuhkan.
Karena negeri ini tidak akan makmur oleh mereka yang nyaman, tapi oleh mereka yang berani menjaga nurani dan memaafkan dengan kemuliaan.
Penutup: Dari Hamka ke Generasi Emas
Buya Hamka telah menunjukkan bahwa keikhlasan adalah bentuk tertinggi dari ilmu. Ia telah membuktikan bahwa luka sejarah bisa disembuhkan dengan laku agung.
Kini giliran kita. Para penulis, pendidik, pemimpin, dan pemikir Indonesia hari ini, jika ingin membangun generasi emas, maka harus berani keluar dari zona nyaman. Harus siap berkorban, bersuara, dan memaafkan.
Terima kasih, Buya. Engkau tidak hanya meninggalkan tafsir, tapi juga tauladan. Engkau tidak hanya menulis, tapi menyelamatkan bangsa dengan ketenangan jiwa dan keberanian hati.
Penulis: Merza Gamal (Peminat Sejarah Bangsa)
________________________
Referensi:
1. Widya Lestari Ningsih, “Kenapa Buya Hamka Dipenjara?”, Kompas.com, 22 Agustus 2023. https://www.kompas.com/stori/read/2023/08/22/170000479/kenapa-buya-hamka-dipenjara
2. Tedi Rukmana, “Ini Alasan Kenapa Buya Hamka Dipenjarakan oleh Soekarno”, AyoJakarta.com, 28 April 2023. https://www.ayojakarta.com/metropolitan/0379317/ini-alasan-kenapa-buya-hamka-dipenjarakan-oleh-soekarno
3. Fuji E. Permana, “Kisah Buya Hamka, Polisi, dan Dukun Ketika Dalam Tahanan Pemerintahan Soekarno”, Republika.co.id, 4 April 2025. https://khazanah.republika.co.id/berita/su6zeh430/kisah-buya-hamka-polisi-dan-dukun-ketika-dalam-tahanan-pemerintahan-soekarno
4. Tsarina Maharani & Kristian Erdianto, “Perseteruan Hamka dan Pramoedya Ananta Toer hingga Berdamai lewat Islam”, Kompas.com, 15 April 2021. https://nasional.kompas.com/read/2021/04/15/03300071/perseteruan-hamka-dan-pramoedya-ananta-toer-hingga-berdamai-lewat-islam
5. Safrizal July, “Buya Hamka dan Mr. Mohammad Yamin”, SafrizalJuly.com, 2022. https://www.safrizaljuly.com/2022/09/buya-hamka-dan-mr-mohammad-yamin.html
6. “Kisah Buya Hamka Maafkan Pramoedya Ananta Toer”, Republika.co.id, 2021. https://khazanah.republika.co.id/berita/occvob394/kisah-buya-hamka-maafkan-pramoedya-ananta-toer
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI